Catatan Merah dan Solusi Masa Depan Indonesia

Hardi AlunazaOleh :
Hardi Alunaza SD, S.IP,. M.IR
Penggiat Studi Ilmu Politik Kajian Ilmu Hubungan Internasional
Dosen Fakultas Ilmu Politik dan Kependidikan Universitas Potensi Utama Medan

Pasca reformasi tahun 1998, Demokrasi Indonesia yang berdasarkan sila ke-4 menurut Pancasila sudah digantikan dengan demokrasi liberal, yang ditandai dengan banyaknya partai dan juga pemilihan wakil rakyat, kepala daerah, dan kepala negara dengan pilihan langsung. Demokrasi tipe ini sangat berbahaya bagi Indonesia, karena akan menyuburkan budaya money politic dimana rakyat dipaksa untuk memilih orang-orang yang tidak terlalu mereka kenal.
Indonesia seakan menjadi Negara boneka yang bisa diatur, didikte, dan diarahkan kebijakannya oleh Negara yang lain. Melalui berbagai forum kerja sama dengan Negara lain, Indonesia seperti kehilangan jati diri sebagai bangsa yang memiliki kekuatan dan peran penting dalam percaturan dunia internasional. Pemimpin negeri ini dengan mudah menyepakati dan ikut dalam berbagai kerja sama yang justru hal tersebut menjadikan Indonesia kehilangan sumber daya alam. Tatanan konspirasi global mampu menjadi penyebab hilangnya kesatuan Indonesia. Negara dengan kekayaan yang melimpah berubah menjadi bangsa yang multi krisis karena adanya kekuatan dan kepentingan Negara lain.
Seperti yang diungkapkan oleh Djuyoto Sutani dalam bukunya yang berjudul Tahun 2015 Indonesia “Pecah” bahwa dunia internasional memiliki tujuh poin dalam menghancurkan Indonesia. Dengan memperlemah Negara Kesatuan Republik Indonesia, berusaha menghapus ideologi Pancasila, menempatkan uang sebagai dewa, menghapus rasa cinta terhadap tanah air, menciptakan sistem multi partai, penanaman sekularisme, serta membentuk tatanan dunia yang baru. Hal tersebut tercermin dengan apa yang saat ini dialami di Indonesia. Bangsa yang terus dikendalikan oleh bangsa lain dalam perjalanan mempertahankan eksistensinya yang semakin melemah. Salah satu poin penting mengapa Indonesia kini menjadi Negara yang susah bersatu adalah karena para pemimpin yang memiliki jabatan penting susah diajak bersatu untuk membangun kembali Indonesia dari keterpurukan yang selama ini mendera.
Kita bisa melihat dengan apa yang terjadi di Indonesia pasca pemilu presiden 2014, bahwa antara dewan eksekutif, legislatif, dan yudikatif memiliki pandangan yang berbeda dalam menjalankan masing-masing tugasnya. Hal itu terjadi karena adanya kepentingan yang bertolak belakang dan persaingan yang tidak sehat di antara para pemimpin di negeri ini. Pasca pilpres, Indonesia seperti memiliki para pemimpin yang semakin tunduk dengan banyaknya kepentingan asing. Hal itu kemudian dianggap bahwa huru-hara yang terjadi seperti sebuah setting dunia internasional pasca terpilihnya presiden baru di negeri ini.
Dengan segala kekayaan alamnya, Indonesia merupakan salah satu Negara yang masuk dalam peringkat rendah dalam kebaikannya dan peringkat tinggi dalam dimensi keburukannya. Bank Dunia pernah mengungkap angka kemiskinan di Indonesia sebesar 49% atau lebih dari 100 juta jiwa diukur dari kegagalan pemenuhan hak-hak dasar atau dengan skala pendapatan di bawah 1-2 Dollar AS per hari. Data UNDP juga menyebutkan bahwa Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada posisi 110, jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Singapura yang berada pada posisi 25, Malaysia pada urutan 63, Thailand pada urutan 78, serta Vietnam di 107.
Belum lagi pelaksanaan hukum di Indonesia yang masih sangat memprihatinkan, terutama tindakan korupsi yang menimbulkan ketidakadilan bagi segenap masyarakat Indonesia. Bahkan kejahatan Hak Asasi Manusia di Indonesia telah berubah menjadi perampasan hak ekonomi dan sosial karena masih maraknya korupsi yang semakin hari semakin tumbuh subur. Hal aneh yang ada di Indonesia adalah masyarakatnya tidak pernah jera untuk terus melanggar hukum itu sendiri. Sebagian masyarakat Indonesia justru sudah sangat terlatih bagaimana menghadapi dan menghindari agar dapat terlepas dari jeratan hukum. Buruknya kinerja pemerintah dalam pemberantasan korupsi juga terlihat dari persepsi masyarakat terhadap kondisi penegakan hukum secara nasional.
Sebaiknya pemerintah segera melakukan perbaikan dalam penegakan hukum. Mengingat bahwa sudah terlalu banyak penduduk Indonesia yang kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dalam menangani masalah korupsi. Salah satu hal kecil yang bisa dilakukan yaitu dengan adanya pengajaran nilai moral dari generasi yang lebih tua terhadap generasi muda. Jalan tersebut ditempuh agar para pemuda Indonesia tidak terjerumus untuk melanggar norma-norma serta nilai yang luhur dalam proses penegakan hukum yang baik di Indonesia.
Kenapa negeri miskin dan kecil seperti Singapura bisa maju dan menjadi Negara yang sejahtera? Kenapa bursa komoditi di Belanda atau Eropa yang bahkan tidak memiliki perkebunan sawit justru sangat berpengaruh dalam penentuan harga sawit? Padahal jika dilihat, produsen terbesar sawit adalah Indonesia dan Malaysia. Namun kedua Negara ini justru tidak punya power untuk menentukan harga. Kenapa Indonesia masih berada sebagai Negara yang terbelakang? Hal itu disebabkan karena kepemimpinan dan manajemen sumber daya Indonesia masih belum baik.
Indonesia membutuhkan manajemen pemerintahan yang rapi dan tegas dalam memenuhi target awal pemerintahannya. Jika hal tersebut dapat terpenuhi, tidak mustahil Indonesia bisa bangkit lagi dari segala keterpurukan yang selama ini masih mendera bangsa ini. Strategi untuk menghadapi semua catatan merah tersebut adalah dengan perbaikan persatuan pemimpin di Indonesia ini. Sangat jelas bahwa kekayaan yang dimiliki Indonesia bukanlah masalah bangsa ini. Hingga saat ini, Indonesia masih memiliki sumber daya alam yang masih terbilang melimpah. Hal yang dibutuhkan adalah pemimpin dengan sebuah visi yang jelas, penegakan hukum yang adil dan tegas, peran serta pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan perubahan yang merata di seluruh Indonesia.
Si sisi lain, Indonesia membutuhkan perbaikan dalam tatanan sistem pendidikan. Dari Sabang hingga Merauke, kita memiliki putra putri Indonesia yang membanggakan di kancah internasional. Sudah seharusnya kelebihan dan kreativitas yang mereka miliki dimanfaatkan oleh bangsa ini untuk mendukung terjadinya perubahan positif dalam bidang pendidikan. Harapannya, mereka yang mendapatkan kesempatan memperoleh beasiswa dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari pemerintah Indonesia dapat bersinergi dengan banyak pihak setelah mereka menyelesaikan pendidikan mereka baik di dalam maupun luar negeri. Indonesia harus kembali pada tujuan awal terbentuknya suatu Negara, yakni berdaulat, adil, makmur dengan memperhatikan semua elemen kehidupan bangsa. Kesenjangan ekonomi dan pengentasan kemiskinan harus menjadi agenda pokok sehingga kesejahteraan masyarakat adalah hal penting yang harus diutamakan di atas segala kepentingan.

                                                                                                            ———- *** ———-

Tags: