Covid-19 Menguatkan Peran Keluarga

Oleh:
M. Maghfur Qumaidi
Penulis adalah Guru MTsN 7 Kediri dan Ketua Umum IPP Jatim.

Tanpa disangka sebuah tragedi telah melanda dunia. Virus mematikan yang diperkirakan tidak hadir di Indonesia, faktanya telah menyusup di sela-sela kehidupan manusia, tanpa memandang kasta atau stratifikasi sosial. Covid-19 telah mengubah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat. Drama politik pun dimulai, polemik yang terkait dengan kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah seakan menjadi babak baru, dan menjadi tontonan menarik di tengah rasa was-was masyarakat akan penyebaran penyakit mematikan yang semakin merajalela.

Dunia pendidikan juga terkena imbas sehingga harus mengubah pola pembelajaran yang biasanya bertatap muka di ruang kelas, kini harus face to face melalui media. Lembaga pendidikan berusaha mengadaptasi sesuai dengan kemampuan. Berbagai strategi disiapkan agar pembelajaran tetap berlangsung, mulai yang hanya menggunakan whatsApp untuk mengirim tugas pada peserta didiknya, hingga menggunakan video call atau aplikasi lain, yang bisa mempertemukan guru dan peserta didik walaupun dalam kondisi yang berjauhan. Rapat-rapat pun menggunakan telecoverence. Demikian pula ketika bertatap muka langsung dengan teman sejawat, seperti melihat orang asing, mereka hanya beradu pandang dengan punuh prasangka dan khawatir tertular virus corona.

Harus diakui virus tersebut membawa hikmah dan mengingatkan, bahwa mendidik merupakan tugas dan tanggungjawab bersama, bukan hanya pranata pendidikan. Selama ini seolah-olah mendidik adalah tugas dan tanggungjwab pratana pendidikan, sedangkan pranata keluarga hanya menerima hasil dari proses pendidikan yang dilaksanakan oleh pranata pendidikan. Padahal keluarga lah yang sebenarnya memberikan kontribusi besar dalam melakukan transformasi nilai-nilai yang dianut dan diharapkan, sedangkan pranta pendidikan berfungsi sebagai pendukung terhadap harapan-harapan keluarga. Karena tugas pranata pendidikan yang sebenarnya adalah mengembangkan potensi dalam diri seseorang, dan membantu menyiapkan status sosial seseorang.

Dalam konteks sosial, keluarga bukan hanya menjalankan fungsi manifes untuk mengatur reproduksi dan pelanjut keturunan. Namun, juga melaksanakan fungsi untuk menyiapkan anak-anak untuk menghadapi masa depannya. Orang tua merupakan aktor utama yang menyiapkan instrumen-instrumen dalam menyiapkan masa depan tersebut, termasuk nilai-nilai apa yang akan disosialisasikan dan bagaimana cara melakukan proses transformasi nilai-nilai tersebut. Berhasil atau tidak dalam proses transformasi juga sangat tergantung bagaimana kemampuan orang tua dalam dalam mensosialisasikan, sekaligus memfilter terhadap kontaminasi nilai-nilai dari luar yang keberadaanya belum tentu diharapkan.

Bagaimanapun pada era modern kondisi telah berubah, keluarga bukan satu-satu pranata murni yang menjadi wadah trasformasi nilai-nilai. Banyak institusi sosial dalam masyarakat yang terlibat di dalam dalamnya. Bahkan, hampir saja keluarga hanya tempat persinggahan. kontak antar anggota keluarga pun relatif minim, mungkin hanya beberapa jam saja. Anak-anak pada usia sekolah sejak pukul 06.00 WIB meninggalkan rumah, dan jam 15.00 WIB. Orang tua pun berangkat kerja dalam waktu yang sama, dan petang baru pulang, belum lagi bila orang tuanya menjalankan tugas-tugas kedinasan, atau kegiatan yang lain, praktis pertemuan antar anggota keluarga semakin dipersingkat. Terlebih bagi, anak-anaknya yang belajar di luar kota, selama proses pendidikan berlangsung, pertemuan anak dan orang tua mungkin hanya sebulan dalam sekali. Bukan hanya itu, pengasuhan anak pun dalam kondisi sosial tertentu sebuah keluarga menitipkan bayinya pada tempat penitipan, maka sejak saat itulah institusi lain ikut mengkontaminasi tentang nilai-nilai yang dianut institusi keluarga.

Perubahan sosial tersebut, memang tak bisa dihindari karena bagaimanapun keluarga juga harus menjalankan fungsi-fungsi lain, seperti fungsi ekonomi. Apalagi dengan adanya kesetaraan antara pria dan wanita. Sebelumnya fungsi ekonomi murni dijalankan oleh seorang suami, sedangkan istri lebih banyak pada pengasuhan anak, dan lebih dominan dalam melaksanakan fungsi pendidikan dalam keluarga. Kondisi itu, kini berubah, seorang ibu belum tentu melaksanakan fungsi tersebut secara total, karena tidak jarang penghasilan keluarga lebih dominan berasal dari istri. keadaan itulah yang menjadi salah satu pemicu, seorang istri berperan ganda, karena tidak semua fungsi sosial tidak dapat dijalankan oleh orang lain, termasuk suami.

Era Pandemi covid 19, peran mendidik telah kembali pada letaknya semula, yakni pendidikan benar-benar dimulai dari keluarga. Bahkan hampir 24 jam antara ayah, ibu, dan anak-anaknya lebih banyak bersama. Dengan adanya itu orang tua dapat menjalankan lebih dari dari satu peran dan fungsi. Bukan hanya melakukan fungsi sosialisasi terhadap nilai-nilai yang dianut. Namun, juga berfungsi dalam melakukan kontrol, dan evaluasi, sejauh mana keberhasilan nilai-nilai yang disosialisakan telah diimplementasikan oleh anak-anaknya, dan bagaimana peran pranata pendidikan dalam memenuhi harapan-harapannya.

Selama ini kontrol orang tua lebih ditekankan pada pengawasan tidak langsung, bahkan mungkin fungsi pengawasan itu terlepas. Informasi itu hanya diperoleh dari pengakuan anak secara sepihak, atau pihak-pihak lain. Sedangkan fakta yang sesungguhnya orang tua tidak banyak mengetahui. Itulah mengapa pernah ada kasus orang tua menganggap anaknya baik-baik saja, ternyata di sekolah bermasalah. Artinya bahwa informasi sepihak tentang seorang anak ketika di luar institusi keluarga tidak bisa menjamin, apakah nilai-nilai yang ditrasformasikan oleh orang tua berjalan dengan baik. Namun, dengan anak-anak berada di rumah, orang tua hampir 100% memegang kendali tentang keberadaan anak. Orang tua pun tahu bagaimana kondisi anak yang sesungguhnya. Apakah nilai-nilai yang sosialisasikan oleh keluarga benar-benar diterima oleh anak-anaknya, misalnya nilai-nilai agama benar-benar dijalankan, dan karakter anak-anaknya sesuai dengan nilai-nilai yang diharapkan.

Terlepas dari pengawasan tentang nilai-nilai yang dianut keluarga, orang tua juga dapat mengetahui sejauhmana proses keberhasilan transformasi pengetahuan yang dilakukan oleh pihak sekolah. Termasuk tentang kesulitan-kesulitan selama proses pembelajaran berlangsung, dan potensi-potensi yang memungkinkan untuk dikembangkan oleh anak-anaknya.

Itulah pemerintah, dengan tidak mengundur tahun ajaran, dan tetap melakukan pembelajaran berdasarkan zona sangatlah tepat, karena sesungguhnya pendidikan yang utama berasal dari keluarga, dan institusi sosial lain merupakan instrumen pendukung. Pendidikan sesungguhnya merupakan satu kesatuan yang utuh mulai dari keluarga sampai anak-anaknya menemukan masa depannya. “Salam Literasi”

Rate this article!
Tags: