Cermat “Membaca” Cuaca

Hujan es menjadi fenomena mengiringi anomali cuaca. Butiran es makin sering turun di seluruh daerah, termasuk di Surabaya. Fenomena ini, diyakini bagai cumputerized sistemik planet bumi. Dianggap sebagai sunnatullah. Daerah lain, Karawang (Jawa Barat) serta Rokan Hulu (Riau) dan Lanny Jaya (Papua) mengalami lebih ekstrem. Biasanya, hujan es disertai angin kencang dan puting beliung.
Stasiun Meteorologi Klas I Juanda, beberapa saat sebelum hujan es telah merilis perkiraan cuaca. Yakni, hujan deras disertai petir dan angin kencang di beberapa kawasan Surabaya. Awan cumulus-nimbus sudah menggelayut sejak lepas waktu shalat ashar. Hujan es menimpa kawasan barat dan selatan Surabaya. Disambut dengan suka cita bagai fenomena indah, walau juga terjadi banjir tidak parah.
Namun hujan es (yang ekstrem) bisa berdampak pedih. Seperti terjadi pertengahan tahun 2015 lalu, merenggut sebelas jiwa di kabupaten Lanny Jaya (Papua). Suhu udara mencapai -2 (minus dibawah nol) derajat Celsius. Beberapa hewan ternak juga mati kedinginan. Di pegunungan Papua, hujan es sering terjadi, bagai memiliki siklus periodik (lima tahunan). Musim hujan saat ini bisa datang lebih kerap.
Hujan es juga alami Rokan Hulu (Riau) bulan Agustus. Sebenarnya belum saatnya musim hujan. Namun dampaknya (hujan es) positif untuk membersihkan udara yang pekat diselimuti kabut asap pembakaran lahan. Jarak pandang menjadi terang benderang. Walau beberapa rumah mengalami kerusakan pada bagian atap (genting) serta parabola yang jebol. Hal yang sama juga terjadi di kabupaten Kerawang, beberapa atap rumah terangkat angin puting beliung.
Konon hujan es, tidak dapat diprediksi. Walau butiran es merupakan bagian dari awan cumulus-nimbus. Dan sebenarnya, butiran es tersimpan jauh di atas ketinggian lebih dari 5000 meter di atas permukaan tanah. Seharusnya, sudah mencair tergesek oleh udara sebelum sampai di permukaan tanah. Jika tidak mencair, maka bisa dipastikan butiran es lebih padat dan lebih besar. Dampak yang ditimbulkan tidak parah.
Tetapi angin kencang (dan puting beliung) yang menyertai awan cumulus-nimbus, patut lebih diwaspadai. Di Surabaya dan Sidoarjo, banyak pohon tumbang. Termasuk di tol, menyebabkan kemacetan panjang. Beberapa tiang listrik juga roboh. Sehingga senantiasa perlu kewaspadaan di jalan. Selain tumbang, angin kencang (kecepatan sampai 65 kilometer per-jam), bisa menggoyang kemudi. Kendaraan bisa lepas kendali.
Di kawasan pesisir angin berhembus lebih kencang. Beberapa perairan (selat Kangean, Sumenep, Madura) ditutup untuk pelayaran. Selat Madura bagian selatan diberlakukan buka-tutup. Rute tersebut biasa melayani penyeberangan dari Jawa Timur (bagian timur) ke Madura, serta sampai NTT. Di selat Bali telah sering diberlakukan buka-tutup manakala terdeteksi angin kencang.
Dua perairan (selat Madura dan dan selat Bali) merupakan kawasan paling sering dilanda bencana angin kencang. Badai sering datang tiba-tiba, diluar dugaan. Banyak pelayaran terjebak (terlanjur) di tengah laut, menyebabkan tragedi banyak kapal tenggelam. Korban jiwa (berombongan) tak terhindarkan. Sehingga diperlukan kecermatan otoritas pelabuhan (terutama pelabuhan rakyat). Aktif menyebarluaskan suasana cuaca.
Nakhoda kapal juga ekstra-waspada. Tidak perlu melaut manakala terlihat awan comulus-nimbus.
Kendala cuaca ekstrem biasanya menyebabkan kelambatan pasokan (distribusi) bahan pangan. Antaralain angkutan sapi pedaging (dari Mataram NTB, dan Madura). Ikan laut (hasil tangkap) niscaya mengalami kelangkaan, karena tiada nelayan yang berani melaut. Industri ikan kemasan kaleng paling terdampak, bisa mengurangi ekspor.
Suasana alam dapat menjadi bencana. Sekaligus menjadi pertanda semakin buruknya perilaku sosial komunal. Namun diyakini, bencana dapat pula dicegah dengan perilaku meningkatkan ke-shaleh-an sosial.

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: