Cegah Resisten Antibiotik, Komite Farmasi Terapi Perketat Resep Dokter

Surabaya, Bhirawa
Resistensi anti mikroba telah muncul sebagai salah satu tantangan dan menjadi isu kesehatan masyarakat yang semakin menyita perhatian para pemangku kepentingan kesehatan di seluruh dunia. Menurut data WHO, pada 2014 terdapat 480.000 kasus baru multi drug resistent tuberculosis (MDR-TB) di dunia dan 700.000 kematian per tahun akibat bakteri resisten.
Resisten anti mikroba ini salah satunya dikarenakan pemakaian antibiotik yang berlebihan dan tidak sesuai dengan penggunaannya. Untuk itu, dalam Pekan Peduli Antibiotik Sedunia tahun ini dilakukan sejumlah edukasi pada masyarakat bahkan tenaga kesehatan.
Ketua Komite Resistensi Anti Mikroba (KPRA) Kemenkes RI dr Hari Paraton SpOG (k) menjelaskan posisi RSUD dr Soetomo cukup penting untuk memberikan pedoman dan menyosialisasikan penanganan infeksi akut pada rumah sakit di Jatim. Karena tidak semua pasien ditangani RSUD dr Soetomo. Sehingga kewaspadaan akan pemberian antibiotik juga harus dipahami rumah sakit lain.
“Pengunaan antibiotik pada hewan ternak menyebabkan adanya resisten anti mikroba dalam hewan ternak. Hal ini berpengaruh pada manusia yang mengonsumsinya, karena bakteri resisten akan berpindah pada manusia. Termasuk residu antibiotik,” paparnya dalam diskusi terkait anti mikroba yang digelar di RSUD dr Soetomo, Kamis (16/11) kemarin.
Ia menjelaskan tenaga kesehatan harus diedukasi bahwa antibiotik tidak aman. Tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik, misalnya sakit akibat virus, flu ataupun lecet. Jadi kalau bisa antibiotik digunakan saat infeksi bakteri saja, bukan infeksi akibat jamur ataupun virus.
“Pengguna antibiotik di Indonesia khususnya di rumah sakit perlu diatur lagi. Karena sering ada penyalahgunaan dengan memberikan resep antibiotik. Sehingga penyebaran bakteri resisten semakin meningkat,” terangnya.
Ia bahkan mengungkapkan data antibiotik yang diterima pasien di salah satu rumah sakit di Surabaya. Dari data tersebut pasien menunjukkan pasien telah menerima berbagai jenis antibiotik. Bahkan segala jenis dosis antibiotik di seluruh dunia digunakan. Sehingga pasien dinyatakan resisten anti mikroba dan infeksi, usai operasi tidak bisa ditangani hingga komplikasi saat dirujuk ke RSUD dr Soetomo.
“Dokter harus tahu pola resistensi dan juga memilih antibiotik yang tepat. Hal sederhana mencegah penyebaran resisten bakteri melalui tenaga kesehatan yaitu dengan mencuci tangan,” ujarnya.
Ketua Komite Farmasi Terapi, Dr dr Hamzah Sp An KNA menambahkan di rumah sakit tipe A seperti RSUD dr SOetomo, pemberian resep pada pasien dalam pengawasan ketat. Komite Farmasi Terapi dibentuk untuk membantu direktur terkait penggunaan obat dan alat .
“Jadi mengamankan penggunaan obat yang rasional. Jadi misalkan tidak butuh antalgin tapi sama dokter diberi, ini yang kami amankan. Komite ini ada dari berbagai bidang, kalau ada resep yang tidak rasional seperti dosis tidak seimbang atau penggunaan obat untuk jangka waktu lama,” urainya.
Pengawasan serupa menurutnya juga perlu dilakukan masyarakat untuk mengawasi penjualan antibiotik secara bebas di pasaran. Sebab tanpa pengetahuan yang cukup, mengonsumsi antibiotik secara sembarangan justru akan membunuh bakteri yang penting dalam tubuh. [geh,cty]

Tags: