Cerita Sejarah, Nama dan Tugu Mantup yang Heroik di Masa Penjajahan

Benda cagar budaya yang memiliki nilai sejarah penting dimasa silam tetap dirawat oleh anggota TNI Koramil Mantup dan warga sekitar. [alimun hakim]

Ada ‘Pasukan Kuda Putih Mayangkara’ hingga Kata Mantup Berasal dari Amantubillahi
Kab Lamongan, Bhirawa
Setiap daerah memiliki cerita sendiri-sendiri yang unik. Termasuk cerita heroik yang dilakoni masyarakat di Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Karena kisahnya yang sangat heroik itu, soal nama dan cagar budaya di Mantup menjadi nilai sejarah yang bisa menjadi teladan generasi penerus.
Kecamatan Mantup secara geografis berada di wilayah selatan Kabupaten Lamongan. Di wilayah ini memiliki bukit bernama Mayangkara. Daerah ini dulu saat masa penjajahan menjadi daerah yang diperebutkan oleh Belanda.
Untuk menjaga kedaulatan agar tidak jatuh ke tangan penjajah Belanda, masyarakat Mantup lantas membuat sebuah gerakan khusus bernama pasukan berkuda. Pasukan khusus ini dipimpin oleh seorang tokoh Mantup bernama P Jarot.
“Sejarah Mayangkara pada masa penjajahan Belanda, daerah Mantup diperebutkan Belanda. Mungkin Belanda menilai daerah ini sangat strategis. Untuk mempertahankannya, maka dibentuklah sebuah gerakan atau pasukan berkuda yang dipimpin P Jarot,” ujar Danramil 0812/09 Koramil Mantup, Kapten Arm Yudhi Kurniadi, Minggu (14/2) lalu.
Pasukan khusus yang dibentuk tersebut menunggang kuda putih. Kemudian pasukan tersebut diberi nama ‘Pasukan Kuda Putih Mayangkara’. Setiap melakukan gerakan, pasukan tersebut selalu menerikkan kalimat ‘Amantubbillahi’ yang artinya percaya kepada Allah. Semboyan ‘Amantubbillahi’ inilah yang menjadi asal muasal Mantup yang kini menjadi daerah Mantup.
“Semboyan itulah yang selalu diucapkan pasukan kuda Mayangkara. Mereka semua percaya akan pertolongan Allah. Mereka semua percaya akan adanya Allah. Mereka yakin bahwa Allah itu Maha Kuasa,” ungkapnya.
Berkat kegigihan dan semangat masyarakat bersama ‘Pasukan Kuda Putih Mayangkara’ tersebut, kata Danramil, akhirnya mereka berhasil mengusir pasukan Belanda dari wilayah Mantup. “Perjuangan masyarakat Mantup tak sia-sia. Belanda akhirnya keluar dari daerah Mantup,” katanya.
Sementara itu, terkait sejarah perkembangan Islam di daerah Kecamatan Mantup, Danramil menceritakan, dulu Sunan Giri mengutus muridnya yang bernama Mbah Yai Sido Margi untuk menyebarkan Islam di daerah Mantup.
“Jika kita hubungkan kedua cerita tersebut, mungkin berkat ajaran Mbah Yai Sido Margi itulah pasukan ‘Kuda Putih Mayangkara’ mengerti akan kalimat Amantubbillahi, sehingga dapat memompa semangat pasukanya,” ujarnya.
Menurut Danramil, nilai-nilai sejarah tersebut kini terus mengalir kepada para pemuda desa setempat dan masyarakat umum sekitar. Cagar budaya berupa tugu dijaga sebagai simbol perjuangan masyarakat dalam mempertahankan wilayah dan dalam menyebarkan ajaran Islam.
“Di setiap cagar budaya, terdapat kisah yang menjadi daya tarik bagi banyak orang. Maka Koramil 0812/09 Koramil Mantup mengajak warga Desa Mantup untuk mengadakan karya bakti pembersihan Tugu Pahlawan Mayangkara tersebut,” terang Danramil.
Tugu Mayangkara yang memiliki nilai sejarah itu, saat ini juga dipakai lambang atau simbol satuan yang ada di wilayah Kabupaten Mojokerto, yakni Yonif Para Raider 503/Mayangkara, yang berkedudukan atau Bermarkas di Mojosari, Mojokerto. Mulanya bernama Batalyon Infanteri Lintas Udara 503/Mayangkara. [alimun hakim]

Tags: