Buruh Tuntut Pengupahan Kembali Gunakan PP 78

Para buruh menggelar aksi demo dipepan Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Kamis (25/11). Mereka menuntut kenaikan UMP serta UMK mengacu kembali PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan

Surabaya, Bhirawa
Tuntutan buruh terhadap kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupate/Kota (UMK) mendapat angin segar. Ini setelah diputusnya uji materi UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Di Jatim, sejumlah aksi buruh digelar merespon putusan MK tersebut sekaligus menuntut kenaikan UMP serta UMK mengacu kembali PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan, Kamis (25/11). Kekuatan masa yang diprediksi mencapai 50 ribu, terpecah di sejumlah titik aksi baik di Surabaya maupun kabupaten/kota se Jatim.
Juru bicara Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Jatim Nurudin Hidayat mengatakan, aksi buruh yang dijadwalkan bersama organisasi buruh se Jatim itu dimulai pukul 08.00. Awalnya masa aksi bersiap menggelar demonstrasi di satu titik, yakni Kantor Gubernur Jatim Jl Pahlawan Surabaya.
Namun, ternyata rekomendasi UMK sejumlah daerah khususnya pada ring satu seperti Sidoarjo dan Pasuruan dikembalikan oleh Gubernur Jatim kepada bupati lantaran penetapan UMK harus mengacu pada PP 36 tahun 2021 tentang pengupahan.
“Surabaya tidak dikembalikan karena sudah menggunakan acuan PP 36 dengan kenaikan Rp 6 ribu. Kemudian Mojokerto masih dalam pembahasan belum ada rekomendasi. Karena itu, skenario aksi buruh terjadi perubahan untuk fokus pada masing-masing daerah dalam rangka mengawal rekomendasi UMK masing-masing. Jangan sampai setelah rekom dikembalikan, bupati/ wali kota merekomkan sesuai PP 36,” tegas Nurudin.
Selanjutnya situasi berkembang pukul 12.00 kemarin, setelah MK memutuskan UU 11 tahun 2021 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Nurudin mengatakan, dalam putusan itu, sebagian tuntutan buruh dikabulkan, yakni meminta pemerintah agar memperbaiki UU Cipta Kerja. Karena itu, konsentrasi masa buruh kembali dipusatkan ke Kantor Gubernur Jatim Jalan Pahlawan saat sore hari. “Salah satu amar putusannya juga melarang pemerintah membuat aturan turunan UU Cipta Kerja selama belum diperbaiki. Artinya, PP 36 sendiri tidak berlaku,” ujar dia. Dari perkembangan tersebut, lanjut dia, aksi buruh akhirnya bergeser dan kembali dipusatkan di kantor Gubernur Jatim.
Nurudin menegaskan, tuntutan buruh adalah meminta agar gubernur mengembalikan semua rekomendasi kabupaten/kota agar dilakukan pembahasan di tingkat dewan pengupahan kabupaten/kota tanpa mengacu PP 36.
Artinya, UMK dan UMSK harus tetap ada setelah dilakukan penghapusan oleh UU Cipta Kerja. “Karena PP 36 tidak berlaku, maka acuan pengupahan harus kembali pada PP 78. Tuntutan UMK naik 13 persen dengan dasar pertumbuhan ekonomi 7,07 persen YoY dan asumsi pertumbuhan ekonomi Jatim tahun depan 5,8 persen,” ujar Nurudin.
Seperti diketahui, Majelis Hakim Konstitusi menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja cacat secara formil. Untuk itu, Mahkamah menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusionalitas bersyarat. Putusan itu tertuang dalam Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Dikutip dari laman resmi MK, Ketua MK Anwar Usman mengabulkan untuk sebagian permohonan yang diajukan oleh Migrant CARE, Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, serta Muchtar Said.
Dalam putusan yang berjumlah 448 halaman tersebut, MK juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional secara permanen.
Selain itu, MK pun memerintahkan Pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jatim Ahmad Fauzi juga menegaskan, aksi buruh akan terus berlanjut hingga Selasa 30 November mendatang. Kekuatan massa yang semula 50 ribu orang juga akan ditingkatkan dua kali lipat pada hari terakhir aksi tersebut.
“Atas nama Ketua Gerakan Serikat Pekerja Buruh Jatim (Gesper). Kami menuntut kenaikan UMP yang ditandatangani oleh Bu Gubernur, hari ini kita demo sampai satu minggu hingga 30 November nanti penandatanganan UMK,” ungkap Fauzi.
Fauzi meminta formulasi penetapan UMK, UMP, UMSK menggunakan UU 13 tahun 2003 dengan turunannya adalah PP 78 tahun 2015 yang menggunakan formulasi pertumbuhan ekonomi dan inflasi untuk kenaikan upah. Jika pertumbuhan ekonomi 5 persen dan inflasi 5 persen, maka pihaknya menuntut kenaikan sekitar 10 persen. “Kita konsisten minta naik antara Rp 275 ribu sampai Rp 300 ribu,” tutur Fauzi.
Fauzi kembali menegaskan, dengan UMP Jatim saat ini Rp 1.877.000, maka nilai tersebut merupakan yang terendah di seluruh provinsi. “Kalau kenaikannya Rp 22 ribu, rasanya 44 tahun kita akan bertemu kesejahteraan buruh,” tutur Fauzi. [tam]

Tags: