Catatan Bawaslu di Pilgub Jatim

Surabaya,Bhirawa
Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Jatim memberikan banyak catatan pelanggaran yang terjadi selama penyelenggaraan Pilgub Jatim 2018. Bahkan pelanggaran sudah ditemukan sejak masa tenang hingga proses pemungutan suara.
“Selama proses masa tenang, masa pemungutan suara hingga penghitungan suara memang ada temuan baik itu pidana, administrasi dan etik (terkait netralitas penyelenggra pemilunya, red),” kata Komisioner Bawaslu Jatim Aang Khunaefi Kamis (28/6/2018).
Semisal untuk pelanggaran di masa tenang, Aang mencontohkan adanya temuan di Kabupaten Jember, di mana pemilih mendapatkan paket sembako dengan gambar paslon. Selain itu, di Kota Mojokerto juga mendapatkan laporan adanya penyebaran gambar.
“Itu kami temukan saat patroli pengawasan selama masa tenang sebelum tanggal 27 Juni,” lanjutnya.
Begitu juga saat pemungutan suara. Meski tampak berjalan lancar, tetapi Bawaslu menemukan pelanggaran yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran pidana.
“Di Kabupaten Sumenep, di salah satu kepulauan, ditemukan petugas pengawas yang terkena pukul oleh petugas KPPS. Saat ini sedang dilakukan proses pidananya,” ungkap Aang.
Tak hanya itu, pihaknya juga menemukan seabreg pelanggaran administrasi seperti halnya yang terjadi di Kabupaten Jombang. Kebetulan di kabupaten ini tengah digelar Pilgub sekaligus Pilbup.
“Harusnya jika terjadi dua pemilihan yang harus dihitung terlebih dahulu adalah pemilihan gubernur baru pemilihan bupati. Tapi ini tidak. Mereka menghitung pilbup terlebih dahulu. Jadi surat suara untuk pilgub tercampur jadi satu antara surat suara paslon nomor satu dan paslon nomor dua,” paparnya.
Bahkan ada pula pelanggaran yang sangat menonjol pada proses pemungutan suara Pilgub Jatim 2018 sehingga harus dilakukan pencoblosan ulang.
“Ada temuan di Kota Blitar. Ada 12 pemilih yang bukan warga Kota Blitar, namun menggunakan hak pilihnya di satu TPS di Kota Blitar. Itu melanggar ketentuan karena bukan warga kota Blitar. Besar kemungkinan jika menggunakan hak pilih adalah menggunakan formulir A5 dan status pemilih pindahan bukan pemilih tambahan. Saat ini masih dalam penyelidikan,” tandasnya.
Dianiaya KPPS
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebut ada Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Sumenep, Madura, yang dianiaya oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Penyebabnya, PPS menanyakan formulir C6-KWK atau surat undangan pemilihan kepada KPPS.
“Ada kejadian, salah satu TPS di Sumenep, Panitia Pemungutan Suara (PPS) kita, pengawas lapangan tingkat desa kita dianiaya karena menanyakan C6 terhadap KPPS,” kata anggota Bawaslu Mochamad Afifudin di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (27/6/2018).
Afif mengatakan, menanyakan hal teknis terkait penyelenggaraan pemilihan merupakan tugas pengawas pemilu. Namun, menurutnya, banyak tindak kekerasan yang terjadi karena hal ini.
“Pada intinya ketegasan pengawas dalam menanyakan teknis penyelenggaraan tingkat bawah memang menjadi tupoksi,” kata Afif.
“Tapi di lapangan, beberapa terjadi tindak kekerasan, termasuk di Dusun Sumur Kongo, Desa Timur Jangjang, Kecamatan Kangayan, Kabupaten Sumenep, yang terjadi pada pukul 08.00 WIB tadi,” sambungnya. [geh)

Rate this article!
Tags: