Cuti Capres Petahana

Presiden Jokowi memilih mengambil cuti panjang selama kampanye terbuka. Menyambut ke-riuh-an kampanye pilihan presiden (pilpres), di berbagai daerah. Walau, Mahkamah Konstitusi (MK) telah membuat amar penetapan, presiden boleh tidak perlu cuti sebagai petahana dalam pilpres. Namun tidak boleh menggunakan fasilitas negara, kecuali protokol tetap (wajib) pengamanan. Cuti capres incumbent, menunjukkan rumitnya menjaga elektabilitas.
Tidak mudah mengikuti pilpres. Dengan jumlah pemilih hampir 186 juta, terbesar keempat di dunia. Bahkan lebih besar dibanding penggabungan seluruh penduduk empat negara besar (Inggris, Perancis, Belanda, dan Arab Saudi). Begitu pula bentang wilayah Indonesia (yang terpisah selat samudera) hampir seluas benua Eropa. Seluruhnya perlu disapa oleh kedua paslon dalam kampanye pertemuan terbuka yang kolosal.
Jatah waktu selama 21 hari terasa tidak cukup mengitari 514 kabupaten dan kota yang tersebar di 34 propinsi. Walau sebelumnya, berbagai deklarasi pernyataan dukungan telah digelar di seluruh Indonesia. Tiga hari sejak ditetapkan (20 September), kampanye sudah dimulai. Niscaya harus berbagi waktu (dan lokasi) kampanye, antara calon presiden dengan calon wakil presiden. Elit parpol juga berbagi pendampingan Capres Cawapres yang diusung.
UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, kampanye diatur dalam 72 pasal, mulai pasal 267 sampai pasal 339. Dengan beberapa ayat dalam satu pasal, bahasan kampanye nenjadi norma pengaturan paling panjang pada UU tentang Pemilu. Antara lain jadwal kampanye diatur dalam pasal 276 ayat (1). Yakni, dimulai tiga hari setelah penetapan pasangan Capres dan Wapres, sampai tiga hari menjelang coblosan. Sesuai amanat UU Pemilu, kampanye merupakan pendidikan politik masyarakat.
Waktu yang cukup panjang, sekitar tujuh bulan, bisa digunakan untuk meningkatkan elektabilitas pasangan Capres-wapres. Melalui kampanye bisa dinyatakan keunggulan masing-masing paslon. Sebenarnya, kedua Capres sudah dikenal luas. Sehingga kampanye rapat terbuka seharusnya tinggal memaparkan visi dan misi Capres-Cawapres dengan cara santun. Menjadi momen terakhir merebut hati rakyat.
Kampanye rapat terbuka, juga wajib dicermati sebagai tiga pekan paling genting jelang pilpres. Sebab UU Pemilu juga mengenal “larangan” dalam ber-kampanye. Dimulai pasal 280 ayat (1), huruf a hingga j. Khususnya pada huruf c, dilarang: “menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau Peserta Pemilu yang lain.” Serta pasal 280 ayat (1) huruf d, dilarang: “menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat.”
Sanksi paling berat tercantum pada pasal 286, berupa pembatalan sebagai paslon (Capres-Wapres) maupun Caleg. Larangan “kampanye hitam” juga tercantum dalam PKPU (Peraturan KPU) Nomor 23 tahun 2018. Pada pasal 21 ayat (1) huruf d, menyatakan, bahwa materi kampanye disampaikan secara “bijak, dan beradab, yaitu tidak menyerang pribadi, kelompok, golongan, atau Pasangan Calon lain.” Serta pasal 21 ayat (1) huruf d, “tidak bersifat provokatif.”
Namun cuti calon presiden incumbent, hanya sebatas pelaksanaan kepemimpinan pemerintahan sehar-hari. Pelaksana tugas secara langsung diterima oleh Wakil Presiden. Termasuk memimpin rapat kabinet. Sedangkan kewenangan pucuk pimpinan kenegaraan tetap melekat pada presiden. Walau sedang menjalani cuti sebagai capres petahana. Cuti calon presiden incumbent merupakan hak, diatur dalam PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 32 tahun 2018. Diatur khusus pada pasal 30 ayat (1).
Uniknya, Wakil Presiden Jusuf Kalla, telah berpengalaman menerima pelaksanaan tugas memimpin pemerintahan. Hal itu terjadi pada pelaksanaan kampanye pilpres tahun 2009. Saat itu SBY juga menjadi capres petahana (berpasangan dengan Profesor Budiono). Sehingga tidak perlu dikhawatirkan terjadi penyelewengan pemerintahan.

——— 000 ———

Rate this article!
Cuti Capres Petahana,5 / 5 ( 1votes )
Tags: