Camat Bulak Ingin Budaya Jemuran Jadi Ikon Wisata Baru

Salah-satu-warga-Cumpat-Kenjeran-melintas-persis-di-samping-bangunan-yang-akan-dibongkar-untuk-infrastruktur-penunjang-destinasi-wisata-pesisir-Selasa-293-kemarin.-[Gegeh-Bagus/bhirawa].

Salah-satu-warga-Cumpat-Kenjeran-melintas-persis-di-samping-bangunan-yang-akan-dibongkar-untuk-infrastruktur-penunjang-destinasi-wisata-pesisir-Selasa-293-kemarin.-[Gegeh-Bagus/bhirawa].

Surabaya, Bhirawa
Rupanya warga pesisir Kenjeran memiliki kebiasaan unik meski masih ada wilayah yang terlihat kumuh dan semrawut. Banyakya ikan di jemur di terik matahari inilah yang menjadi kesibukan sehari-hari warga yang mayoritas sebagai nelayan. Hal ini yang membuat nilai sosial budaya warga pesisir terus dipertahankan. Tak hanya itu, budaya warga yang menjemur pakaian pun menjadi salah satu culture-nya.
Camat Bulak, Suprayitno pun mengakui kebiasaan warganya yang menjemur pakaian di depan rumahnya masing-masing. Meski, tak enak dipandang mata, menurutnya itu adalah sebagai budaya yang harus dilindungi.
“Disini banyak sekali warga menjemur pakaian dengan dijajar-jajar, dan saya tahu itu. Ini harus dilestarikan dan dilindungi karena sosial budayanya seperti itu. Rohnya kampung nelayan Surabaya ya disini,” katanya kepada Bhirawa, Selasa (29/3) kemarin.
Menurutnya, kebersihan warga mulai dari volume sampah harus benar-benar dijaga. Sebeb, masih banyaknya warga yang tidak sadar lingkungan. Ia membatah jika tidak adanya petugas kebersihan yang mengambil sampah di daerah Nambangan Cumpat. “mobil pengangkut sampah setiap harinya selalu mengambilnya dari kampung ke kampung,” elaknya.
Bahkan, ia menceritakan di sepanjang Jalan Sukolilo Larangan yang dulunya ada tempat sampah paten dari batu-bata. Setelah itu dibongkar dan digantikan dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPS). “Untuk merubah mindsheet perlu waktu. Kaitannya dengan pembuangan sampah, menyadarkan itu perlu waktu. Yang dulunya tidak ada pasukan kuning (petugas kebersihan) sekarang sudah ada,” katanya.
kebersihan warga mulai dari volume sampah harus benar-benar dijaga. Selain itu, sosial budaya warga pesisir pantai Kenjeran pun menurutnya harus dilestarikan. “Disini banyak sekali jemuran. Mulai jemuran ikan sampai pakaian pun berjajar. Rohnya nelayan Surabaya ya disini. Nah, ini yang harus dilestarikan,” ujarnya.
Dari total nelayan di pesisir pantai sekitar 1.126 termasuk buruh nelayannya. Menurut Prayit, ada empat Kelurahan di Kecamatan Bulak memiliki keunikan yang berbeda-beda. Di kampung Sukolilo Lor itu terkenal perahu wisatanya. Kampung Kenjeran akan pengerajin kerangnya. Kejawan Lor itu terkenal komunitas pengasapan ikan. Dan Kedung Cowek dengan olahan kerangnya dan komunitas ikan basah.
“Nelayan disini itu bukan nelayan yang berhari-hari melaut. Cukup sehari yang penting mendapatkan hasil,” ujarnya.
Hal berbeda menurut pengakuan warga Nambangan Cumpat yang sudah hampir tiga tahun meminta bak dan gerobak sampah tak kunjung diberikan. Warga Nambangan Cumpat, Sumali misalnya. Ia bersama warga hanya menginginkan kampungnya tertata dan bersih. “Kami ini nggak minta muluk-muluk kok, hanya ingin kampung ini bersih. Gimana mau bersih kalau tidak ada tempat sampah,” ujarnya.
Ia mengingikan ada perubahan di kampungnya yang terkenal akan kejorokannya. Bahkan, ia sempat merasa iri jika berada di tengah Kota Surabaya yang tampak selalu bersih dan sepanjang jalan ada petugas kebersihan yang membersihkan. “Saya akui disini harus ada anggaran agar kampung ini berubah, termasuk kebersihannya. Kemarin itu alternatifnya kalau terbatas dengan adanya jalan dibangunkan lagi bank sampah. Karena selama ini yang membuat itu inisiatif ibu-ibu disini,” akunya. (geh)

Tags: