Dakwaan Hambalang Hanya Fiksi Ilmiah

Mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng membubuhkan tanda tangan pada berkas eksepsi yang diberikan kepada jaksa penuntut umum pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3). [antara/foto]

Mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng membubuhkan tanda tangan pada berkas eksepsi yang diberikan kepada jaksa penuntut umum pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (17/3). [antara/foto]

(Eksepsi Andi Mallarangeng)
Jakarta, Bhirawa
Mantan menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alifian Mallarangeng menilai bahwa dakwaan perkara dugaan korupsi proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang hanyalah fiksi ilmiah (science fiction).
“Dakwaan jaksa ini adalah tindakan spekulatif yang melebihi cerita misteri atau lebih tepat lagi science fiction,” kata Andi, saat membacakan nota keberatan (eksepsi) dalam sidang di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/3) kemarin.
Andi yang membacakan nota keberatannya selama sekitar satu jam dengan berdiri itu menjelaskan cerita spekulatif tampak dalam beberapa perbuatan yang didakwakan jaksa penuntut umum KPK kepadanya.
Pertama adalah mengenai pertemuan dengan pejabat kontraktor PT Adhi Karya yaitu Kepala Divisi Konstruksi I Teuku Bagus Mokhamad Noor, Manajer Pemasaran Divisi Konstruksi PT Adhi Karya Muhammad Arief Taufiqurrahman di rumah Andi Mallarangeng sebelum Andi diangkat menjadi Menpora.
“Saya tidak ingat peristiwa tersebut, menjelang pelantikan saya 20 Oktober 2009, memang rumah saya ramai dikunjungi orang yang saya kenal ataupun tidak yang bermaksud mengucapkan selamat atas terpilihnya saya sebagai Menpora. Saat itu saya belum tahu ada proyek yang namanya Hambalang, bagaimana perkataan saya ketika itu bisa jadi lampu hijau untuk PT Adhi Karya setahun kemudian? ” ungkap Andi. Padahal, menurut Andi, ia tidak kenal dengan M Arief Taufiqurrahman yang menurut Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di KPK mengaku diperintahkan oleh Tubagus agar proyek Hambalang jangan sampai lepas dari PT Adhi Karya karena sudah bertemu dengan orang nomor satu di Kemenpora yaitu Andi Mallarangeng.
“Apakah mereka salah mengerti keramahan saya? Artinya saya harus menanggung beban orang yang tidak saya rencanankan, tidak saya kenal, interpretasi mereka sendiri yang berada di luar kontrol saya apakah jaksa KPK tidak mau menimbang apa yang sebenarnya terjadi?” tambah Andi. Selanjutnya mengenai ucapan “Sudahlah di Komisi X itu teman-teman saya” yang disampaikan dalam dakwaannya, Andi mengaku hanya ingin membesarkan hati mantan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharram saat menyampaikan rencana pembangunan proyek Hambalang senilai Rp2,5 triliun di DPR.
“Saya dikesankan mendorong bawahan menggampangan urusan di DPR, padahal yang saya ingat suasana dan kesan saat itu adalah saat saya baru beberapa bulan menjadi menteri, saya berusaha membesarkan hati wafid dan staf-stafnya karena tampak cemas kalau bicara dengan DPR,” ungkap Andi.
Lebih lanjut mengenai fee 18 persen yang dalam dakwaan diminta oleh adik Andi, Choel Mallarangeng kepada Wafid Muharram yang kemudian meminta kepada pejabat PT Adhi Karya, adalah untuk kepentingan Choel sendiri.
“Choel menyampaikan kakaknya sudah setahun menjabat sebagai Menpora tapi tidak mendapat apa-apa, saya tidak pernah mengutus Choel untuk meminta uang kepada siapapun. Jadi jelas jaksa KPK menghilangkan dua kata yang penting yaitu ke saya, Choel bukan meminta untuk saya tapi untuk dirinya sendiri,” ungkap Andi. Meski Andi mengaku menyesali perbuatan Choel tersebut, tapi Andi mengatakan bahwa permintaan adiknya adalah tanggung jawab Choel sebagai individu. Andi juga menyoroti perbedaan penjelasan permintaan fee tersebut dalam dakwaannya dan dakwaan Mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah tangga Kemenpora Deddy Kusdinar.
Dalam kasus ini, Andi Andi didakwa dengan pasal alternatif yaitu pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Ancaman pelaku yang terbukti melanggar pasal tersebut adalah pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.  [ant]

Rate this article!
Tags: