Capaian Akreditasi SMK Terbaik di Semua Jenjang

foto ilustrasi

Standardisasi Sarana Prasarana Masih Jadi Momok Pendidikan

BAP S/M Jatim, Bhirawa
Provinsi Jatim patut berbangga dengan pencapaian hasil akreditasi untuk SMK tahun ini. Di antara semua jenjang, SMK berhasil meraih akreditasi A terbanyak dengan persentase 51,2 persen. Di susul SMA/MA dengan raihan akreditasi A 39,8 persen.
Sementara di posisi terendah jenjang SD/MI hanya 20,8 persen yang mendapat akreditasi A dan SMP/MTs sebanyak 33,5 persen. Ketua Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAP S/M) Jatim Prof Roesminingsih menuturkan, hasil akreditasi untuk pendidikan menengah cukup menggembirakan. Sementara yang masih harus banyak berbenah ialah jenjang SD/MI.
“Tahun ini memang ada peningkatan grade pada skor akreditasi. Jadi standar pendidikannya semakin tinggi,” tutur Roesminingsih.
Peningkatan grade skor terjadi pada akreditasi A dari minimal 86 menjadi 91. Sementara akreditasi B skor minimalnya 81 – 91. Sementara akreditasi C minimal 71 – 81. Jika tahun ini mendapat skor 70, sekolah dipastikan tidak bisa lolos akreditasi dan harus mengulang.
“Memang tuntutan pendidikan terus meningkat. Kita tidak boleh terlena dengan standar yang sudah berlaku selama ini,” tutur Roesminingsih.
Roesminingsih mengaku, dari delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP), standar sarana pra sarana masih menjadi momok. Skor rata-rata yang diperoleh tahun ini paling rendah adalah standar sarana prasarana. Di samping itu, standar guru dan tenaga kependidikan (GTK) juga terbilang rendah.
“Dua standar itu memang masih rendah. Harapan kita sekolah terus berbenah menjadi lebih baik,” terang dia.
Secara umum, rata-rata penilaian delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada seluruh jenjang masih di bawah angka 90. Penilaian itu meliputi standar isi, proses, kompetensi, pendidik, sarana, pengelolaan, biaya dan nilai.
Sekretaris BAP S/M Jatim Muji Raharjo menambahkan, sasaran akreditasi tahun ini mencapai 8.299 sekolah. Secara rinci, mulai jenjang SD/MI sebanyak 4.290 lembaga, SMP/MTs 2.063 lembaga, SMA/MA 861 lembaga dan SMK 1.085 program keahlian. “Sekolah harus puas dengan hasil akreditasi yang sudah ditetapkan. Mereka baru boleh mengajukan lagi akreditasi selama dua tahun mendatang,” tutur Muji.
Muji mengaku, tahun ini terdapat sejumlah pembaharuan dalam instrument akreditasi. Hal itu menjadi alas an bagi sekolah kurang siap menghadapi proses akreditasi. Di sisi lain, sekolah yang menjadi sasaran akreditasi juga tidak mendapat sosialisasi.
“Sebelum visitasi akreditasi itu kita tidak boleh melakukan sosialisasi ke sekolah,” tutur dia.
Sekolah-sekolah yang hasil akreditasinya rendah, lanjut dia, membutuhkan pendampingan untuk dapat mendapatkan hasil yang lebih baik. Khususnya bagi SMK yang cukup dinamis dengan perubahan jurusan maupun program keahliannya. “Jurusan di SMK ini banyak yang baru,” kata dia.
Program keahlian yang baru, lanjut dia, baru boleh mengikuti akreditasi setelah meluluskan satu angkatan. “Biasanya pada lulusan pertama itu siswanya akan menginduk ke sekolah lain untuk mengikuti ujian nasional,” tutur Muji.
Kendala lain yang terjadi dalam proses akreditasi ialah terdapat pada sistem penilaian akreditasi (Sispena) yang sulit diakses. Terlebih pada wilayah yang sulit terhadap jaringan internet. Catatan lainnya, asesor juga belum menguasai IT dengan baik, khususnya asesor pada jenjang SD/MI. [tam]

Tags: