Cerita Sri Setiyowati, Pasien Sembuh Positif Covid-19

Sri Setiyowati saat masih dirawat di RSUD dr Soetomo Surabaya. Setelah menjalani perawatan selama 17 hari dia dinyatakan sembuh dari Covid-19.

Sempat Divonis Memburuk, Sembuh Berkat Dukungan, Semangat dan Optimis Sehat
Kota Surabaya, Bhirawa
Dunia seakan kiamat saat di hari ulang tahunnya dia mendapat kado positif Covid-19. Air mata seolah menjadi teman hari-hari suram kala itu. Stres, sedih dan tangis berpadu menjadi satu. Tapi berkat doa, dukungan dan semangat akhirnya menjadikannya negatif Covid-19. Seperti apa kisah inspiratifnya hingga ia bisa negatif Covid-19 ?.
Dia adalah Sri Setiyowati, salah seorang pedagang ayam di Pasar Keputran, Kota Surabaya. Watik, sapaan akrab Sri Setiyowati, bercerita, mulai terasa seperti terkena flu, badan rasanya sakit semua, lemas dan demam mulai Minggu sore, 26 April. Tak hanya itu, dia juga merasa ingin tidur terus dan keringat dingin keluar dari tubuhnya.
Mengetahui kondisi tubuhnya yang drop itu, Watik mencoba menghubungi teman-teman sekolahnya yang menjadi dokter. Dia disarankan untuk istirahat dan minum obat. Esok harinya, kondisi Watik tidak berubah. Badannya masih panas dan kehilangan selera makan. “Akhirnya saya memberanikan diri cek lab. Hasilnya saya masih baik-baik saja,” ujarnya.
Memasuki hari ketiga, batuk mulai menyerang Watik. Meski sudah minum obat, batuk tersebut tak ada tanda-tanda berkurang. Lantas Watik melakukan inisiatif foto rontgen. Hasilnya cukup mengejutkan. Paru-parunya dipenuhi flek. Kemudian dia melakukan rapid test di rumah sakit swasta dan hasilnya negatif.
Karena batuknya tak kunjung sembuh, Watik foto rontgen lagi di lab berbeda sekadar ingin membandingkan hasilnya. “Ternyata flek pada paru-paru saya semakin bertambah parah. Nafas mulai tersengal-sengal saat bicara. Langsung saat itu juga saya masuk UGD disalah satu rumah sakit swasta di Surabaya, dan dinyatakan harus opname,” tuturnya.
Selama opname, Watik memakai selang oksigen, tidak boleh dijenguk atau didampingi siapapun. Sebab hasil foto rontgen dirinya menunjukkan indikasi terkena positif Covid-19. Kemudian watik memberanikan diri melakukan tes swab pertama di rumah sakit swasta tersebut. Pada 3 Mei dia dirujuk ke RSUD dr Soetomo karena kondisinya semakin memburuk.
Tepat dihari ulang tahunnya, 5 Mei 2020, Watik mendapat kado yang tidak pernah akan dilupakan seumur hidupnya. Hasil tes swab menyatakan dirinya positif Covid-19. “Saya menangis sejadi-jadinya. Saya marah ke diri sendiri. Saya marah karena saya akan membuat keluarga ikut menderita atas penyakit saya. Saat itu, yang saya pikirkan hanya anak-anak, juga suami yang pada waktu saya sakit dia selalu setia disisi saya,” ungkapnya.
Hati Watik sedikit lega, setelah anak-anaknya dan suaminya dalam kondisi baik. Pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya langsung turun tangan memberikan tindakan pencegahan, saat mengetahui Watik positif Covid-19. Seperti melakukan penyemprotan disinfektan di lingkungan perumahannya dan memberikan tes swab gratis kepada anak-anak dan suaminya.
“Saat hasil swab saya positif Covid-19, saya langsung daftar ke Dinkes Surabaya jika saya pasien positif Covid-19. Pihak Puskesmas Kebonsari langsung melayani suami dan anak-anak untuk tes swab di RS Husada Utama. Tesnya gratis dan hasilnya negatif. Meski negatif,anak-anak dan suami tetap melakukan isolasi mandiri di rumah,” ungkapnya.
elama anak-anak dan suami isolasi mandiri di rumah itu, jelas Watik, pihak Pemkot Surabaya akan memberikan bantuan permakanan dan vitamin. Namun bantuan permakanan ditolaknya karena bantuan dari tetangga sangat melimpah. Tetangga-tetangga Watik sangat memiliki kepedulian tinggi, dengan mengirimkan bahan-bahan makanan setiap hari. Mulai sayuran, mie instan, telur dan kebutuhan pokok lainnya.
“Alhamdulillah tetangga dan lingkungan perumahan tidak mengucilkan. Justru mereka memberikan dukungan penuh. Lingkungan perumahan saya tidak apatis. Mereka memiliki empati yang tinggi. Kondisi itu pula yang membuat saya tenang dan tetap semangat,” katanya.
Pemkot Surabaya setiap sore hari juga melakukan menyemprotan disinfektan. Tak hanya di rumah Watik, tapi diseluruh komplek perumahannya. “Pemerintah sangat cepat dan tanggap. Selama pengobatan di RSUD dr Soetomo juga gratis tidak ada biaya apapun,” jelasnya.
Setelah empat hari dirawat di RSUD dr Soetomo, Watik rutin meminum obat-obatan, vitamin, madu dan menu yang sehat, badan Watik mulai merasa segar. Infus yang menempel sudah dilepas, nafsu makan kembali normal. Tapi disaat kondisi fisiknya mulai membaik itu, Watik mendapat info jika hasil lab menunjukkan hal yang berbeda. Watik divonis semakin memburuk, sehingga harus dipindah ke ruang ICU khusus Covid-19.
Saat dokter spesialis paru melakukan kunjungan, dokter melakukan pengukuran pemakaian oksigen dan mengatakan pemakaian oksigennya normal. Dokter pun merasa aneh dengan ketidaksesuaian antara hasil lab dengan kondisi real fisik Watik.
“Menurut dokter spesialis paru yang menangani saya, fisik saya memang sudah sembuh, fit dan tidak ada sesak nafas. Namun jika melihat hasil lab harus dipindah di ICU Covid-19. Beliau juga bilang memindahkan saya ke ruang ICU Covid-19 hanya akan menambah saya semakin drop karena stres,” ujar Watik.
Setelah seminggu dirawat, ternyata tidak jadi dipindah karena laporan lab semakin hari semakin membaik. Kondisi ini dikabarkan kebanyak orang. Terutama kepada keluarga, anak-anak, suami, mertua dan ayahnya.
“Teman-teman dokter tak henti menyemangati saya. Ayo, kamu pasti bisa melawan Covid-19. Saya pun terus terpacu karena ingin segera bertemu anak-anak dan suami. Berulang-ulang saya ucapkan dalam hati bahwa saya harus sembuh. Saya harus kuat. Saya harus optimis. Saya tidak boleh menyerah,” ungkapnya.
Suster-suster di ruang isolasi saat masuk, kata Watik, juga selalu mengangkat tangan memberi kode semangat. “Semangat ya Bu. Saya pun menjawab, siap suster. Terima kasih,” ujarnya.
Setelah dirawat selama 17 hari di RSUD dr Soetomo, tepatnya pada Minggu 17 Mei 2020, Watik dinyatakan sembuh dari Covid-19 setelah hasil swab kelima dan keenam hasilnya negatif. “Alhamdulillah. Saya tiada berhenti bersyukur. Saya menangis gembira campur aduk pokoknya. Terima kasih buat teman-teman dokter yang dengan telaten memantau kondisi saya. Saya juga sampaikan terima kasih teman-teman alumni sekolah yang terus memberikan semangat lewat group WhatsApp agar saya tetap optimis bisa sembuh dan tidak menyerah,” tandasnya. [Zainal Ibad]

Tags: