Butuh Rp53 M Perbaiki Infrastruktur Rusak di Dringu Kabupaten Probolinggo

Tagggul yang jebol di sungai Kedunggaleng di Desa Kedungdalem.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa
Kerusakan dampak bencana banjir di Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo, tampaknya sangat parah. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Probolinggo mengkalkulasi dibutuhkan anggaran perbaikan infrastruktur sekitar Rp 53 miliar.

Perkiraan anggaran perbaikan ini untuk memperbaiki total kerusakan infrastruktur di aliran sungai Kedunggaleng. Mengingat, plengsengan dan tanggul yang jebol meluas dan tinggi.

Menurut Kepala Dinas PUPR Kabupaten Probolinggo, Rahmad Waluyo, Kamis (18/3) mengatakan, asesmen kerusakan infrastruktur di aliran sungai Kedunggaleng terus dilakukan. Kebutuhan anggaran untuk perbaikan total infrastruktur tersebut, sangatlah besar.

“Dibutuhkan anggaran sekitar Rp 53 miliar lebih untuk perbaikan infrastruktur di aliran sungai kedunggaleng wilayah Kecamatan Dringu yang terdampak bencana banjir. Itu akibat banjir besar berkali-kali dan membuat kerusakan infrastruktur,” katanya.

Rahmad menjelaskan, perbaikan total itu dengan cara membangun total plengsengan yang ambrol diterjang banjir. Selain itu, di atasnya plengsengan perlu dibangun tanggul untuk menahan aliran sungai saat debit air tinggi.

Nah, untuk plengsengan itu sendiri dibutuhkan anggaran besar, karena plengsengan yang harus dibangun cukup tinggi. “Sungai itu kondisinya dalam. Jadi kalau bangun plengsengan dari dasar ke atas, sangat tinggi dan butuh anggaran besar,” terangnya.

Untuk dapat memulihkan infrastruktur rusak dampak banjir itu, dikatakan Rahmad, pihaknya terus berusaha berkoordinasi dan mengajukan bantuan anggaran penanganan. Baik itu ke Pemprov Jatim maupun langsung ke Pemerintah Pusat. Karena, kemampuan dari APBD Kabupaten Proboliggo terbatas, dan tidak mampu menangani kerusakan infrastruktur tersebut.

“Kami sudah usaha mengajukan ke provinsi ataupun pusat. Lewat kementerian mana saja, yang bisa menangani pembangunan infrastruktur dampak banjir,” ujarnya.

Banjir kali keempat akibat meluapnya Sungai Kedunggaleng, memberikan dampak lebih parah pada warga empat desa di kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo. Banjir bahkan membuat beberapa rumah warga jebol, hingga ambruk. Di antara empat desa yang diterjang banjir di Kecamatan Dringu, kondisi terparah terjadi di Desa Dringu. Di Dringu, bahkan sampai ada rumah warga yang ambruk karena diterjang banjir.

Rumah itu milik Sukiono, 58, warga RT 02/RW 01, Dusun Gandean, Desa Dringu. Beruntung, kakek dari tiga cucu itu selamat saat rumahnya ambruk diterjang banjir. Memang rumah itu tidak ambruk semua. Hanya bagian depan rumah yang ambruk. Namun Sukiono tidak berani kembali ke rumahnya. Dia takut tiba-tiba seluruh rumahnya ambruk.

“Tidak berani masuk ke rumah karena ambruk bagian depannya. Jadi, rumah tidak saya bersihkan sama sekali. Langsung saya tinggal,” kata Sukiono yang setiap hari bekerja sebagai tukang pijat itu.

Banjir, menurut Sukiono, mulai naik sore sekitar pukul 17.00. Permukaan air makin lama terus naik dan mengalir dengan deras. Sukiono yang tinggal sendiri di rumahnya, keluar berkumpul bersama tetangganya. Puncaknya, pukul 19.30 aliran banjir sangat deras.

Tiang penyangga rumahnya pun terbawa arus banjir, sehingga roboh. Begitu tiang roboh, bagian depan rumahnya pun roboh. Sukiono pun hanya bisa melihat kondisi rumahnya dari luar. Sampai kemarin, dia tidak berani masuk ke rumahnya. Sebab, khawatir rumahnya ambruk semua.

“Jadi saat rumah saya roboh, saya ada di rumah tetangga belakang rumah. Kebetulan saya tinggal sendirian di rumah ini,” kata bapak empat anak itu.

Saat ini Sukiono memilih tinggal di rumah tetangganya. Dia berharap ada perhatian dari pemerintah daerah untuk memperbaiki rumahnya yang ambruk. Sehingga, rumah itu dapat ditempati kembali.

“Sambil menunggu kondisi banjir benar-benar aman, saya numpang tinggal di rumah tetangga,” tuturnya.

Hal serupa diungkapkan Hendrik, 28, warga Dusun Siwalan, Desa Kedungdalem. Dinding bagian belakang rumahnya jebol setelah diterjang derasnya banjir. Akibatnya, atap bagian belakang rumahnya ambruk.

“Dinding belakang rumah jebol karena tidak kuat menahan air banjir. Banjir deras yang masuk ke rumah membuat membuat dinding rumah belakang jebol,” katanya.

Namun Hendrik bertahan tinggal di rumahnya. Kemarin dia sedang membersihkan sisa air banjir yang menggenang di dalam rumah. Air itu tidak dapat keluar karena sekeliling rumahnya dipenuhi material lumpur tebal sisa banjir. Karena itu, Hendrik pun harus membersihkan lumpur di depan rumah. Baru kemudian, menguras air di dalam rumah. “Kalau barang-barang di dalam rumah, hampir semuanya tidak dapat diselamatkan. Semuanya numpuk tidak karuan karena banjir. Tidak cuma basah, tapi berantakan,” ungkapnya.

Berbeda halnya dengan Samsul, 51, warga Desa Kedungdalem, Kecamatan Dringu. Samsul yang mengungsi di musala kantor Kecamatan Dringu mengaku, dirinya butuh tempat istirahat. Sebab, belum hilang rasa capek setelah membersihkan dampak banjir pertama dan kedua. Malah kemudian datang banjir ketiga.

“Rumah saya tinggal dulu. Mau bersih-bersih sekarang juga sulit. Rumah penuh lumpur tanah yang belum kering. Jadi sulit dibersihkan,” katanya.

Samsul tidak sendirian. Dia mengungsi bersama istri dan anaknya. Saat banjir datang Senin (8/3), dia dan keluarganya sempat mengungsi ke sawah.

“Setelah banjir mulai surut, saya melihat rumah kebanjiran. Bahkan, dapur saya jebol kena banjir. Akhirnya saya mencari tempat mengungsi untuk tidur,” tambahnya.(Wap)

Tags: