Butuh Regulasi Inovatif untuk Dukung Pengembangan Ekonomi Digital

Ahli Pembangunan Perkotaan, Mulya Amri, Ph.D saat menjelaskan tentang tantangan urbanisasi dan peluang ekonomi digital di Jatim dalam diskusi ‘Kebijakan Transportasi Perkotaan dan Pengembangan Ekonomi Regional’ di Wyndham Hotel Surabaya, Selasa (28/7) kemarin. achmad tauriq/bhirawa

Surabaya, Bhirawa
Penekanan kebijakan yang inovatif sangat diperlukan untuk mendukung inovasi digital yang bisa menumbuhkan perekonomian salahsatunya adalah kebijakan mengenai transportasi. Mantan Ketua KPPU, Dr M Syarkawi Rauf saat dikonfirmasi Bhirawa usai diskusi ‘Kebijakan Transportasi Perkotaan dan Pengembangan Ekonomi Regional’ yang digelar oleh Hukumonline.com dan D’Inside di Wyndham Hotel Surabaya, Selasa (28/7) kemarin mengungkapkan, Regulasi atau kebijakan mengenai transportasi memiliki dampak luas dan terhubung dengan pengembangan UMKM dalam ekosistem platform digital.
“Pembuatan kebijakan yang kondusif penting guna menciptakan iklim pasar yang mendorong perusahaan teknologi termasuk transportasi online untuk terus berinovasi dan memberikan dampak positif bagi para pelaku dan masyarakat,” terangnya.
Syarkawi menambahkan masyarakat membutuhkan hadirnya Pemerintah dan Pemerintah Daerah lebih dari sebatas regulator, namun mampu memfasilitasi dan mengakselerasi lewat kebijakan pro inovasi di era digital saat ini. “Pemanfaatan ekosistem industri digital yang menghubungkan langsung penyedia jasa dengan konsumen bisa menjadi peluang yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk mendorong persaingan usaha yang sehat,” jelasnya.
Sedangkan menurutnya sifat industri teknologi di bidang transportasi seperti hadirnya transportasi online yang dinamis dan berdampak luas membutuhkan kearifan pemerintah dalam membuat suatu kebijakan. “Kebijakan harus dapat bersifat komprehensif lintas lembaga dan sesuai dengan undang-undang, supaya dampak positif pada pemberdayaan masyarakat bisa terus terjadi,” katanya.
Sementara itu pemanfaatan ekonomi digital terutama yang berasal dari sektor layanan on-demand dapat menyumbang lebih dari Rp1,2 Triliun pada perekonomian Jawa Timur sepanjang tahun 2017. Ahli Pembangunan Perkotaan, Mulya Amri, Ph.D mengatakan kehadiran transportasi berbasis teknologi dalam praktiknya tidak hanya terkait dengan sistem transportasi tetapi juga pengembangan UMKM.
“Munculnya transportasi berbasis teknologi juga merupakan kebutuhan mendesak masyarakat terhadap inovasi pada sistem transportasi. Transportasi yang ada selama ini pasokannya masih minim, kehadiran transportasi berbasis teknologi mampu menjawab tantangan transportasi yang efektif, efisien dan transparan,” pungkasnya.
Surabaya pada tahun 2017 misalnya, dengan jumlah lebih dari 3 juta penduduk hanya memiliki sebanyak sekitar 5 ribu unit mikrolet, 4.500 unit taksi dan sekitar 250 unit bus kota. Kehadiran angkutan umum yang terbatas tersebut belum dapat mengakomodasi pergerakan 3 juta penduduk kota Surabaya.
Menurut Mulya, transportasi berbasis teknologi juga bukan hanya terkait dengan pengantaran orang tetapi juga mampu menjawab tantangan terkait logistik terutama pesan-antar makanan dan juga kurir. Dengan adanya pemanfaatan teknologi, tidak ada lagi dikotomi antara sistem transportasi dan pengembangan UMKM.
“Dengan sistem yang saling terintegrasi dengan pengembangan UMKM, pemanfaatan teknologi tersebut berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Melalui akses langsung yang transparan, semakin banyak pengusaha mikro, kecil dan menengah yang punya akses pasar yang lebih luas. Pada akhirnya, pertumbuhan ini akan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi lokal,” ujarnya.
Adapun mengenai kontribusi sistem transportasi berbasis teknologi pada perekonomian Jatim, termasuk Surabaya. Jika mengambil 1% saja dari seluruh penduduk Jawa Timur, terdapat 400 ribu penduduk yang menggunakan transportasi berbasis teknologi.
“Jika setiap penduduk tersebut melakukan dua perjalanan setiap minggunya, maka terjadi 41,6 juta perjalanan dalam setahun, dikalikan rata-rata biaya perjalanan sekitar Rp 15.000,- menjadikan pendapatan sebesar Rp624 miliar per tahun. Ini baru datang dari layanan pengantaran orang, belum dari jasa antar makanan,” papar Mulya.
Sedangkan dari hasil hitungan dasar, berdasarkan data publik mengenai UMKM salah satu platform aplikasi yang juga menyediakan jasa pesan-antar makanan, terdapat 200 ribu UMKM kuliner yang sekarang dapat melayani pesanan pesan-antar makanan di seluruh Indonesia.
Dengan menggunakan proporsi populasi Jatim sekitar sebesar 15% dari seluruh populasi Indonesia, berarti terdapat sekitar 30 ribu UMKM di Jatim yang terlayani ke dalam ekosistem digital. Apabila setiap UMKM mengantar makanan hanya satu kali per hari saja, maka dalam satu tahun ada 10.950.000 makanan diantar.
“Jika rata-rata pesanan makanan Rp50 ribu maka dalam satu tahun ada penambahan pendapatan dari pesanan pesan-antar sebesar Rp547,5 Milyar, Itu hanya dari satu platform aplikasi. Jika terdapat lebih dari satu, maka pendapatan akan jauh lebih besar,” terang Mulya. [riq]

Tags: