Cabai Masih Meroket, Dewan Minta Pemkot Proaktif

Foto: ilustrasi

DPRD Surabaya, Bhirawa
Harga cabai rawit disejumlah pasar tradisional Surabaya makin tak terkendali, ‘si mungil’ pedas ini bahkan mengalami kenaikan berlipat – lipat jika dibandingkan awal bulan tahun lalu. Para pedagang sayur mematok harga sekitar 70 ribu hingga 100 ribu rupiah cabai perkilo gramnya, Komisi B DPRD minta pemkot lebih proaktif mengatasi masalah ini agar harga cabai kembali normal.
Pemerintah kota melalui Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian Perdagangan (Disperindag) diharap lebih proaktif untuk menekan kenaikan harga cabai. Upaya ini harus dilakukan termasuk menambah armada untuk mengangkut cabai kesejumlah daerah yang masih mengalami kelangkaan.
“Untuk pemkot sudah melakukan operasi pasar beberapa minggu yang lalu, namun harga masih fluktuatif mulai dari 70 ribu hingga 100 ribu,” ujar Anggota Komisi B DPRD Surabaya Dini Rijanti, Selasa (17/01).
Kesulitan yang dialami pemkot, kata Dini, unit armada angkut sangat terbatas, sehingga penyaluran cabai tidak merata disejumlah daerah. Hal ini yang menyebabkan harga cabai masih melambung dibeberapa tempat. Untuk itu,  pemkot diharapkan  bisa menambah armada untuk pengangkutan cabai ke daerah yang mengalami kelangkaan.
Selain itu, lanjut Dini, pemkot harus lebih serius menggelar inspeksi mendadak ke pasar induk, untuk memantau langsung harga komoditi cabai khususnya cabai rawit yang mengalami lonjakan harga.
“Kenaikan harga cabai yang sudah berlangsung sebelum tahun baru dan bertahan hingga sekarang ini, karena pengaruh suplay barang ke pasar. Selain itu, produktifitas pertanian cabai di Jawa Timur menurun hingga pasokan cabai ke pasar ikut berkurang,” terangnya.
Kemarau basah yang terjadi di sepanjang tahun 2016 kemarin menyebabkan produktifitas tanaman cabai menurun, ini juga dibenarkan oleh asosiasi petani cabai, penurunan produktifitas mencapai 70 persen. Dalam kondisi normal, bisa memproduksi 10 ton per satu hektar lahan cabai, kini hanya mampu menghasilkan 2 ton per hektar.
Penyebab lainnya karena petani masih mengandalkan sistem pertanian tradisional. Mereka menanam cabai dari bibit tanaman lokal, bukan produk yang keluar dari hasil uji laboratorium. Sehingga, hasil cabai yang dihasilkan juga kurang maksimal. Selain mendorong penyediaan benih cabai hibrida, kalangan dewan juga menyerukan pemberdayaan kelompok tani. [gat]

Tags: