Camat dan Lurah Tak Tahu Batas Area Lindung Pamurbaya

Area Ruang Terbuka Hijau atau area lindung di weilayah Pantai Utara Surabaya (pamurbaya).

DPRD Surabaya, Bhirawa
Ternyata pihak kecamatan dan kelurahan sama sekali tidak mengetahui seberapa luas area Ruang Terbuka Hijau atau area lindung di weilayah Pantai Utara Surabaya(pamurbaya). Meski memastikan sudah tahu keberadaan area RTH atau Lindung, pihak camat dan Lurah yang kemarin diundang Komisi C mengaku tidak tau batas yang tepat untuk area itu.
Komisi C DPRD Surabaya , Senin(20/3) ,menggelar rapat dengar pendapat (hearing) tentang kawasan RTH /Lindung untuk Kawasan Pantai Utara Surabaya (Pamurbaya), terkait rencana penertiban beberapa pemukiman yang bakal terdampak. Rapat dipimpin oleh Saifudin Zuhri yang juga Ketua Komisi C DPRD Surabaya.
Hadir dalam hearing, jajaran Pemkot Surabaya seperti Bappeko, Dinas Perkim CKTR, Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah, Dinas Ketahan Pangan dan Pertanian, Camat Gunung Anyar, Camat Rungkut, Camat Sukolilo, Camat Mulyorejo, Lurah Gunung Anyar Tambak, Lurah Medokan Ayu, Lurah Mulyorejo, Lurah Keputih, Lurah Dukuh Sutorejo, Lurah Kalisari, Lurah Kejawan Putih Tambak.
Saifudin Zuhri  meminta penjelasan soal keberadaan bangunan dan penghuni area yang saat ini masuk dalam peta kawasan konservasi dan RTH. Respon pertama datang dari Camat Gunung Anyar Dewanto.
“Jika ditanya apakah Lurah memahami soal peta Konservasi dan kawasan RTH, tentu jawabnya mengerti, tetapi selama ini mereka memang tidak mengetahui kepastian batasan riilnya, karena patoknya memang tidak jelas bahkan tidak ada,” ucapnya, Senin (20/3)
Tidak hanya itu, Dewanto juga menyampaikan adanya kendala jika nantinya dilakukan penertiban, karena faktanya ada beberapa bangunan yang berdiri sebelum aturan soal konservasi dan RTH di berlakukan.
“Memang waktu itu dibolehkan, maka untuk tahun ini dan selanjutnya kami akan berusaha untuk tidak mengeluarkan perijinan, namun demikian kami juga membutuhkan surat petunjuk resmi dari bagian Hukum,” tambahnya.
Keluhan Camat Gunung Anyar ini direspon oleh Dewi perwakilan dari Dinas Perkim CKTR yang mengatakan bahwa pemasangan patok tidak pernah dilakukan, meskipun faktanya di lapangan ada.Sayangnya, jawaban ini spontan di koreksi oleh Herlambang perwakilan dari Bappeko yang mengaku jika pihaknya lah yang selama ini melakukan pematokan di lapangan.
Mendengar jawaban ini, Ahmad Suyanto mengingatkan kepada Bappeko untuk kembali kepada tupoksinya, karena jika pematokan itu terus dilakukan, maka pelaksanaannya bisa menjadi temuan BPKI karena berkaitan dengan penggunaan anggaran negara.
“Hati-hati loh, itu bisa kenjadi temuan BPK soal penggunaan anggarannya, karena pematokan batas wilayah itu hanya bisa dilakukan oleh dinas teknis, bukan Bappeko,” sergah politisi asal PKS ini.
Giliran berikutnya para Lurah, yang ternyata mulai menyebut secara runtut beberapa nama pengembang dan perseorangan yang bangunannya masuk dalam kawasan konservasi dan RTH. Bahkan Lurah Wonorejo secara terang-terangan mengaku jika dirinya telah menandatangani proses jual beli lahan, meskipun baru menjabat selama 1,5 bulan.
Dari semua penjelasan dan diskusi yang dilakukan, Saifudin Zuhri meminta kepada seluruh Lurah dan Camat agar melaporkan ke Pemkot (dinas Perkim dan CKTR-red) soal kejelasan batas wilayah yang masuk ke kawasan konservasi dan RTH, agar kinerjanya mendapatkan kepastian dan tidak kembali kecolongan.
“Terutama pak Lurah, semua harus mampu menerjemahkan peta konservasi dan RTH dari Pemkot, sinkronkan antara peta dengan krawangan berdasarkan persil, maka akan tahu dimana batas itu, jadi sebelum mengeluarkan kebijakan apapun, para Lurah harus berdasarkan data peta, karena kalau berdasarkan patok, sudah banyak yang hilang,” tegasnya.
Dan diakhir paparannya, politisi asal FPDIP ini meminta kepada seluruh Lurah dan Camat  kawasan pamurbaya untuk segera melaporkan seluruh pengembang dan pemukim di wilayahnya yang terindikasi masuk dalam kawasan konservasi dan RTH.
“Kami minta data tertulis dan rinci, nama pengembang dan nama pemukim yang bangunannya masuk dalam kawasan konservasi dan RTH, data itu harus sudah masuk sebalum rapat berikutnya digelar, karena persoalan ini meresahkan warga (pemukim dan pengembang-red), maka harus segera diselesaikan,” pungkasnya. [gat]

Tags: