Cerita Peserta Pelajar Asal Papua Ikuti Afirmasi Pendidikan di Jatim

Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menerima peserta didik asal Papua penerima program Adem di Jatim. [Adit Hananta Utama]

Keluarga di Jayapura Sempat Cemas, Siswa Yakinkan Tetap Aman
Kota Surabaya, Bhirawa
Jawa Timur menjadi salah satu provinsi yang menjadi tujuan cukup banyak anak-anak Papua menempuh pendidikan. Mulai dari jenjang pendidikan menengah hingga ke perguruan tinggi. Kerusuhan yang terjadi baru-baru ini, tak urung membuat keluarga di Papua pun turut cemas.
Johana Elvani merasa bersyukur dirinya mendapat kesempatan untuk mengikuti program Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem) sehingga dapat bersekolah di Jatim. Sudah tiga tahun berjalan, Johana kini duduk di bangku kelas XII SMA Immanuel, Kota Batu.
Prihatin, itulah yang dia rasakan setelah mendengar sejumlah kerusuhan terjadi di Surabaya maupun Papua. Tak terkecuali orangtua Johana yang sempat gelisah karena mencemaskan kondisinya. “Dua hari lalu orang tua menghubungi. Tanya kabar dan kita jelaskan kalau kondisinya aman-aman saja selama di sekolah,” tutur Johana, saat ditemui di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Rabu (21/8).
Johana mengakui, selama belajar di Jatim dia tidak pernah merasakan diperlakukan berbeda. Sebaliknya, dia justru senang karena dapat bertemu dengan anak sebayanya dari Sabang sampai Merauke. Ada yang datang dari Sumatera, Sulawesi, Maluku dan daerah-daerah lainnya.
“Kita mendapat fasilitas yang sangat baik di sekolah ini. Khususnya untuk menyalurkan minat bakat melalui ekstrakurikuler,” tutur alumnus SMPN 2 Jayapura. Untuk mengikuti materi pelajaran, lanjut dia, tak jarang dia dibantu teman jika ada tugas yang sulit dipahami. “Teman-teman selalu membantu kami,” kata dia.
Hal senada diungkapkan Simon petrus yang kini duduk di kelas XI SMA Immanuel. Dia berhasil mengikuti program Adem setelah lolos seleksi dengan tes IQ dan tes mata pelajaran. Selama mengikuti program tersebut, Simon mendapatkan fasilitas pendidikan lengkap dengan uang saku dari pemerintah. “Orang tua juga tanya bagaimana kondisi di Kota Batu. Tapi mereka mengerti dan tidak khawatir lagi setelah kami menjelaskan bahwa situasinya aman dan baik-baik saja,” tutur Simon.
Simon mengakui, selama mengikuti program ini kesan menyenangkan selalu dia rasakan. Sebab, dia merasa telah mendapatkan pendidikan yang baik. Hal itu juga didukung dengan iklim pendidikan yang kondusif. Karena tidak ada di antara para siswa yang saling membedakan asal sukunya dari mana. “Kita difasilitasi mulai dari ekstrakurikuler, bimbingan belajar, asrama, uang sakunya lancar semua. Semua ditanggung pemerintah,” ungkap Simon yang juga alumnus SMPN 2 Jayapura tersebut.
Di Gedung Negara Grahadi, kedua siswa tersebut diantar Plt Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Hudiyono dan diterima secara langsung oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa. Hudiyono mengungkapkan, Pemprov Jatim dipercaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk melaksanakan program Adem. Tahun ini, tercatat ada 473 penerima program Adem bersekolah di 50 SMA/SMK se Jatim yang tersebar di 10 kabupaten/kota.
“Sebagian besar dari penerima program Adem ini melanjutkan ke program Adik (Afirmasi Pendidikan Tinggi). Hal itu karena mereka kerasan, aman dan nyaman belajar di Jatim,” tutur Hudiyono.
Dijelaskannya, selain pelajar asal Papua, Adem juga menerima peserta didik dari berbagai wilayah terpencil di Indonesia. Mereka terbagi dalam program Adem 3T, Adem Papua, Adem 3T Papua dan Adem repatriasi yang sasarannya adalah anak dari Pekerja Migran Indonesia (PMI).
Sebelumnya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa telah menegaskan, pihaknya menjami anak-anak Papua akan aman dan dapat melanjutkan pendidikannyadi seluruh perguruan tinggi maupun sekolah di Jatim. Semangat ini, menurut Khofifah juga telah tertuang pada Salah satu nawa bhakti satya yakni Jatim Harmoni.
Karena itu, jika terjadi dinamika maka ditarik pada equilibrium dynamic. Sebab itu, harus ada penyeimbang-penyeimbang di antara dinamika-dinamika yang terjadi. Salah satunya ketika momentum 17 Agustus ini menjadi kesempatan untuk saling memanggil memori, yang disebut kita adalah Indonesia.
“Oleh karena itu saya mengajak, internal ini harus dibangun konsolidasinya final. Ayo kita sampaikan kepada dunia, siapapun yang hidup di Jatim harus mendapatkan perlindungan yang baik. Ada kesetaraan perlakukan untuk seluruh warga bangsa, termasuk warga dunia,” ungkap Khofifah. [Adit Hananta Utama]

Tags: