Cegah Ekstremisme Lewat Kurikulum

??????????

Akhir-akhir ini, indikasi banyaknya ancaman ekstremisme yang mengarah pada terorisme di negeri bisa dibilang semakin meningkat. Adapun, dasar dari berbagai hal yang mengarah pada terorisme tersebut, biasanya bisa terlihat dari sejumlah rangkaian aksi, seperti penghasutan, berita bohong hingga framing berita, sebagai “teror” informasi. Wajar adanya jika Indonesia akhirya membutuhkan suatu strategi komprehensif yang sistematis, terencana, terpadu dan komitmen seluruh instansi pemerintah serta peran aktif masyarakat sebagai acuan dalam mencegah dan menanggulangi ancaman ekstremisme.

Salah satu langkah konkret dari pemerintah untuk mencegah ancaman ekstremisme adalah dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisime Berbasis Kekerasan (RAN PE). Program pencegahan tersebut dikeluarkan, antara lain, karena semakin banyaknya ancaman ekstremisme yang mengarah pada terorisme di Indonesia. Kondisi itu menimbulkan ancaman rasa aman dan stabilitas keamanan nasional. Berbagai program gencar disiapkan pemerintah guna melakukan pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan atau terorisme, (Republika, 18/1).

Maksud dan tujuannya yang tersirat dalam Perpres No. 7 Tahun 2021 tersebut, intinya seluruh komponen bangsa diharapkan dapat ikut andil melakukan pencegahan penyebaran paham dan/atau gerakan radikalisme, terorisme, ekstremisme, dan/atau ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Melalui regulasi tersebut, pemerintah sekiranya dapat memberikan informasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pemahaman dan keterampilan dalam mencegah ektrimisme, sehingga dapat membangun kesadaran masyarakat untuk ikut berpartisipasi.

Termasuk kontra narasi propaganda radikalisme harus lebih masif dan melibatkan masyarakat, anak muda terutama kaum milenial. Sehingga, beragam program sekiranya perlu disiapkan dan disusun. Misalnya, mulai penyisipan di kurikulum, pelatihan guru, sampai pelibatan masyarakat dan influencer atau pemengaruh. Selanjutnya, agar dalam implementasinya tidak terjadi kesalapahaman maka pemerintah sekiranya dapat menjabarkan secara rinci mengenai kegiatan-kegiatan yang termasuk kategori ekstremisme agar tidak menjadi salah tafsir dan munculnya stigmatisasi di tengah-tengah masyarakat.

Asri Kusuma Dewanti
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: