Cabai Rawit Impor Turunkan Semangat Petani

Tanaman cabai yang diproduksi oleh petani Desa Petungsewu, Kec Dau, Kab. Malang.

Kab Malang, Bhirawa
Masuknya cabai rawit impor dan cabai rawit lokal dari luar Kabupaten Malang dipersoalkan Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (TPHP) Kabupaten Malang. Sebab, jika dibiarkan justru akan mengurangi semangat petani Kabupaten Malang dalam memproduksi cabai.
“Kami sangat menyayangkan peredaran cabai rawit impor dan cabai yang didatangkan dari luar Kabupaten Malang, yang kini membanjiri pasar-pasar yang tersebar di 33 kecamatan,” tegas  Kepala Dinas TPHP Kabupaten Malang Nasri Abd Wahid, Senin (6/3), kepada wartawan.
Ia mengaku, cabai rawit  impor dan cabai yang dipasok dari luar Kabupaten Malang memang relatif murah. Namun dampaknya akan mempengaruhi turunnya produksi cabai rawit di kabupaten ini. Sehingga dirinya berharap Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Pasar (Disperidag) Kabupaten Malang memeprtimbangkan masuknya cabai rawit impor dan cabai luar daerah.
Karena, Nasri melanjutkan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi pasar. Sehingga  tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dinasnya ini hanya mengatur produktifitas cabai. Sehingga ketika ada serbuan cabai rawit impor di wilayah Kabupaten Malang, maka dirinya sangat menyayangkan sekali.
“Karena secara tidak langsung akan menurunkan semangat petani dalam memproduksi cabai,” paparnya.
Ia menegaskan, tingginya harga cabai rawit di pasar dipicu masalah cuaca dan bakteri yang menyerang tanaman cabai pada musim tanam. Meski demikian pihaknya berjanji untuk mengantisipasi dua persoalan ini. Misalnya, kalau untuk tahan cuaca pihaknya menyediakan bibit yang kuat serta tidak mudah terserang bakteri. Begitu pun dengan bakteri akan kita antisipasi. Sehingga untuk mengantisipasi kedua masalah tersebut, hal tersebut membutuhkan waktu.
Saat ini, dia menyebutkan, produksi cabai rawit di Kabupaten Malang mengalami penurunan dengan kisaran 20-30 persen dari total produksi atau target sebesar 8.000 ton dalam tahun ini. Sedangkan penurunan produksi cabai ini terjadi pada dua bulan terakhir. Hal ini disebabkan pada musim tanam pada bulan September 2016 terjadi serangan hama yang merusak tanaman cabai.
“Selain hama merusak tanaman cabai, itu juga dikarenakan adanya fluktuasi cuaca yang tidak menentu dan ikut mempengaruhi,” ungkap Nasri.
Sementara itu, Kepala Disperindag Kabupaten Malang Abdul Rahman Firdaus membenarkan, jika cabai rawit impor dan cabai luar daerah  masuk di wilayah Kabupaten Malang. Sehingga cabai rawit impor itu bisa menekan harga cabai rawit yang belakangan ini harganya bisa menembus angka Rp 150 ribu-Rp 200 ribu per kilogram (kg). “Memang ada pasokan cabai dari luar, namun jumlahnya sedikit. Itu pun hanya dijual di dua pasar tradisional yaitu di Pasar Karangploso dan Turen,” terangnya.
Menurut dia, cabai rawit yang dipasok dari luar ini, tujuannya menambah stok, dan selain itu untuk bisa mengimbangi harga cabai di pasaran. Meski cabai rawit impor dan cabai dari luar daerah membajiri pasar di Kabupaten Malang, tapi tidak ada pengaruhnya terlalu banyak terhadap harga cabai rawit sebelumnya. Dan harga cabai rawit masih tinggi di wilayah Kabupaten Malang.
Harga cabai rawit yang diatas Rp 100 ribu per kilogram, menurut Kepala Biro Humas Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (KPPU) Rendy Sutrisno, hal itu sangat tidak wajar Sedangkan untuk menstabilkan harga khusus cabai rawit, dirinya berharap kepada pemerintah bisa memangkas birokrasi pasar, sebab cara ini akan bisa menghindari distribusi nakal.
“Bukan saja komoditas cabai rawit yang mahal, namun harga sapi pun juga kita nilai mahal. Saat ini, KPPU belum menemukan ada permainan yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga pada cabai rawit  dan daging sapi,” terangnya. [cyn]

Tags: