Cafe dan PKL Bondowoso Merosot Pendapatan, Tagih Kompensasi pada Pemerintah

Sepinya pembeli, tampak ada satu pengunjung di warung Shaf yang memesan minuman yang kemudian langsung pulang. (Ihsan Kholil/Bhirawa)

Bondowoso, Bhirawa
Di saat dilakukan penerapan PPKM Darurat menyebabkan kegiatan ekonomi masyarakat tersendat-sendat. Suasana demikianlah yang tengah dialami sejumlah pemilik cafe, warung dan PKL (Pedagang Kaki Lima) di Bondowoso. Di mana transaksi anjlok dan dengan berat hati mereka harus merumahkan sebagian karyawan.

Pantauan di lapangan, sejumlah PKL di Alun-Alun RBA Ki Ronggo Bondowoso harus berhenti berjualan. Sebab alun-alun ditutup total. Sementara itu, salah satu warung Shaf yang ada Jalan Letjend Donald Isac Panjaitan Taman Sari tetap buka. Akan tetapi tampak sangat sepi. Hanya ada satu-dua orang yang datang membeli minum. Itu pun dibawa pulang.

Ketua Paguyuban PKL (Pedagang Kali Lima) Alun-Alun Bondowoso, Mujiati mengatakan PKL tidak bisa beraktivitas sama sekali. Apalagi jalan ditutup total. “Tidak bisa ngapa-ngapain sama sekali,” kata perempuan yang akrab disapa mbak Muji itu, Kamis (8/7). Kata dia, bila harus jualan di tempat lain, pelanggannya belum mengetahui. Apalagi yang di Alun-alun adalah kuliner dan harus bawa peralatan. “Jadi ribet jika tidak ada lokasi tetap,” akunya.

Menurutnya, sekalipun para PKL memaksa berjualan, pihaknya memastikan tidak akan mencukupi biayanya. Sebab mendorong gerobak juga bayar. “Kalau dihitung tidak nutut. Tapi para PKL tetap berjualan biar ada transaksi. Sebenarnya bukan penurunan tapi mati total,” katanya. Meskipun diterapkan take away kata dia, tidak akan maksimal. “Tidak bisa, sebab banyak orang mau nongkrong,” urainya.

Sementara itu, manajer Cafe Container Laki-Laki, Steven Leo Agusta Ari Irwan mengaku bahwa sejak PPKM Darurat, pendapatannya menurun hingga 85 persen lebih. “Biasanya dari Pukul 08.00 sampai 20.00 WIB, pendapatan satu juta. Tapi saat ini maksimal hanya Rp 150, kadang kurang,” jelasnya.

Pria dengan panggilan akrabnya Leo ini pun mengaku, tidak merumahkan karyawan. Sebab kasihan keluarga yang mengharapkan rezeki dari kerja mereka di cafe tersebut. “Entah pakai pola apa saja mas. Semoga ada rezeki supaya minimal kami masih bisa menjadi harapan mengisi perut karyawan mas,” terangnya.

Sedangkan, Pemilik Warung Shaf, Pringgo Cahyo mengatakan, penerapan PPKM Darurat justru lebih terasa dampaknya dibandingkan awal pandemi. “Sekarang meskipun take away, masyarakat ketakutan juga karena khawatir di-swab. Selain itu pengunjung juga ingin nongkrong tapi tidak diperbolehkan. Akibatnya transaksi anjlok,” katanya.

Menurutnya, saat pelaksanaan new normal, kunjungan atau transaksi di cafe miliknya bisa mencapai 100-150 transaksi setiap hari. “Tetapi setelah PPKM Darurat ini turun hingga 90 persen lebih. Tanggal 3 Juli transaksi masih 10, tetapi turun setiap hari. Kemarin hanya ada enam transaksi,”paparnya.

Terpaksa dirinya harus merumahkan 80 persen karyawannya. Dari 10 karyawan, hanya dua orang yang masuk setiap hari. Dua orang yang tetap masuk adalah mereka yang punya tanggungan lebih berat di keluarganya. Di antaranya karyawan yang suaminya tidak bisa bekerja karena kecelakaan kerja. “Serta ada yang punya tanggungan tiga anak. Diprioritaskan yang lebih membutuhkan. Sementara yang dirumahkan tak membantah, tetapi air mata mereka berlinang. Mau gimana lagi,” jelasnya.

Tagih Kompensasi pada Pemerintah

Pringgo, Pemilik Warung Shaf ini menjelaskan, mulai awal pandemi Covid-19 hingga dilaksanakannya PPKM Darurat, tak ada pendataan oleh Pemkab Bondowoso soal dampak ekonomi yang dialami oleh pengusaha. “Tak usah ke cafenya, minimal karyawan ditanyakan pemenuhan kebutuhan mereka setelah dirumahkan,” katanya.

Pihaknya berharap para Pemimpin di Bondowoso segera bergerak mengatasi dampak ekonomi akibat kondisi darurat ini. Rakyat butuh empati, butuh solusi. Pihaknya mengaku tidak keberatan jika pemerintah melalui Satgas Covid-19 memperketat pengawasan sampai penindakan kepada masyarakat sesuai aturan PPKM Darurat. “Saya sepakat itu untuk menekan tingginya jumlah kasus positif covid 19,” jelasnya saat dikonfirmasi di cafenya.

Akan tetapi disisi lain, pemerintah juga harus mengerti kondisi psikologis dan dampak ekonomi masyarakat. “Sesekali lah para Pemimpin ini turun, tanyakan kepada masyarakat terdampak apakah ada untuk yang dimakan esok hari atau beberapa hari ke depan? Bagaimana cara mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka, anak – anak mereka, di masa pemberlakuan kondisi darurat ini?,” bebernya.

Begitu pula pengakuan Ketua Paguyuban PKL Alun-Alun Bondowoso. Sampai saat ini, PKL belum mendapatkan perhatian pemerintah Kabupaten Bondowoso. “Hanya beberapa waktu lalu dapat bantuan UMKM dari pusat awal pandemi. Yang dapat hanya lima orang dari sekian PKL,” kata Mujiyati.

Pihaknya menanyakan APBD yang katanya dianggarkan untuk pemulihan ekonomi. “Sampai sekarang tidak ada apa-apa. Mana APBS yang dikoar-koarkan untuk pemulihan ekonomi? Tidak ada,” akunya.

PKL dan sejumlah pemilik cafe di Bondowoso berharap Covid-19 segera berakhir dan PPKL Darurat ini juga tidak diperpanjang oleh pemerintah. “Kami siap patuh pada kebijakan pemerintah. Hanya saja semoga penerintah juga mendengar keluh kesah para pekerja yang tidak mendapat gaji tetap seperti PNS,” jelas manajer Cafe Container Laki-laki.[san]

Tags: