
Aksi demo buruh di depan Kantor Disnaker Kabupaten Jombang, Rabu (20/09). [arif yulianto/bhirawa].
Puluhan buruh dari GSBI Jombang menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Jombang, Rabu (20/09).
Mereka meminta agar Omnibus Law Cipta Kerja dicabut dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jombang tahun 2024 nanti dinaikkan sebesar 15 persen dari UMK Jombang tahun 2023.
Dengan membawa spanduk dan poster, mereka secara bergantian melakukan orasi menyuarakan tuntutan. Tak hanya itu, buruh juga membagikan selebaran berisi tuntutan aksi kepada para pengendara jalan yang melintas.
Ketua GSBI Jombang, Heru Sandi mengatakan, demo ini digelar berhubungan dengan aksi Sejuta buruh yang dilakukan oleh GSBI pusat dan sejumlah aliansi buruh lainnya.
“Kami menolak untuk penetapan UU (Undang-Undang) Omnibus Law baik itu melalui UU yang berlaku maupun Kepres (Keputusan Presiden) yang telah ditetapkan. Kami meminta itu dibatalkan, khususnya untuk bidang perburuhan,” kata Heru Sandi di sela aksi di depan Kantor Disnaker Kabupaten Jombang.
“Hari ini pun ada sidang keputusan di MK (Mahkamah Konstitusi), harapan kami, sangat besar dan diharuskan terjadinya sikap yang jelas dari lembaga yudisial terhadap keputusan UU Cipta kerja yang inkonstitusional bersyarat,” tambahnya.
Selain itu, Heru Sandi menyampaikan, pihaknya juga menuntut agar UMK Jombang tahun 2024 dinaikkan sebesar 15 persen. “Karena di tahun kemarin, upah buruh naik tidak sampai pada angka 10 persen.
Maka kami melihat itu dari angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Dan hari ini pun belum ada formulasi yang jelas baik itu dari kementerian, gubernur, maupun bupati dan dewan pengupahan tentang metode dan bagaimana penghitungan upah tersebut,” beber Heru Sandi.
Sementara itu, terkait tuntutan para buruh ini, Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Industrial dan Syarat Kerja Disnaker Kabupaten Jombang, Rika Paur Fibriamayusi menjelaskan, untuk tuntutan terkait penolakan Omnibus Law, hal tersebut bukan kewenangan pihaknya.
“Itu ada di pemerintah pusat. Namun sebagaimana yang lalu-lalu, kami bersama dengan DPRD berkomitmen untuk memfasilitasi aspirasi ini untuk disampaikan ke pusat,” jelas Rika.
“Kemudian untuk kenaikan UMK yang 15 persen, tentunya kita harus tetap berpegang pada aturan perundangan. Nanti ketika sudah sampai di masa-masa penghitungan, biasanya akan ada SE (Surat Edaran) dari Kemenaker yang menjelaskan minimal tentang pertumbuhan ekonomi, yang dipakai untuk menghitung. Jadi kita berpegang pada data yang ada itu,” terang Rika.
Aksi demo kemudian berlanjut ke depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jombang. Buruh kembali melakukan orasi. Sejumlah buruh dari SPN juga ikut bergabung pada demo ini.
Setelahnya, perwakilan buruh masuk ke gedung Dewan untuk melakukan audiensi dan diterima langsung oleh Ketua DPRD Kabupaten Jombang, Mas’ud Zuremi.
Usai audensi, Mas’ud Zuremi menerangkan, buruh meminta menyampaikan kepada DPRD Kabupaten Jombang untuk bisa meneruskan dan mengusulkan kepada pemerintah pusa terkait penolakan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja.
“Karena memang terkait dengan UU Cipta kerja Omnibus law itu bukan kewenangan pemerintah daerah. Termasuk juga bukan kewenangan kami yang ada di DPRD. Itu semuanya kewenangan pemerintah pusat,” terang Ketua DPRD Kabupaten Jombang.
“Tetapi, wakil rakyat di daerah, di Kabupaten Jombang ini, juga punya tugas yang salah satunya harus menyerap setiap aspirasi dari masyarakat termasuk buruh. Dan kami siap untuk menyampaikan dan di dalam orasi tadi, saya juga menyampaikan bahwa, kami di DPRD Kabupaten Jombang siap mengusulkan mencabut Omnibus Law atau UU Cipta Kerja,” paparnya.
Sementara terkait tuntutan kenaikan UMK Jombang sebesar 15 persen pada tahun 2024, lanjut Mas’ud Zuremi, Pembahasannya melalui Tripartit antara pemerintah, buruh dan perusahaan.
“Di dalam plenonya itu yang akan menentukan bersama-sama, berapa asas kepatutan UMK di Kabupaten Jombang,” pungkas Mas’ud Zuremi. [rif.dre]