Dampak Sosial Kenaikan Harga BBM Bersubsidi

Oleh :
Febrihada G Candramukti
Dosen IAIN Madura ; Alumni S2 Sosiologi UGM

Adanya kabar kenaikan bahan bakar minyak yang telah diumumkan pemerintah awal mulanya mulai didengungkan oleh Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan pada Jum’ta 18 Agustus 2022. Ucapan yang disampaikan di depan wartawan tersebut ternyata bukan isapan jempol belaka, meskipun pada awalnya harga bahan bakar minyak jenis pertamax dan solar turbo sempat turun dari harga normal. Namun, selang beberapa hari kemudian, bahan bakar minyak bersubsidi jenis solar, pertalite dan pertamax mengalami kenaikan harga.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diumumkan langsung oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tanggal 3 September lalu. Sebagaimana diumumkan, bahwa pengumuman harga pertalite yang awalnya 7.650 menjadi harga 10.000,00 per liter. Kemudian, solar bersubsidi yang awalnya harga 5.10.00,00 per liter menjadi 6.800,00 per liter, harga pertamax yang awalnya harga Rp. 12.500.000,00 per liter menjadi Rp. 14.500.00, 00 per liter.

Secara sosiologis, bahan bakar minyak (BBM) sebagai salah satu sumber energi kehidupan merupakan kekayaan alam dapat dimanfaatkan sebagai pendapatan negara dan kebutuhan pokok kehidupan sehari-hari di masyarakat. Adanya kebijakan kenaikan ini dinilai tidak tepat karena terjadi tiga dampak langsung atau pokok yang belum diperhatikan pemerintah sebelum menaikkan harga BBM bersubsidi:

Pertama, kenaikan harga BBM berdampak pada masyarakat rentan (dibawah garis kemiskinan) menjadi kalang kabut.Pasalnya, hal tersebut akan berdampak langsung pada keadaan ekonomi masyarakat rentan.Sebagaimana diketahui bersama, masyarakat yang berada pada garis kemikinan di Indonesia sedang menghadapi pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi. Tentunya adanya kenaikan bahan bakar minyak bersubsidi akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dalam memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Meskipun pada kelas masyarakat rentan seperti warga yang menerima penerima program keluaga harapan menerima bantuan langsung tunai (BLT) tetapi kenaikan harga BBM akan berpengaruh terhadap daya beli produk pada mereka. Adanya potongan subsidi yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) seharusnya juga mengalir kepada masyarakat kelas bawah yang saat ini sedang berada dibawah tanggung jawab Kementrian Sosial (Kemensos) harus benar-benar diawasi. Artinya jangan sampai ada celah perilaku koruptif di tengah pengalihan subsidi dan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Pemerintah harus benar-benar melakukan dan berpijak pada akurasi data dan pelakasanaa secara ketat dalam penyaluran bantuan agar tidak terjadi ketidaktepatan sasaran para penerima bantuan sosial

Kedua, pemerintah tidak memperhatikan adanya dampak terhadap karyawan atau buruh. Karyawan atau buruh yang mempunyai gaji tetap dan pendapatan satu juta lima ratus per bulan masuk pada kategori kelas menengah ke bawah. Pemerintah seharusnya memperhatikan serta mengkaji tentang kenaikan upah minimum karyawan (UMK) gaji para karyawan atau buruh pada sektor ketenagakerjaan dengan memperhatikan perusahaan atau pemberi kerja.

Misalnya saja dampak yang paling dirasakan adalah persoalan pengeluaran uang transportasi karena semua tarif kendaraan umum mengalami kenaikan. Meskipun di satu sisi kenaikan harga pertalite sedikit mengurangi beban Anggara Pendapatan dan Belanja Negara yang membengkak karena alokasinya yang besar. Namun, kebijakan tersebut bukanlah pilihan yang tepat jika dilakukan dalam waktu dekat ini. Dengan demikian, apabila harga pertalite menyesuaikan harga pasar, kondisi ekonomi dapat menjadi persoalan baru bagi buruh, jika pemerintah menempuh jalan dengan mengeluarkan aturan atau kebijakan tentang kenaikan gaji para karyawan maka langkah ini perlu menyesuaikan dengan kondisi perusahaan. Hal ini harus disadari oleh pemerintah, bahwa naiknya bahan bakar minyak bersubsidi, tentunya menghambat terciptanya barang produksi dan peredaran barang. Keadaan tersebut sangat merugikan perusahaan dan akan berdampak serius terhadap nasib para karyawan. Dampak serius yang terjadi akibat dari berkurangnya jumah produksi dan lambatnya konsumsi barang atau daya beli di masyarakat yakni terjadi pemutusan hubungan kerja secara massal dan sepihak oleh perusahaan terhadap para buruh atau karyawan.

Ketiga, terjadi adanya gejolak sosial, kenaikan harga bahan bakar minya (BBM) yang diumumkan oleh pemerintah pada 3 September 2022 berdampak pada gejolak sosial yang terjadi hingga saat ini. Gejolak sosial ditandai dengan konfliktual antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pemerintah yang umumnya direpresentasikan melalui aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Tentunya hal ini, berkaitan dengan konsep Antonio Gramschi dimana adanya adanya kenaikan BBM memacu pertarungan antara kelompok dominan (negara) yang lebih beroritentasi pada kepentingan politik dan pasar. Sedangkan kelompok Subordinat (masyarakat bawah) yang berorientasi pada diskursus sosialis yang menitikberatkan pada hajat hidup orang banyak. Pertarungah diskursus yang terjadi ini, tentunya tidak akan pernah berakhir, hingga kemudian dari salah satu pihak baik negara (kelompok dominan) maupun masyarakat bawah (subordinat) mendapatkan jalan keluar yang tidak menimbulkan kerugian bagi salah satunya

Jika pemerintah ingin menyesuaikan harga pertalite sesuai dengan perhitungan pemerintah saat ini, maka Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral perlu mengkoodinasikan dengan menghitung dengan baik berbagai dampaknya. Tindakan ini dilakukan agar masyarakat yang terkena dampak dari kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tidak melakukan konfliktual dengan pemerintah. Kemudian, pemerintah melakukan negosiasi dan pertukaran wacana dengan masyarakat bawah sebagai kelompok subordinat untuk mencari keseimbangan, penyesuaian wacana sehingga terjadi kesepakan atau konsensus bersama atau kelompok dominan (pemerintah) dapat mengubah keputusannya.

———– *** ————

Tags: