Dalam Mata Anak-Anak Palestina

Oleh :
Safrina Muzdhalifah

Tuhan terbit sebagai cahaya
Dalam kepala anak-anak Palestina
Yang tak mengerti apa-apa
Selain derita
Yang membuat mereka
Menanggung dahaga pada rasa lega dan bahagia

Tuhan kirana
Dalam mata anak-anak Palestina
Yang terpejam selamanya
Setelah menangis lama
Menyaksikan jiwa-jiwa yang dicintainya
Diseret paksa ke cakrawala
Tanpa sempat menanami kuburnya dengan kamboja
Totosan, 23 Juni 2021

Hari Kelahiran Eyang Pramoedya
Selamat malam eyang Pramoedya,

Aku datang ke Blora
Saat bulan dua menggeliat di kepala
Kau tiada
Mungkin sudah di sorga
Diselubungi doa-doa
Dari bangsa yang kau bela

Barangkali nyawamu disana
Di bumi manusia, dengan segala persoalannya
Menjelma anak semua bangsa
Atau diantara narapidana dalam rumah kaca
Menggubah cerita perihal luka dan dosa Negara
Seraya menggelengkan kepala

Sayang sekali
Aku tak bisa menjumpaimu lagi
Kecuali dalam kenangan dan keabadian itu sendiri
Padahal aku ingin belajar cara peduli
Serta menjadi abadi
Apakah harus memenjarakan diri?
Apakah cukup menulis puisi?
Menyelami lautan pikiran manusia yang penuh caci maki?
Atau mati?
Totosan. 06 Februari 2021

Undangan Pernikahan
Melihat nama kita bersisisan
Di surat undangan pernikahan
Degup di jantungku satu sama lain beradu kecepatan
Kebahagiaan dan doa berdesakan menuju Tuhan
Penasaran,
Apakah yang bertahun-tahun kita semogakan
Telah sampai pada puncak pengabulan
Apakah yang bermusim-musim dirahasiakan
Telah sampai pada ujung penyatuan

Hari-hari ke depan
Dari kelipatan rindu yang terus kita gandakan
Hanya ada satu kemungkinan
Aku dan kau dipertemukan
Oleh restu langit bumi yang berkaitan
Tepat setelah ijab qabul antara penghulu dan kau, disahkan
Namun jarum jam pun seperti sengaja berputar begitu lamban
Aku dihujam penantian
Mendebarkan dan menggairahkan
Totosan, 15 Februari 2021
(10 hari sebelum hari pernikahan kita)

Gairah Yang Tak Tabah
Penantian memercikkan cahaya
Berpendar di beranda jiwa
Berdenyar ke pembuluh darah
Rindu gelisah
Gairah tak pernah tabah
Menunggu nada ‘sah’
Mengalun anggun dari tiap sudut rumah
Dimana kita menyepakati sumpah
Bersama menyempurnakan ibadah
Hingga terpisah gundukan tanah
Totosan, 18 Februari 2021
Seminggu sebelum hari pernikahan kita

Gugup
Menjelang hari pernikahan
Kecemasan dan kebahagiaan
Berjalan bergandengan dalam pikiran
Seperti sedang melintasi taman
Lampu kota gemerlapan
Memantul perak pada mekar bunga
Yang tersenyum dan mengerlingkan mata
Bermaksud menggoda
Sebab gugup terlihat mencuat dari keduanya
Totosan, 19 Februari 2021
6 hari sebelum hari pernikahan kita

Menjelang Akad
Di bawah tungku, kayu dibakar
Dalam hati, debar
Menggerayangi dengan liar
Totosan, 20 Februari 2021
5 hari sebelum hari pernikahan kita

Amin
Tanggal-tanggal terurai
Amin paling damai
Badai di bibir kedua mempelai
Totosan, 21 Februari 2021
4 hari sebelum hari pernikahan kita

Pernikahan
Sejak dulu,
Sesuatu yang dituju rindu
Kini,
Seperti penyelamat sepi
Berwarna mauve, beraroma kasturi
Totosan, 22 Februari 2021
3 hari sebelum hari pernikahan kita

Dhamar Kambheng
Kelak,
Bila aku tutup usia
Di atas reriak dalam cangkir kaca
Biarkan ia tetap menyala
Menjadi sumber cahaya
Bagi pusara yang gelap gulita

Bila waktu telah tiba
Biarkan api gegap gempita
Bersama doa nenek moyang paling hamba
Sepanjang malam hingga pagi tiba

Bila aku tiada
Biar asap yang kembara di udara
Meredam suara duka dan luka
Sebab ketika Tuhan jatuh cinta
Tidak ada kemenangan bagi air mata
Batangbatang, 18 Desember 2020

Ekspedisi Sepi
: Ainur Rofiq
Engkau terlalu dini merintis musim gugur pada pengharapanku
Sebelum musim semi seri di singgasana matahari
Sementara aku masih tersisih dari silsilah kerinduan
Yang tercantum pada gerai angin siang tadi

Ketika malam melafalkan riwayat Muharram di atas purnama
Riak angin menilawahkan penantian pada hitungan yang lebih dari satu
Huruf-huruf sunyi meluruh sendu dalam sukmaku
Akan kusanggulkan sajak yang yang terpenggal
Sebab angin kian kencang berlari dari pucuk dedaunan
Annuqayah, Januari 2015

Seusai Perjalanan
: Ainur Rofiq
Aku baru saja berangkat menuju kotamu, pemuda
Memegangi sekeranjang penat yang lekat dalam pekat
Berdesakan dengan pengembara di atas kereta
Sesekali aku tolehi pepohonan yang membuntuti perjalanan
Mengajak mereka berdiskusi tentang tarekat sunyi
Atau ihwal rasa yang mengelabui
Setelah kemudian letih turun berduyun-duyun di stasiun
Waktu pun terlihat beku di balik hambur debu
Aku segera membuka peta yang berbulan-bulan menjadi pusaka
Menyelundup keasingan dengan seperangkat kejenuhan
Hanya menangguhkan suatu harapan tak bertuan
Namun sebelum tiba, langit segera senja
Rindu tak hanya tertunda tetapi mesti terlupa
Sebab di halaman asramamu,
Kutemukan wajahmu pada mata perempuan itu-
Annuqayah, 12 Mei 2015

Monolog di Tungkai Dhuha
“Semua akan terjadi bila kita menginginkan
Bukankah kita hanya perlu percaya?”
Terngiang letihmu di tungkai dhuha

Bila tiba pada muara
Aku hendak berbangga
Ihwal ceracau nuri dalam dada
Semerdu seruling Khrisna
Kemudian terbaca segala duka yang terpenjara
Walau di atas sajadah bumi engkau lihai bersandiwara
Dalam doa ayal engkau mengutip dusta

Suatu masa, kala aksara tak tampak bersistematika
Aku ingin berendam dan mandi bunga
Wujudkan mimpi manis sang perjaka
Saat terkapar di nisan Laila
Sehingga diammu bukan lagi petaka bagi jiwa
Serta tak perlu kutebus luka yang nganga

Ketika gugur musim pancaroba, bu..
Akan kuselami aroma dupa
Mengenyahkan balada rasa
Lantas mematung, berlindung di balik kerangka sabda
Ketika aku dikalahkan nista
Annuqayah, 10 Agustus 2015

Serupa Kutukan
: Ainur Rofiq
Biar kehidupan melebar
debar yang berdenyar tak akan tertukar
Selagi manis masih sirup
ritmis semakin letup
Adalah lintas harap
bergeriap meski lorong mulai gelap

Ini Ramadhan, sayang
bergelimang cahaya
Kecuali sepotong hati
sibuk mengelus nyeri
Mengheningkan cipta dini hari
menggandakan dzikir di ujung jemari

Ini Ramadhan, sayang
bulan bersahaja
Terdapat rumus kenangan
tanpa kunci jawaban
Sebelum kugeluti pemecahan
kebenaran menjadi perhitungan

Ini Ramadhan, sayang
serasa aku begitu durjana
Meneguk anggur dalam gelas rindu
hari-hari menjelma kutukan candu
Mereka menggapai pahala
aku mengurai nestapa
Batangbatang, 07 Juni 2016

Antara Batangbatang-Pamekasan
Matahari kelihatan murka
merembeskan hangat yang menyala

Bus kota berseliweran
penumpang berjejalan
Saling menyodorkan tujuan
terminal sebagai persinggahan

Disertai mual yang binal
menerawang nanar pada asal
Tiba-tiba pandang dihentikan
seringai masa depan bermunculan di jalan-jalan

Dengan muka sedikit pucat
keputusan terba’iat
Hendak kudebat penat
sehingga tekad tak perlu kuralat
Batangbatang, 07 Juni 2016

Angan 1
: Ainur Rofiq
Kadang aku geli
atau nyeri tak terperi
Mendapati pukau igau
sedang jangkau lampau pulau dan hutan bakau
Aku terobsesi mimpi
kumainkan seperti kecapi
Meniscayakan beribu harap
pada malaikat arsy yang lesap

Sayang Jogja hanya impian
berkelindan sopan dalam pikiran
Wibawa maya
mengimingi cita-cita
Menawarkan kesegaran
seumpama aroma flamboyan

Terutus do’a kudus
setiap detik tak putus
Agar sekali waktu
walau tak kufu dan satu
Pesona Jogja
yang menempel di kedip mata
Sanggup kupeluk sekalipun semalam suntuk
sehingga asa yang muluk tak berakhir buruk
Sumenep, 09 Juni 2016
Aku Beriman
Aku beriman pada keyakinan
Yang sengaja Tuhan ciptakan
Untuk menjawab keraguan
Aku beriman kepadanya
Sehingga makhluq bernama ketidaksempurnaan
Yang kerap aku keluhkan
Musnah dari dalam dan luar pikiran
Pamekasan, 28 November 2019

Aku Bersaksi
Aku bersaksi tiada pukau selain Engkau
Dan
Aku bersaksi tiada ketakberdayaan paling memilukan
Selain aku
Saat Engkau tinggalkan
Pamekasan, November 2019

Kembali Tenang
Sperti daratan,
Setelah gelombang lautan
Mengguncang
Membuat pohonan tumbang
Dan burung-burung terbang tunggang langgang
Aku ingin kembali tenang
Melemaskan keyakinan yang tegang
Menempatkan ulang
Doa-doa yang renggang dari sembahyang

Pamekasan, 19 November 2019

Kenangan Pahit
Seperti logam
Setiap kenangan pahit akan berkarat
Bila terus dihujani air mata kepasrahan yang lebat
Sebab segala ingatan memang mengikat
Bahkan meski waktu melaju lebih cepat
Pamekasan, 22 November 2019

Di Syahdu Matamu
Di syahdu matamu
Tumbuh ranum kecemasan
Seperti pohonan
Setelah kemarau meninggalkan kelegaan
Akulah, dalam ketakberdayaan
Membuat bibitnya berjatuhan
Disiram air mata penyesalan
Yang derasnya menyaingi hujan
Batangbatang, 13 November 2019

MUNAFIK
Allah mencintaiku
Aku memujamu dalam ibadahku
Jika ada wujud kesetiaan, lihatlah padaNya
Jika ada wujud pengkhianatan, cukup lihat aku

Pamekasan, 09 November 2019

HARUS
Oktober nyaris berakhir
Mataku tetap berair
Seperti tanah sesaat setelah hujan mampir
Di tubuhnya menyisakan bulir
Dan aroma petrikor yang menyihir
suara cemas mengeras
Seluruh inti dari diri kebas
Harus kuteguk kekecewaan hingga tandas
Pamekasan, 30 Oktober 2019

BILA KITA
Bu, bila kita di depan cermin dan hanya melihat retak disana
Itu berarti suatu peristiwa telah menghasilkan cela

Bu, bila suatu peristiwa telah menghasilkan cela
Itu berarti sia-sia segala upaya

Bu, bila sia-sia segala upaya
Itu berarti gagal berbagai cara yang dicoba

Bu, bila gagal berbagai cara yang dicoba
Itu berarti doa satu-satunya yang tersisa

Bu, bila doa satu-satunya yang tersisa
Aku ingin tahu apakah takdir sedang mendzalimi kita

Bu, bila takdir mendzalimi kita
Apakah ia murka sehingga kita terlihat durhaka?
Pamekasan, 23 Oktober 2019

SETELAH PENGERAS SUARA DI MASJID DESA MENGGEMA
Pengeras suara di masjid Desa menggema
Tanda kepulangan suatu jiwa
Dan riwayat akhir sebuah nyawa
Dukanya menempel di kaca-kaca jendela
Belum lagi air mata
Yang melubangi dada manusia sekeluarga

Aku melihat malaikat maut menyeringai dalam khayalan
Melalui gumam ia utarakan pesan Tuhan
Bahwa beberapa kematian
Didatangkan tanpa perundingan
Dan kencan yang Tuhan rencanakan
Mesti dirayakan tak hanya dengan tepuk tangan
Pamekasan, 17 Oktober 2019

ANGKUH
Aku dan dunia tak bertegur sapa
Segala rupa bahasa kehabisan gaya
Angin musim menuju jendela
Coba bicara
Aku keras kepala
Ia kecewa
Dan memilih bercanda dengan pohon kelapa
Pamekasan, 19 September 2019

Tentang Penulis :
Safrina Muzdhalifah, menulis fiksi dan non- fiksi namun lebih menggilai sepi dan puisi. Anggota Komparasi Rulis (Rumah Literasi Sumenep). Guru bahasa Inggris di SDI dan SMPI Nurul Bayan Full Day School. Beberapa puisinya pernah dimuat di buletin Jejak Jawa Barat (2015), di Media online Jejak Publisher (2017 dan 2018), kawaca.com (2019), simalaba.net (2019), apajake.id (2020), mbludus.com (2020), koran merapi (2021), labrak.com (2021), rembukan.com (2021), Bangka pos (2021). Bisa dihubungi melalui email:bulir.air@yahoo.com, blog: safrinamz.blogspot.com, ig: maca_bookstore, fb: Safrina Muzdhalifah, WA: 082330322823

Rate this article!
Tags: