Cerita Suminto, 23 Tahun Idap Tumor Ganas

Suminto telah lama menderita tumor dibagian lehernya. Ia berharap ada uluran tangan demi kesembuhan penyakit yang diderita selama 23 tahun. [sawawi]

Hidup dari Berjualan Nasi, Tak Punya Dana untuk Berobat dan Operasi
Kab Situbondo, Bhirawa
Tak ada senyum bahagia dari raut wajah Suminto, pria tua asal Desa Sumberwaru, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo. Maklum, pria yang kini telah berusia 63 tahun itu divonis menderita tumor ganas pada bagian lehernya. Yang lebih ironis lagi, derita Suminto ini sudah berjalan cukup lama yakni 23 tahun. Selain tak punya dana untuk operasi, Suminto hanya mengandalkan berjualan nasi yang dilakukan istrinya demi mencukupi kebutuhan kesehariannya.
Kala itu, Suminto dengan tubuh yang sudah tidak tegak lagi sedang duduk didekat seorang pembeli nasi langganan tetapnya. Suminto dengan postur tubuh yang pendek, membantu memasukkan aneka macam bahan nasi yang di jual istrinya. Ada sayur lodeh, sayur bening, sayur sop dan nasi pecel.
Suminto rela ikut melanjutkan usaha kecil-kecilan yang sudah lama dirintis isteri kesayangannya. Tiap hari dengan kondisi leher yang kian membesar akibat terserang tumor, Suminto rela membantu isterinya usai berbelanja ke pasar terdekat. “Ya, saya jalani hari hari seperti ini. Semoga hidup saya berkah,” aku Suminto pasrah.
Akhir-akhir ini, aku Suminto, tumor yang awalnya jinak kini benjolannya kian membesar di bagian lehernya. Bahkan, kadangkala benjolan itu mengeluarkan darah. Suminto, yang asli warga Desa Sumberwaru, Banyuputih itu terpaksa harus bergantung kepada usaha sang isteri. Sebab, Suminto kini sudah tidak kuat bekerja lagi akibat tumor yang puluhan tahun dideritanya. “Penyakit ini (tumor) sudah cukup lama saya derita. Kalau tidak salah sejak tahun 1995 silam. Saya pasrah, karena untuk melakukan bedah operasi belum cukup memiliki dana,” tutur Suminto.
Semakin hari, kondisi Suminto semakin miris. Bagaimana tidak, penyakit tumor yang dialaminya semakin berat dipikul di lehernya. Akibat penyakitnya itu, Suminto tidak bisa bekerja dan apalagi menghidupi keluarganya. Beruntung, sang isteri mempunyai usaha warung di pinggir jalan. “Dari hasil kerja keras isteri, alhamdulillah saya bersama keluarga masih bisa menyambung hidup. Meski dengan kondisi ekonomi yang serba pas-pasan,” terang Suminto.
Sutomo, salah satu kerabat dekat Suminto mengakui, munculnya benjolan di leher Suminto awalnya masih kecil. Lambat laun, benjolan itu semakin membesar hingga tembus kebagian telinga. Padahal benjolan tersebut, aku Sutomo, sempat di periksakan di salah satu klinik di Banyuwangi. Namun upaya keras Suminto, aku Sutomo, hingga saat ini belum membuahkan hasil yang membanggakan. “Hingga saat ini penyakit tumor Suminto tak kunjung sembuh. Kami hanya bisa membantu seadanya,” aku Sutomo.
Sutomo menambahkan, penyakit tumor bersarang di leher Suminto sekitar tahun 1995. Berawal dari benjolan yang hanya sebesar ukuran kelereng, lalu lambat laun semakin membesar. Ketika ditanya, Suminto mengaku terus terang penyakit yang diidapnya itu tergolong jinak. “Makanya, awal dahulu dia (Suminto) tenang saja karena benjolannya masih kecil. Dia juga mengakui penyakitnya masih katagori tumor jinak,” papar Sutomo.
Yang paling memprihatinkan, lanjut Sutomo, penyakit tumor Suminto mengeluarkan darah jika sudah kontraksi. Dari benjolan sebelah kanan lehernya terus menerus mengeluarkan darah. Sutomo ikut prihatin dan ikut berempati, karena darah yang keluar dari lobang lehernya jumlahnya tidak sedikit. Bahkan saat darah keluar harus ditutup. Sebaliknya jika tidak ditutup, ujar Sutomo, darahnya akan terus mengalir. “Itu bisa menyebabkan kekurangan darah. Sehingga yang bersangkutan menjadi lemas. Makanya harus dihentikan aliran darahnya,” ulas Sutomo.
Hanya saja, menurut Sutomo, setelah keluar darah, dibagian benjolan leher Suminto akan menjadi lunak. Padahal, disaat hari hari biasa benjolan leher Suminto terkadang sangat keras dan tidak mengeluarkan darah. Sutomo menandaskan, sebelum sakit, Suminto bekerja sebagai buruh tani dan sesekali mencari kayu bakar di hutan. “Namun sejak sepuluh tahun belakangan ini, kegiatan mencari kayu dan buruh tani sudah tidak ia jalani karena terganggu oleh penyakit tumor dilehernya,” pungkas Sutomo.
Istri Suminto, Minah, hanya bisa prihatin dan meratapi penyakit tumor yang diderita suaminya. Minah, juga tak bisa memeriksakan penyakit suaminya, karena keterbatasan dana. Jangankan untuk melakukan bedah operasi, urai Minah, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ia harus banting tulang seorang diri. Minah harus berjualan nasi di emperan jalan demi untuk memenuhi kebutuah hidup bersama suaminya. “Ya adanya cuma begini (berjualan nasi). Saya pasrah sama Sang Ilahi. Semoga penyakit suami saya segera sembuh,” harapnya. [sawawi]

Tags: