Calon Kepala Daerah, Parpol, dan Masalah Hukum

NurudinOleh Nurudin
Penulis adalah dosen Fisip Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Sejumlah kandidat kepala daerah ada yang berstatus mantan narapidana dan bahkan ada yang masih menjadi tersangka (menunggu proses pengadilan). Tentu saja, fenomena ini membuat konstelasi politik menjadi ribut antara pro dan kontra. Pihak yang kontra tentu saja yang tidak berkepentingan pada calon, salah satunya kelompok masyarakat, sementara itu kelompok yang pro adalah mereka yang tergabung dalam atau punya kepentingan pada Partai Politik (Parpol). Ada banyak komentar yang bermunculan, namun masih berhenti dalam tataran wacana dan belum ada tindakan konkrit atas permasalahan tersebut.
Beberapa nama untuk menyebut contoh antara lain; Jimmy Rimba Orgy (Wali Kota Manado), Soemarmo Hadi Saputro (Wali Kota Semarang), Utsman Ihsan (Bupati Sidoarjo), Abubakar Ahmad (Bupati Dompu), Elly Engelbert Lasut (Bupati Talaut), dan Vonny Panambunan (Bupati Minahasa)
Jati diri Parpol
Kebanyakan, para kandidat yang bermasalah  di atas didukung oleh Parpol. Jika demikian kenyataannya, maka Parpol menjadi pihak yang layak disalahkan, seandainya usulan kandidat itu bermasalah secara politik dan hukum. Namun sebagaimana biasanya, Parpol menutup mata atas protes masyarakat yang keberatan pada kandidat mantan narapidana atau masih berstatus tersangka. Parpol bukan lagi menjadi lembaga politik, tetapi kepentingan individu dan kelompok yang menguasai Parpol itu.
Di Indonesia Parpol telah tumbuh menjadi kekuatan kepentingan, bukan Parpol sebagaimana mestinya. Dalam tataran ideal, Parpol punya fungsi sebagai berikut; (1)sosialisasi politik, (2) rekruitmen politik, (3) pengelola konflik, (4) komunikasi politik
Pertama, sosialisasi politik. Sebagai sebuah organisasi, Parpol harus mampu memperoleh dukungan luas masyarakat. Ia harus mampu “menjual diri” agar menarik perhatian masyarakat. Sosialisasi bisa berwujud ceramah, pidato, dan penyebaran informasi bentuk lain. Ini semua dilakukan agar  mendapat dukungan luas masyarakat.
Kedua, rekuitmen politik. Parpol harus punya kemampuan mencari serta mengajak masyarakat yang berbakat untuk menjadi anggota. Dengan cara ini, regenerasi Parpol bisa terjamin di masa datang. Disamping itu, juga untuk memperluas tingkat partisipasi politik masyarakat.
Ketiga, pengelola konflik. Tak jarang dalam politik terjadi gesekan, pertarungan sampai perbedaan politik yang tajam, Parpol punya tugas mengelola konflik-konflik itu. Konflik bisa berarti dalam tubuh Parpol atau di luar Parpol. Parpol harus ikut mengelola agar tumbuh menjadi dinamika positif dalam iklim demokrasi.
Keempat, sarana komunikasi politik. Sebagai sarana komunikasi politik, Parpol harus mampu menyalurkan aspirasi masyarakat ke dalam unsur-unsur sistem politik. Setelah diolah dan menjadi kebijakan, Parpol juga ikut mengomunikasikan kembali ke masyarakat. Jadi ada hubungan timbal balik antara masyarakat dengan unsur-unsur politik (salah satunya pemerintah) melalui Parpol.
Parpol Sentris
Betapa ideal fungsi Parpol dalam kehidupan bernegara. Kasus di Indonesia, Parpol juga punya peran strategis dan penting dalam dinamika kenegaraan. Jika asumsi ini disepakati, bisa dikatakan maju mundurnya negara sangat tergantung pada Parpol. Lihat saja pencalonan kepala daerah ataupresiden, semua pasti lewat Parpol. Jalur independen bagi kepala daerah memang memungkinkan tetapi susah dilakukan karena persyaratan yang diajukan oleh DPRD (anggotanya berasal dari Parpol) sangatlah sulit.
Karena semuanya lewat Parpol, maka maju mundurnya negara juga sangat tergantung pada Parpol. Jika kemudian di daerah punya kepala daerah yang tidak sesuai yang diharapkan yang juga layak disalahkan adalah Parpol. Lebih konkritnya, jika ada calon kepaladaerah berstatus mantan napi atau tersangka tentu karena peran Parpol. Diantara semua calon yang bermasalah sebagaimana disebutkan di atas semuanya didukung oleh Parpol, bukan?
Mengapa Parpol harus menjagokan mantan napi atau tersangka kasus korupsi? Jika kita melihat fungsi Parpol, ada fungsi-fungsi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kenapa Parpol yang mempunyai dana melimpah dan secara akar juga punya basis pendukung luas harus menjagokan orang-orang bermasalah? Salah satu alasannya karena mandegnya rekuitmen politik.
Jika fungsi rekuitmen politik berjalan baik, Parpol tidak akan pernah kehilangan kader terbaik. Parpol akan punya banyak stock kader. Mengapa Parpol kehilangan kader terbaik sehingga orang-orang bermasalah yang justru tampil di muka? Bisa jadi ada kesalahan dalam rekuitmen politik. Parpol hanya merekrut mereka yang sebenarnya tidak punya kapasitas tetapi punya uang, hubungan kekerabatan, atau kekuasaan politik.
Fenomena kekerabatan dalam Parpol bukan rahasia lagi. Ada partai dimana hampir semua anggota keluarganya ikut terlibat dalam Parpol. Apa yang akan bisa dilakukan Parpol secara ideal jika salah satu anggota keluarganya terkena kasus?
Hal demikian juga berlaku bagi Parpol yanga hanya memperhatikan mereka yang punya uang. Akibatnya, jati diri Parpol hilang, yang muncul kemudian adalah kepentingan-kepentingan yang berkaitan dengan masalah materi.
Memang, Parpol membutuhkan sumber dana yang banyak. Tetapi jika sangat ambisius  memiliki sumber dana sementara mengorbankan jati dirinya sebagai Parpol, akibatnya sudah bisa diduga. Tidak bisa dipungkiri, jati diri Parpol sekarang sudah hilang sama sekali, yang muncul kemudian adalah kepentingan-kepentingan pragmatis.
Parpol tentu saja bisa merekrut mantan napi atau tersangka kasus korupsi, jika Parpol hanya berorientasi pada masalah materi. Kandidat tinggal membayar “mahar” pada Parpol, jadilan dia calon. Meskipun mahar Parpol tidak diperbolehkan, tetapi siapa yang bisa menjamin itu semua tidak ada? Politik uang masih menjadi dasar memunculkankandidat, apalagi jika dikaitkan dengan hubungan kekerabatan dan kepentingan politik.
Solusi Dekat
Saat ini, tidak ada cara jitu dan cepat untuk mengatasi keterpurukan Parpol kita. Parpol sangatlah pragmatis untuk hanya mau mengejar kekuasaan. Tidak masalah apapun dilakukan yang penting bisa berkuasa. Protes masyarakat pun akhirnya akan dianggap angin lalu.
Sebenarnya, masyarakat tidak perlu risau mengenai hal ini. Suatu saat jika akan Pemilu, Parpol-parpol yang sudah kehilangan jati dirinya itu tidak usah dipilih lagi. Yang paling dekat adalah tidak usah memilih calon dari Parpol jika mempunyai masalah hukum.
Hal demikian bukan tidak menghormati Hak Asasi Manusia (HAM) mantan napi atau tersangka, tetapi hanya salah satu cara menghindari keburukan-keburukan di masa datang. Orang yang punya masalah hukum, kebanyakan punya kecenderungan akan bermasalah dengan hukum pula. Memilih kebijakan untuk kemaslahatan umum dengan mengorbankan sedikit orang bukan tindakan haram.

                                                                                                                 —————- *** —————-

Tags: