Cegah Stunting, Bakorwil Bojonegoro Gelar Rakor Pencegahan dan Penanganan Stunting

Bakorwil Bojonegoro menggelar rakor dan sinkronasi upaya pencegahan dan penanganan stunting akibat perkawinan anak dikabupaten kota se wilayah kerja Bakorwil Bojonegoro tahun 2022, di ruang pertemuan Mliwis Putih Bakorwil.

Bojonegoro,Bhirawa
Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) Bojonegoro menggelar rapat koordinasi dan sinkronasi upaya pencegahan dan penanganan stunting akibat perkawinan anak di kabupaten kota se wilayah kerja Bakorwil Bojonegoro tahun 2022.

Pertemuan yang dilaksanakan di ruang pertemuan Mliwis Putih Bakorwil setempat, kemarin (29/6) merupakan upaya serius dari Bakorwil Bojonegoro untuk mencegah kasus penyakit yang mengganggu tumbuh kembang badan dan otak anak itu.

Kepala Bakorwil Bojonegoro, Agung Subagyo diwakili Kepala Bidang Kesejahteraan Masyarakat, Edhi Sigit Satyanto mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan arah manajemen dan kebijakan dalam rangka percepatan penurunan stunting di Jawa Timur, khususnya di wilayah kerja Bakorwil Bojonegoro.

” Selain itu, meningkatkan pengetahuan peserta tentang manajemen program gizi serta meningkatkan pengetahuan program gizi meliputi pencegahan dan penanganan stunting,” katanya.

Ia menjelaskan, gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.

” Stunting merupakan salah satu isu strategis yang mendapat perhatian karena menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,” ucapnya.

Dikatakan, stunting membutuhkan upaya preventif atau pencegahan dengan penanganan sejak 1.000 hpk (hari pertama kehidupan) anak semenjak ibu dinyatakan hamil hingga anak berumur 2 tahun dengan memenuhi asupan gizi.

” Selain itu, stunting dapat dipengaruhi oleh masa kehamilan, usia ibu hamil, perkawinan anak, dimana ibu belum siap hamil karena reproduksi yang belum matang sehingga kelompok sasaran dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting,” terangnya.

Menurut data hasil studi status gizi Indonesia (SSGI) tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota tahun 2021, prevalensi balita stunted menurut provinsi, ssgbi 2019 dan ssgi 2021 di jawa timur pada tahun 2019 adalah 26,9 % dan pada tahun 2021 turun menjadi 23,5 % (turun sebesar 3,4%).

Angka tersebut masih jauh dari target nasional prevalensi stunting yang harus dicapai pada tahun 2024 sebesar 14 % dimana angka nasional prevalensi stunting tahun 2021 baru turun menjadi 24,4 % dari 27,7 % pada tahun 2019 (penurunan sebesar 3,3 %).

” Salah satu penyebab stunting adalah adanya pernikahan dini atau perkawinan anak. Dimana perkawinan ini dilakukan oleh calon pengantin yang masih dibawah umur, yaitu umur dibawah 19 tahun,” jelasnya.

Sigit menerangkan, bahaya stunting penting untuk diwaspadai karena dapat mengakibatkan hal-hal buruk pada anak. Secara fisik, tumbuh kembang tidak seimbang, seperti tinggi badan dibawah rata-rata atau lebih pendek, kemampuan intelektualnya tidak optimal dan lebih rendah daripada anak-anak dengan gizi baik, saat dewasa berpotensi ada gangguan metabolisme seperti diabetes dan hipertensi.

” Perlu mendapat perhatian karena mengakibatkan tidak optimalnya pertumbuhan anak dan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (sdm) dan indeks pembangunan manusia (ipm),” jelasnya.

Sigit menambahkan, untuk menurunkan angka prevalensi stunting ini perlu adanya komitmen bersama, kerjasama dan peran aktif dari berbagai pihak. Pemerintah menjadi faktor penting penentu arah kebijakan bersama masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan yang telah ditetapkan.

” Peran serta para stakeholder akan mempercepat penurunan angka prevalensi stunting ke depan, disini kerjasama, koordinasi dan sinkronisasi diperlukan dalam pelaksanaan upaya pencegahan dan penanganan stunting,” pungkasnya. [bas.gat]

Tags: