Cegah Pencucian Uang, PPATK Sosialisasi Wajib Lapor

Kegiatan sosialisasi Peraturan Pemerintah 43 / 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Kamis (12/10) kemarin.

Surabaya, Bhirawa
Pusat Pelaporan Data dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan sosialisasi wajib lapor bagi enam profesi ketika mengetahui terjadinya  transaksi keuangan yang mencurigakan dari klien mereka. Enam profesi tersebut yakni advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, akuntan, akuntan publik dan perencana keuangan.
“Keterlibatan pihak pelapor profesi dapat mempersempit ruang gerak para pelaku tindak pidana pencucian uang,” ujar Deputi Bidang Pencegahan PPATK Muhammadi Sigit saat ditemui Bhirawa di tengah-tengah acara sosialisasi Peraturan Pemerintah 43 / 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam PP yang merupakan pelaksana dari UU Nomor 8/2010 ini, jelas Sigit, pekerja profesioanl seperti advokat, notaris, PPAT, akuntan, akuntan publik dan perencana keuangan diwajibkan untk menerapkan prinsip Mengenali Penguna jasa (PMPJ) dam pelaporan Laporan Transaki Keuangan Mencurigakaan (LTKM) kepada PPATK.
Dengan menjadi pihak pelapor, profesi menjadi bagian dari rezim anti pencucian uang di Indonesia dan mencegah pemanfaatan profesi menjadi mediator bagi koruptor atau pelaku tindak pidana asal lainnya dalam melakukan tindak pidana pencucian uang (money laundering).
Namun, kenyataanya, sejak hampir dua tahun regulasi tersebut ditetapkan, para pihak pelapor tersebut masih minim melakukan pelaporan.
“Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat masih belum sepenuhnya memhami pentingnya pelaksanaan PMPJ oleh profesi yang meminta informasi dari klien yang berhubungan usaha dengan profesi, termasuk sumber dan tujuan transaksi, ” terangnya.
Adapun cara menyampaikan laporannya yakni melalui aplikasi khusus yang saat ini sedang dikembangkan. Aplikasi yang akan terintegrasi dengan lembaga penegak hukum tersebut akan menampung seluruh laporan yang berkaitan dengan transaksi keuangan mencurigakan. Sementara terkait sanksi yang bisa dijatuhkan bagi bagi mereka yang tidak melakukan kewajiban menyampaikan laporan secara elektronik. Bentuk sanksi dapat berupa sanksi administratif, pengumuman ke publik sampai denda administratif.
Ditemui di tempat yang sama Kabid Bidang Pembinaan Profesi Kementerian Keuangan Langgeng mengatakan dalam penerapan kewajiban PMPJ dan penyampaian transaksi mencurigakan ke PPATK diperlukan komunikasi yang mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat maupun kepada profesi mengenai signifikansi dan manfaat profesi menjadi pihak pelapor. Harus diakui, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat masih belum sepenuhnya memahami arti penting pelaksanaan PMPJ oleh profesi yang meminta informasi dair klien yang berhubungan usaha dengan profesi, termasuk sumber dan tujuan transaksi.  Dari berbagai diskusi dengan berbagai profesi, Langgeng mengaku sering mendapat pengakuan bahwa terdapat klien yang pada akhirnya membatalkan transaksi karena enggan didalami sumber dan tujuan transaksi tersebut.
“Bagi profesi, pemahaman bahwa penerapan kewajiban PMPJ dan pelaporan transaksi mencurigakan akan bermanfaat untuk melindungi profesi itu sendiri juga menjadi hal penting untuk diwujudkan,” tambahnya.
Salah seorang peserta pertemuan, Sugeng Praptoyo menyambut baik kegiatan yang digelar PPATK yang mengundang para pihak seperti notaris, akuntan dan advokat. Namun demikian, Sugeng yang juga Ketua Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAIP) Jatim ini juga khawatir bila nanti kewajiban lapor itu akan membuat kalangan profesioanl tersebut baik akuntan maupun advokat akan kehilangan kliennya.
“Saya khawatir andai saja ada kebocoran, padahal bukan dari pihak kami yang melaporkan apa hal itu tidak akan membuat klien kita  lari,” tutur Sugeng bertanya. Namun secara prinsip pihaknya mengakui bahwa acara sosialisasi itu sangat positif untuk mencegak meluasnya tindak korupsi.
“Salah satu langkahnya adalah mencegah terjadinya pencucian uang dengan cara melaporkan transaksi yang mencurigakan. Tapi ketentuan itu nantinya juga jangan sampai merugikan atau menyulitkankami semua,” kata Sugeng berharap. Hal senada juga disampaikan Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) komisariat Malang Raya Dr Puji Handayati.
Menurut Puji acara yang digelar PPATK tersebut merupakan wadah untuk menyamakan persepsi antara PPATK dan organisasi profesi (IAI, IAPI, notaris, PPAT konsultan pajak, dan akademisi) terkait dengan transaksi transaksi yg terindikasi sbg pencucian uang. [why]

Tags: