Cuaca Menunjang, Rendemen Diperkirakan Capai 7 Persen

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov Jatim, Bhirawa
Rata-rata rendemen tebu pada masa awal giling tahun ini cukup tinggi. Jika tahun lalu rata-rata di awal hanya 6 persen, kini rendemen mampu mencapai 7 persen. Ditargetkan, rata-rata rendemen hingga akhir musim giling di penghujung 2014 mendatang bisa mencapai 8,04 persen.
“Sejumlah pabrik gula milik PTPN XI di wilayah timur, seperti PG Asembagus, Prajekan, Olean, Jatoroto, dan lain-lain, rendemen rata-rata sudah mencapai 7 persen. Sedangkan pabrik gula di wilayah PTPN Xy rata-rata rendemen malah mencapai angka di atas 7 persen,” kata Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Moch Samsul Arifien, Senin (14/7)
Menurutnya, apabila kondisi cuaca normal-normal saja, maka pada periode bulan- bulan selanjutnya berdasar hitungan ilmiah, rendemen akan terus mengalami peningkatan. Maka atas dasar pengamatan indikasi awal capaian rendemen tersebut, Jatim optimis pada posisi akhir giling nantinya, rata-rata rendemen sesuai hasil taksasi sebesar 8,04 % tersebut akan bisa dicapai.
Berdasarkan taksasi produksi tebu tahun ini diprediksi sebesar 17,34 juta ton dari areal 214 ribu hektar dan produksi gula diprediksi mencapai 1,39 juta ton. Peningkatan produksi tersebut diprediksi bakal terjadi karena produksi tebu juga didukung oleh cuaca yang baik.
Selain itu, tahun lalu sudah dilakukan penataan varietas dan bongkar ratoon serta perluasan lahan tanam tebu. Untuk bongkar ratoon, dari target 28 ribu yang dicapai 40 ribu hektare. Sedangkan perluasan lahan tahun lalu hingga mencapai 214 ribu hektare dan tahun ini bertambah lagi menjadi 217 ribu hektare.
Sementara itu, tak terserapnya gula Jatim hingga 480 ribu ton karena maraknya gula rafinasi beredar di pasar, khususnya wilayah Indonesia Timur yang biasanya menjadi target pemasaran gula Jatim.
“Pasokan gula Jatim harus bersaing dengan gula rafinasi yang banyak beredar karena ada pabrik gula di Sulawesi yang memproduksi gula rafinasi dan harganya lebih murah,” ujarnya.
Kendati demikian, Samsul masih yakin jika petani tebu di Jatim tetap memproduksi tebu.  “Memang ada petani yang membongkar tanaman tebu ganti komoditas lain dan pemerintah tidak bisa apa-apa. Namun, yang tidak membongkar, maka tunas tebu tumbuh terus dan ini bisa dipanen untuk musim giling tahun ini,” ungkapnya.
Terkait HPP gula yang telah ditetapkan Rp 8.250, kata Samsul, hal itu sudah tepat walaupun masih memberatkan petani. “HPP naik Rp 150 dari Rp 8.100 menjadi Rp 8.250 sangat berat karena usulan petani diatas Rp 10.000 dan Dewan Gula usulkan RP 9.500. Tapi saya yakin harga lelang gula bisa diatas HPP,” tegasnya.
Terkait harga gula, lanjutnya, yang menjadi kewenangan Kemendag memiliki pertimbangan lebih luas lagi karena terkait daya beli masyarakat. Jika HPP naik tinggi, justru impor bisa lebih tinggi lagi. Supaya harga bisa bersaing maka HPP tak terlalu tinggi agar masyarakat bisa tetap membeli gula tebu petani. [rac]

Tags: