Catatan Kritis atas Raperda Penanaman Modal Daerah

Oleh :
Dwi Hari Cahyono
Ketua Fraksi PKS, PBB, dan Hanura DPRD Prov. Jatim

Saat ini DPRD bersama Pemerintah Provinsi Jawa Timur sedang membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan atas Perda No. 2 Tahun 2019 tentang Penanaman Modal Daerah. Kebijakan Penanaman modal atau investasi daerah memiliki peranan yang sangat strategis bagi pembangunan dan kemajuan daerah. Salah satu peran penting penanaman modal di daerah, selain dapat meningkatkan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi daerah, tapi juga dapat memberi kontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli daerah. Begitu penting dan strategisnya investasi daerah (baik investasi domestik maupun asing) bagi pembangunan ekonomi dan kemajuan daerah, pemerintah daerah dituntut sistem birokrasi penyelenggaraan penanaman modal yang efisien dan efektif, berkepastian hukum, dan memiliki daya saing. Kebijakan investasi daerah yang friendly, ramah terhadap ekosistem manusia dan lingkungan.

Sebagaimana dijelaskan dari nota penjelasan gubernur, pengajuan Raperda perubahan atas perda No. 2 tahun 2019 tentang Penanaman Modal daerah Penanaman Modal ini lebih didasarkan pada aspek yuridis. Secara yuridis, pengajuan raperda Perubahan ini didasarkan pada adanya dinamika perubahan perundangan-undangan, terutama adanya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah 13 (tiga belas) jenis undang-undang termasuk didalamnya diubahnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, terbitnya beberapa peraturan pelaksanaan Undang-Undang Cipta Kerja diantaranya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah dan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Perpres Nomor 49 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Ketentuan Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha di Daerah, juga telah mengamanatkan bahwa Perda dan Perkada yang mengatur Perizinan Berusaha di daerah wajib menyesuaikan paling lama 2 (dua) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Dan saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyusun Pergub tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha yang saat ini dalam proses fasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri.

Raperda perubahan Penanaman modal yang baru ini akan dijadikan sebagai payung hukum bagi penyelenggaran kebijakan Penanaman Modal di Jawa Timur yang lebih friendly. Meskinpun kebijakan penanaman modal merupakan kebijakan yang penting dan strategis bagi pembangunan ekonomi daerah, tetapi tetap harus mempertimbangkan kepentingan daerah dan masayrakat Jawa Timur.

Catatan Kritis

Penulis dapat memahami pengajuan Perda Perubahan dimaksud adalah sebuah kebutuhan dan menjadi sebuah keniscayaan hukum, karena ada dinamika dan perubahan hukum di atasnya, akan tetapi ada beberapa catatan kritis terkait dengan pengajuan Raperda dimaksud yang dapat disampaikan, di antaranya sebagai berikut;

Pertama, Dasar hukum pengajuan Raperda Perubahan dimaksud adalah UU Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang telah mengubah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, beserta beberapa peraturan pemerintah dan Perpres. Namun demikian, Pada prinsipnya, penulis dapat memahami pengajuan Raperda perubahan dimaksud, tetapi penulis berusaha untuk mencermati dan mengkritisi pengajuan kedua Raperda tersebut yang landasan dan payung hukumnya menggunakan Undang-Undang No. 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja. Sementara kita ketahui bersama bahwa Undang-Undang Cipta Kerja telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi “Inkonstitusional Bersyarat” (Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020).

Hakim MK menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UU 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Karena itu, Hakim MK memerintahkan pemerintah dan DPR melakukan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja paling lama dua tahun. Jika dalam dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku/inkonstitusional. Selain itu, MK Larang Pemerintah Keluarkan Kebijakan Strategis Terkait UU Cipta Kerja. Hakim Konstitusi juga memerintahkan agar pemerintah dan DPR menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan demgan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Atas dasar putusan MK ini, penulis berpendapat, alahkah baiknya pengajuan Raperda yang dimaksud agar dipertimbangkan kembali atau ditunda, dengan mempertimbangkan putusan MK di atas, baik di point 1 maupun 2. Saat ini, pemerintah bersama DPR RI sudah memasukan revisi UU Ciptakerja masuk dalam Prolegnas tahun 2022. Sehingga alangkah baiknya, menunggu sampai revisi UU Ciptaker selesai dan berkekuatan hukum tetap.

Kedua, Penulis berpendapat, bahwa Perubahan Perda tentang Penanaman Modal harus bisa menjawab beberapa tantangan penanaman modal atau investasi di Jawa Timur yaitu, a) belum efisiennya proses perizinan usaha di Jawa Timur; b) tingginya kesenjangan / lag antara minat investasi (NIB) dan realisasi investasi; c) kurang tersedianya data dan informasi penanaman modal yang memadai dan d) kurangnya pemanfaatan teknologi informasi yang mendukung kemudahan penanaman modal..

Ketiga, Penulis juga menyoroti apakah dengan Raperda ini akan meningkatkan daya saing investasi Jawa Timur dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Mengingat secara statistik, data realisasi investasi tahun 2021, Jawa Timur masih menjadi ranking 7 provinsi tujuan PMA, dan ranking 3 provinsi tujuan PMDN (kalah dengan Jawa Barat dan DKI Jakarta). Hal ini juga tercermin dalam realisasi investasi triwulan I tahun 2022, Jawa Timur masih ranking 7 provinsi tujuan PMA dan ranking 3 provinsi tujuan PMDN. Bahkan ranking 4 provinsi jika digabung antara PMA dan PMDN. Upaya meningkatkan daya saing Jawa Timur dengan provinsi lain, harus dilihat dari bagaimana upaya Pemerintah Provinsi mengurai permasalahan investasi yaitu : tingginya biaya logistik termasuk di daerah kawasan ekonomi khusus (KEK), bagaimana interkoneksi konektivitas infrastruktur pada akses layanan jalan, kereta, dan transportasi penunjang seperti truk dan juga pada inefisiensi value chain (rantai bisnis) maritim yang belum optimal seperti pelayaran yang terfragmentasi. Juga permasalahan ketenagakerjaan dan daya saing industri pengolahan di Jawa Timur.

Keempat, Ada 17 ketentuan yang mengalami perubahan dan penyesuaian dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang baru. Dalam konteks ini, penulis berpendapat, 17 kenetuan yang baru tersebut tidak saja harus menyesuaikan dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang baru atau di atasnya, tetapi juga tetap perlu mempertimbangkan, apakah 17 ketentuan yang mengalami perubahan dan penyesuaian tersebut sudah selaras dengan kepentingan daerah atau masyarakat? ini yang perlu dicermati lebih detail, jangan sampai kemudian lebih menguntungkan kepentingan pusat atau investor (penanam modal), sebaliknya merugikan kepentingan daerah atau masyarakat Jawa Timur.

Akhirnya, pada prinsipnya penulis dapat memahami dan mendukung niat baik pengajuan Raperda perubahan dimaksud, akan tetapi perlu ada perbaikan dan pengkajian lebih cermat dan mendalam dengan memperhatikan berbagai aspek dan dampaknya terkait dengan kebijakan penanaman modal, termasuk perlu dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi dengan perda-perda Jatim yang terkait, agar Raperda yang dimaksud memiliki dasar pertimbangan hukum dan sosiologis yang kuat, tidak tumpang tindih, memadai, dan sesuai dengan dinamika peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan dinamika sosial-masyarakat.

———- *** ———–

Tags: