Daerah Pesimis Provinsi Sanggup Kelola Pendidikan Menengah

2-Foto_tamPemprov Jatim, Bhirawa
Peralihan tanggung jawab pengelolaan pendidikan menengah (Dikmen) ke provinsi mengundang pesimisme dari daerah-daerah di Jatim. Sejumlah Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) kabupaten/kota merasa yakin provinsi tak akan mampu mengelola Dikmen sendiri, khususnya dari segi kekuatan anggaran.
Hal ini terungkap dalam rapat koordinasi antara Dindik Jatim dan Dindik kabupaten/ kota se Jatim terkait implementasi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, Selasa (6/1). Dalam kesempatan itu, Kepala Dindik Kabupaten Bojonegoro Khusnul Huluq mengatakan, peralihan tanggung jawab ini harus mempertimbangkan banyak hal dan diuji keuntungannya bagi masyarakat, khususnya terkait mutu pendidikan.
“Kita tidak keberatan, tapi benefitnya bagi masyarakat tetap harus diuji. Pola penganggarannya juga harus dihitung,” tutur Huluq saat ditemui di Kantor Dindik Jatim.
Khusnul menilai, dari sisi financial provinsi tidak akan mampu jalan sendiri. Karena itu, dia berharap dalam peralihan ini tetap melibatkan banyak daerah.
“Harus ada forum komunikasi khusus untuk membicarakan aturan-aturannya,” tutur mantan Sekda Kabupaten Gresik ini.
Khusnul tetap berharap, ke depan daerah tetap dapat andil dalam memberikan dukungan anggaran untuk operasional Dikmen. Sebab, sejauh ini daerahnya pun sudah menganggarkan dana pendidikan dari APBD II dalam bentuk dana penjaminan operasional sekolah.
“Tahun ini kita anggarkan Rp 22 milyar yang disalurkan melalui pemerintah desa,” terang dia.
Hal senada juga diungkapkan, Dindik Surabaya yang diwakili Kabid Pendidikan Menengah dan Kejuruan (Dikmenjur) Sudarminto. Sudarminto mengaku, saat ini Surabaya tengah resah menghadapi perubahan aturan itu. Terutama terkait wewenang pemberian Bantuan Operasional Daerah (Bopda) oleh pemkot untuk mewujudkan program sekolah gratis.
“Kami tetap menganggarkan dana sebesar Rp 291 Milyar untuk pembiayaan pendidikan menengah dan pendidikan khusus pada 2015. Tapi kami masih konsultasi ke provinsi tentang pemberian ini,” tutur Sudarminto.
Menurutnya, Surabaya sudah terbiasa dengan sekolah gratis dan sekolah sudah tidak terbiasa untuk menarik dana dari masyarakat maupun wali murid. Jadi akan susah jika Surabaya dikembalikan menjadi sekolah berbayar. Untuk itu, tahun 2015 dana sebesar itu masih dikucurkan untuk menyokong operasional sekolah.
Secara rinci, Rp 43 milyar untuk pembangunan fisik, Rp 232 milyar untuk operasional alias Bopda, dan Rp 16 milyar untuk pendidikan khusus. “Kita sudah mengirimkan surat ke pemerintah provinsi dengan tembusan Dindik. Jadi kami masih menunggu bagaimana keputusanya,” tuturnya.
Meski anggaran sudah ada, tapi penggunaannya tetap harus ada dasarnya. Entah itu nanti dibuatkan Pergub atau peraturan sejenis. Penyediaan anggaran ini juga dikuatkan dengan UU Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Perwali Nomor 47 Tahun 2013 .
“Dalam dua aturan itu jelas, pendidikan itu tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah daerah dan juga masyarakat,” terang Mantan Kepala SMAN 16 Surabaya itu.
Menanggapi masukan daerah itu, Kepala Dindik Jatim Harun memberikan apresiasi khusus lantaran daerah memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pembangunan mutu pendidikan. Namun penggunaan anggaran tetap harus sesuai aturan yang berlaku.
“Karena itu, forum ini kita buat untuk menjaring aspirasi daerah demi implementasi UU 23/2014. Selanjutnya akan kita bahas lagi dalam forum yang lebih besar melibatkan sejumlah elemen dari provinsi dan daerah,” tutur Harun.
Lebih lanjut, ia mengimbau daerah agar tidak perlu alot dalam melepaskan 3M (money, man dan material) yang menjadi bagian dari peralihan ini. “Saat keluar peraturan tentang otonomi, provinsi juga tidak alot untuk memberikan wewenang ke daerah. Karena itu, saya berharap daerah tidak berat untuk mengembalikan wewenang ke pemerintah provinsi,” pungkas Harun. [tam]

Keterangan Foto : Kepala Dindik Jatim bersama sejumlah kepala Dindik kabupaten/kota serius berbincang usai rapat koordinasi terkait UU 23/2014 tentang pemerintah daerah. [adit hananta utama/bhirawa]

Tags: