Ceritakan Pahit Getir Anak Pinggiran Menjemput Impian

Kusnan alias K'Nan menunjukkan buku pertamanya berisi kumpulan cerpen 'Mimpi Anak Pinggiran'.

Kusnan alias K’Nan menunjukkan buku pertamanya berisi kumpulan cerpen ‘Mimpi Anak Pinggiran’.

Kota Surabaya, Bhirawa
Setiap orang punya pengalaman hidup yang bisa dijadikan cerita menarik untuk ditulis.  Masa kecil Andrea Hirata barang kali bukan satu-satunya kisah yang paling memilukan di antara jutaan kisah anak lainnya di masa itu. Kenyataannya, dengan sastra yang apik kisah itu dapat dinikmati banyak orang dalam bentuk novel Laskar Pelangi yang laris manis di pasaran. Seperti Andrea Hirata, K’Nan juga sosok penulis baru yang berhasil mengurai masa kecilnya dalam kisah ‘Mimpi Anak Pinggiran’.
‘Kok tangane seng sepatunan’ (Kok tangannya yang pakai sepatu).
‘Enggeh wau dalu udan deres, sepatune mboten saget didamel’ (Iya, tadi malam hujannya deras, sepatunya tidak bisa dipakai).
Dialog itu terucap oleh seorang petani yang keheranan mengapa seorang pelajar berjalan dengan menenteng sepatu. Sebab sepatu itu semestinya digunakan di kaki, bukannya di tangan. Seorang pelajar yang bernama Ananta itu dengan sangat sopan menjelaskan kondisi jalan yang dia lewati tidak memungkinkan untuk memakai sepatu. Becek dan penuh lumpur karena hujan semalaman.
Adegan tersebut merupakan penggalan salah satu kisah yang diceritakan K’Nan dalam buku kumpulan cerpennya ‘Mimpi Anak Pinggiran’. Sedangkan sosok pelajar yang diperankan Ananta dalam kisah itu tak lain adalah K’Nan sendiri. Lahir di Desa Bareng, Kecamatan Ngasem, Bojonegoro. Desa yang terletak di tengah hutan, jauh dari jalan raya, dan akses masuk hanya bisa dicapai dengan sepeda pancal. Itu pun hanya saat musim kemaru.
Langkah K’Nan menjadi penulis dimulai dari jalan setapak yang dia lewati saat berangkat dan pulang sekolah dulu. Dia rasakan betul pahit getirnya menjadi pelajar yang berasal dari pelosok desa. Jarak dari rumah ke sekolah sejauh tiga kilometer dan hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Itu dijalaninya selama 12 tahun sejak SD hingga duduk di bangku SMKN 1 Ngasem, Bojonegoro.
“Banyak orang mengatakan usaha saya ke sekolah akan sia-sia saja. Toh akhirnya akan menjadi petani di desa,” kata dia.
Beberapa dari temannya sudah termakan paradigma itu. Mereka berhenti sekolah setelah lulus dari bangku SD atau SMP, lalu memilih bekerja mencari uang. Sedangkan dia, tetap bertahan menempuh jalan selama 45 menit sampai satu jam setiap hari untuk berangkat dan pulang sekolah.
“Suatu kali saya pernah mengirim surat ke bupati agar akses jalan menuju desa saya diperbaiki dan dialiri listrik,” kata dia.
Di desanya sebenarnya sudah ada lampu yang menyala. Tapi itu menyambung dari warga yang rumahnya dekat dengan jalan raya. Kabel untuk menyambung aliran listrik pun sangat tak sesuai. “Harga kabel yang dipakai itu harganya hanya seribu per meter. Setiap musim kemarau pasti mengganti dengan yang baru,” kata dia.
Dia selalu yakin, perjalanannya menuju sekolah waktu itu akan dapat mematahkan paradigma kuno tentang pendidikan bagi orang desa. Hingga saat ini K’Nan mampu melanjutkan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya. Baginya yang lebih menggembirakan adalah dapat menerbitkan kumpulan cerpen yang terdiri dari sebelas judul. Sepuluh judul berupa cerpen dan satu berupa puisi. “Sebenarnya sampai sekarang juga masih jalan kaki untuk ke kampus,” celetuknya bercanda.
Butuh waktu setahun bagi mahasiswa yang baru duduk di semester enam prodi Ilmu Administrasi Negara ini untuk merampungkan bukunya. Mulanya satu cerpen yang dia tulis hanya untuk diikutkan lomba saja. Ternyata dia berhasil memenangkannya dan berinisiatif untuk memperbanyak menjadi kumpulan cerpen. “Saya mulai menulis itu Juni 2013 dan terbit bukunya 23 Juni 2014. Proses menulis sebenarnya hanya enam bulan. Enam bulan lagi proses menunggu penerbitannya,” tutur dia.
Nama K’Nan hanyalah nama pena yang dia terima atas pemberian Dekan FISIP Untag. Sedangkan nama aslinya hanya pendek, Kusnan. Sederet penulis dia idolakan sebagai inspirasi dan motivasi, seperti Andrea Hirata, Sinta Yudisia dan Asma Nadia. Meski baru dicetak oleh penerbit indie, K’Nan yakin suatu saat dia bisa menjadi idola banyak peminat cerpen dan novel. “Sekarang sedang menulis novel. Sudah hampir 90 persen selesai. Mudah-mudahan bisa diterbitkan lagi,” kata dia.
Bakat menjadi penulis memang terdapat pada diri K’Nan. Dia menyukainya sejak duduk di bangku SD, meski saat duduk di bangku SMK dia mengambil jurusan Geologi Pertambangan. Bakat itu, selain dibuktikan dalam bentuk buku juga telah menorehkan sejumlah prestasi. Di antaranya ialah pemenang lomba Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia pada 2014 dan favorit di Lomba Menulis Cerpen Remaja (LMCR) tahun 2013. “Saya ingin segera masuk dalam anggota Forum Lingkar Pena (FLP). Anak pinggiran juga berhak mempunya karya dan menjadi sukses,” pungkas dia. [tam]

Tags: