Cross Culture, Kesempatan Emas Kenalkan Budaya Bangsa

Mahasiswa Asing Amerika yang dibawah Naungan Global International Exchange belajar tradisi Indonesia yaitu Ketupat.

Surabaya, Bhirawa
Salah satu cara memperkuat hubungan antar bangsa adalah dengan mempelajari dan menghargai budaya diantara keduanya, atau yang dikenal dengan lintas budaya (Cross Culture). Salah satunya yang dilakukan mahasiswa asing Amerika dibawah naungan Global International Exchange (GIE) ketika bertandang ke STIE Perbanas Surabaya.
Ketua yayasan STIE Perbanas Lutfie menyatakan jika cross culture memberikan pembelajaran yang lebih terbuka dari segi pemikiran mahasiswa.
“Mahasiswa tidak cukup pinter ilmu saja. Karena nantinya mereka juga akan belajar tentang kepercayaan diri dan mental dalam berkomunikasi” Ungkap dia.
Bagi orang asing, lanjut dia, salah atau pun tidak masyarakat Indonesia berkomunikasi mereka tidak pernah mempermasalahkan itu. Di samping itu, mahasiswa mulai memahami bahwa orang asing sangat mengapresiasi budaya lokal. “Misalnya tadi (Selasa) mereka diajarkan memakai jarik dan membuat ketupat. Dari itu membangun rasa bangga mahasiswa karena apresiasi yang diberikan orang asing kepada kita” lanjut dia.
Lutfi menuturkan jika hubungan antar bangsa harusnya saling menghargai antar bangsa. “Jangankan antar negara, antar daerah di Indonesia saja sudah sangat berbeda budaya dan tradisinya” sahut dia.
Ia berharap dengan semakin sering nya mereka bertatap muka dengan mahasiswa asing, akan mempermudah mereka dalam membuka kerja sama dengan universitas dari negara lain. Diakui Lutfi, saat ini STIE Perbanas Surabaya masih melakukan proses finalisasi pertukaran mahasiswa dengan salah satu kampus di Taiwan.
“Untuk saat ini yang sudah berjalan adalah Program Transfair Academic Awards yang sudah memasuki tahun ketiga. Dua mahasiswa STIE Perbanas Surabaya terpilih akan berangkat ke Utrecht University pada pertengahan bulan Juli mendatang” Pungkas dia.
Sementara itu bagi koordinator Global International Exchange (GIE), Mike O’quin jika pihaknya membawa sekitar 30 lebih mahasiswa Amerika untuk mengikuti safari budaya di Indonesia.
“Rombongan ini fokus pada jawa timur selama dua minggu, mereka mempelajari budaya di disini” kata dia.
Misalnya, lanjut dia, mereka pernah belajar di kampung-kampung dan mengikuti buka bersama ketika puasa bersama warga. Laki-laki yang pernah menetap di Malang selama 14 tahun ini menegaskan, jika pihaknya datang bukan sebagai turis. Melainkan sebagai pelajar yang membutuhkan banyak pengalaman dan pembelajaran dalam hidup mereka
“Mereka punya kesan yang luar biasa untuk masyarakat Indonesia. Mereka tidak kenal kita, tapi mereka menyambut kami dengan baik dan diajak buka bersama bareng dengan makanan khas yang mereka masak” Papar laki-laki yang kerap disapa Mr.Mike.
Mike menjelaskan, kehangatan yang tercipta dengan masyarakat Indonesia awalnya menuai polemik dari orangtua mahasiswa. Itu karena peristiwa bom yang menyerang kota Surabaya sebelum keberangkatan mereka.
“Saya berbicara tentang reputasi Indonesia. Saya tekankan bahwa masyarakat Indonesia, orang paling ramah di Indonesia” tutur dia.
Selain mempelajari budaya dan tradisi Indonesia, Mike mengungkapkan jika pihamnya juga mengajarkan tari Cotton-Eye, Joe Country yang merupakan tarian yang sering dilakukan masyarakat Meksiko dalam memperingati acara-acara non-formal.

Mahasiswa Asing Terkesan Diajari Buat Ketupat
Salah satu yang menjadi pelengkap pada momen hari raya Idul Fitri adalah ketupat dan opor. Dalam tradisi masyarakat Indonesia, ketupat menjadi hidangan wajib pada saat lebaran. Itulah yang disampaikan dosen bahasa inggris STIE Perbanas, Firda Juwita dihadapan puluhan mahasiswa Amerika yang berkunjung ke kampusnya. Firda Juwita menjelaskan jika membuat anyaman ketupat bukan lah sebuab hal yang mudah. Dibutuhkan ketelatenan, kesabaran dan ketekunan dalam membuatnya.
“Bikin anyaman ketupat ini bukan suatu hal yang mudah. Anak mudanya di Indonesia hampir tidak ada yang bisa membuatnya” Ungkap dia.
Kebiasaan konsumtif yang dimiliki generasi muda, lanjut dia, menjadi alasan utama mereka belum bisa menjaga warisan tradisi nenek moyangnya. Lain halnya dengan apa yang dilakukan mahasiswa asal Amerika, karena ini baru sehingga mereka membutuhkan keterampilan dalam pengerjaannya. “Dari segi keterampilan tangan mereka agak kesulitan dalam mengerjakannya” imbuh dia
Meskipun begitu, dia mengapresiasi antusiasme usaha mereka dalam mencari tahu pembuatan anyaman ketupat.
“Dari itu kita bisa tahu bahwa kesungguhan mereka dalam mempelajari budaya dan tradisi baru yaitu di negara Indonesia patut di apresiasi” tutur Firda Juwita.
Ketika kita melihat antusiasme orang asing mempelajari budaya dan tradisi kita, tambah dia, kenapa kita tidak bisa? Sudah seharusnya generasi tua menurunkan tradisi khusus untuk memperingati baru-hari besar kepada generasi muda. “Misalnya saja orang Jawa, banyak seki tradiainya. Namun banyak yang tidak mengetahuinya. Kekayaan budaya kita banyak. Seharunya di jaga” tandas dia
Sementara itu, bagi Salah satu mahasiswa asal California Biola University, Kolle Smith membuat ketupat merupakan pengalam pertamannya yang sangat luar biasa. Ia pun cukup merasa kesulita dalam menganyam janur yang berada di kedua tangannya.
“Ini pengalaman saya bikin ketupat. Meskipun susah saya merasa tertantang membuatnya. Saya sudah membuat tiga ketupat. Ini sangat menyenangkan bagi saya” papar Kolle. [ina]

Tags: