Buruh di Jombang Tuding Pengesahan Perppu Ciptaker Bentuk Pelanggaran Konsitusi

Ketua Sarbumusi Jombang, Lutfi Mulyono. (arif yulianto/bhirawa).

Jombang, Bhirawa.
Buruh Di Jombang menuding, pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja merupakan bentuk pelanggaran konstitusi yang dilakukan oleh legislatif dan eksekutif. Organisasi buruh atau pekerja di Jombang yakni, Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Jombang menilai, pelanggaran tersebut dilakukan secara sengaja, baik oleh eksekutif maupun legislatif.

Ketua Sarbumusi Jombang, Lutfi Mulyono mengatakan, DPR sebagai lembaga legislatif yang merupakan lembaga pengawasan atas kinerja exskutif malah menciderai kepercayaan rakyat dengan mengesahkan UU Cipta Kerja, dan menurutnya jelas-jelas hal tersebut merupakan bentuk kemunafikan dan arogansi DPR.

“Bagaimana bisa legislatif sebagai wakil rakyat terang-terangan tanpa rasa malu sedikit pun justru bersatu dengan eksekutif melawan Mahkamah Konstitusi,” ujar Lutfi Mulyono, Sabtu (25/03).

“Sebenarnya mereka telah memberikan contoh absolut terhadap rakyat bahwa melawan konstitusi itu hal yang lumrah. Maka dampaknya ya jangan salahkan rakyat ‘dong’ ketika apa yang dilakukan exskutif dan egislatif ke depannya akan menjadi barometer atau kiblat bagi rakyat. Dalam arti lain, mereka boleh ‘kenapa’ kita ‘nggak’,” ujarnya lagi.

Selain Sarbumusi Jombang, organisasi buruh atau pekerja lainnya di Jombang, GSBI Jombang juga kecewa dengan disahkannya Perppu Cipta Kerja.

Ketua GSBI Jombang, Heru Sandi mengungkapkan, UU Cipta Kerja yang baru disahkan tidak memberikan perlindungan hukum bagi status karyawan, upah pekerja, hingga perlindungan perempuan.

“Semua dirampas oleh anak bangsa sendiri yang duduk di DPR-RI. Apalagi pemerintah menjadi pemihak sepenuh atas ekaploitasi buruhnya, sangat kecewa,” tandas Heru Sandi.

Dikatakan Heru Sandi, pengesahan Perppu Cipta Kerja memiliki banyak implikasi yang merugikan kaum pekerja di tanah air, seperti, jaminan hukum pekerja di dalam perusahaan semakin menghilang, jaminan kesejahteraan buruh semakin tidak ‘karuan’, pelindung pekerja melalui berkumpul dan beroganisasi semakin tidak memiliki arti, apa lagi dihargai, pengusaha sangat mudah melakukan PHK terhadap karyawannya dengan alasan mencegah kerugian, hilangnya peran pemerintah yang tidak memiliki harga diri dalam kasus apapun, buruh tidak akan bisa sejahtera karena politik upah murah, hingga pengusaha bisa sewenang-wenang merebut hak-hak pekerja.

Sementara itu, salah seorang tokoh Jombang, Ahmad Samsul Rijal berpandangan, telah lama dinilai masyarakat bahwa Omnibus Law UU Cipta kerja dinilai melanggar konstitusi dan tidak adanya kehati-hatian dalam perumusannya untuk menyesuaikan dengan UUD 1945.

“Dengan demikian, mendekonstruksi amanat pengaturan secara mendasar terhadap dunia usaha, pekerja, dan iklim usaha yang ditujukan sebesarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat,” ungkap mantan Katib PCNU Jombang tersebut.

“Ini namanya bunuh diri massal oleh para wakil rakyat terhadap kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat diabaikan, yang nampak adalah kehendak pragmatis atas nama pemajuan ekonomi atau usaha, padahal menyusahkan dan menyengsarakan masyarakat banyak,” tandasnya.

Dampaknya adalah keuntungan dan kemudahan dinikmati sebagian kecil sedangkan kerugian dan kesusahan akan dirasakan rakyat banyak.
Ini cara kerja pemerintahan otoriter sekaligus strategi oligarki untuk tetap menikmati madu sistem ekonomi negara, sedangkan racunnya ditebar kepada rakyat, kemudian mereka melemah secara perlahan-lahan hingga sekarat.

Oleh karenanya, Ahmad Samsul Rijal berharap, ada upaya untuk pengembalian kepada sistem ekonomi dan sistem usaha yang menjamin kesejahteraan rakyat serta menjamin perlindungan para pekerja.

“Bila keputusan MK terkait uji materi UU Ciptaker saja tidak diindahkan, bagaimana bisa memastikan bahwa UU Ciptaker mencerminkan kehendak rakyat serta pelaksanaan dari amanat penderitaan rakyat,” kata dia.

“Maka, di samping itu, kembalikan MPR pada posisi semua sebagai lembaga tertinggi negara supaya kedaulatan tercermin kembali dalam sistem ketata negaraan kita. Selanjutnya Mekanisme ketetapan MPR bisa digunakan untuk mengembalikan pengaturan UU sesuai dan berdasar kehendak rakyat,” tutup Ahmad Samsul Rijal.(rif.hel)

Tags: