Dampingi Masyarakat di Wilayah Rentan Leptospirosis

Dekan FIK Dr Mundzakir menyerahkan tunas pohon jeruk kepada warga Kejawan Putih Tambak, Mulyorejo dalam program Sahabat Keluarga.

Sahabat Keluarga Mahasiswa NERS UM Surabaya
Pemprov Jatim, Bhirawa
Kondisi lingkungan yang kotor menjadi habitat potensial bagi hewan pengerat tikus yang membawa bakteri Leptospirosis. Seperti halnya di RT 3 RW 1 Kelurahan Kejawan Putih Tambak, Kecamatan Mulyorejo. Jumlah tikus di kawasan ini terbilang cukup banyak, bahkan saat di siang hari.
Merasa peduli dengan kondisi ini, mahasiswa NERS Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) terjun langsung ke masyarakat. Tergabung dalam Komunitas Keperawatan Keluarga dan Gerontik, para mahasiswa ini mengadakan Program sahabat keluarga (SAGA).
Secara berkesinambungan mereka mendatangi warga dengan memberikan edukasi terkait bakteri yang sempat merenggut nyawa warga Surabaya tersebut. Tak hanya sosialisasi, mahasiswa juga turun memberikan penjelasan di pusat kegiatan warga seperti posyandu ataupun PKK. Mereka juga mengadakan kerja bakti bersama warga.
Ketua Pelaksana SAGA, Ahmad Ilham Wahyudi mengatakan, sebelum melakukan pendampingan ke masyarakat, timnya melakukan survei ke lapangan. Survei ini melihat kebutuhan keluarga atau warga setempat. “Ada tiga poin yang dihasilkan,” jelasnya disela penjelasannya pada warga, Rabu (6/12).
Pertama, di Kejawan Putih Tambak ini banyak warga yang berprofesi sebagai pengepul sampah. Kedua dari sisi ekonomi. “Warga di sini rata-rata ekonomi menengah ke bawah. Kami harus berupaya meningkatkan ekonomi warga,” jelas mahasiswa Profesi Ners ini.
Terakhir ialah minat untuk perilaku hidup bersih dan sehat yang masih minim. Rata-rata sampah ditimbun, kalau sudah mulai busuk baru ada tindakan. “Dengan kondisi ini, lingkungan sekitar ada potensi muncul virus leptospirosis,” katanya. Gejala virus leptospirosis, lanjut dia, hampir sama dengan meriang. Untuk menjadi inveksi dibutuhkan waktu antara 3-4 hari. Kalau kondisinya drop, waktu infeksi bisa lebih cepat sehari.
Dengan 37 mahasiswa yang terlibat, sejumlah program sudah disiapkan. Di antaranya mengolah sampah menjadi produk bernilai jual, membuat bank sampah, budidaya tanaman toga dengan model hidroponik, dan pembagian puluhan poster seruan pencegahan leptospirosis. “Pendampingan selama satu bulan,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, para mahasiswa juga memberikan contoh beragam inovasi daur ulang kepada warga. Mulai dari tirai, hiasan lampu, gantungan hijab hingga tudung saji. Para warga dilatih untuk ikut membuatnya. Hal ini terbilang baru bagi warga yang mayoritas pekerja ini, meskipun program daur ulang sampah sebelumnya juga sudah pernah disosialisasikan.
Kader Lingkungan RT 3, Ernawati mengungkapkan warga di lingkungannya memang banyak yang kerja makanya jika ada sampah mereka memilih untuk langsung dibuang. Apalagi ada pemulung yang biasa memilah sampah. “Nggak sempat sih milah sampah begitu. Tetapi saat tahu ada yang bisa dijadikan kerajinan begini ya jadi semangat ngumpulin sampah,”ujarnya.
Dalam 3 kali pertemuan dengan mahasiswa untuk membuat kerajinan, ia sudah menguasai 4 jenis kerajinan daur ulang. Ia bahkan menyelesaikan 4 tudung saji yang ia hias dengan kain flanel dan perca bunga. “Baru tahu kalau lihat barang bekas bisa dijadikan karya. Sekarang saja pensiun jadi ya ada kegiatan,” ungkapnya.

Ciptakan Masyarakat Sehat dari Lingkungan Terkecil
Program Sahabat Keluarga (SAGA) telah berjalan selama dua tahun dengan menenrjunkan langsung mahasiswa ke tengah masyarakat. Cita-citanya ialah mewujudkan masyarakat yang sehat. Namun, hal itu tidak mungkin dilakukan tanpa peran keluarga yang aktif.
Dekan FIK UM Surabaya Mundakir mengatakan, selama dua tahun berjalan, SAGA telah mendampingi lima kelurahan di Surabaya. Semua ini dilakukan untuk mewujudkan masyarakat sehat melalui lingkungan terkecil, yaitu keluarga. “Kalau lingkungan Kelurahan Kejawen Putih bersih, tidak akan mendatangkan tikus yang membawa virus leptospirosis. Apalagi musim penghujan seperti sekarang ini,” ungkapnya.
Dia mengungkapkan, program SAGA yang ditangani mahasiswa FIK UM Surabaya di tiap kelurahan berbeda-beda. Menyesuaikan kebutuhan masyarakat. “Di sini membutuhkan pengelolaan sampah, pemanfaatan lahan, terus pencegahan virus leptospirosis,” tandasnya.
Sementara itu, Lurah Kejawan Putih Tambak, Eny Kurniawati mengungkapkan upaya penerapan hidup bersih biasanya dilakukan setiap RT. Namun dengan adanya mahasiswa ini, warga bisa digerakkan untuk kerja bakti serentak. Sehingga selokan antar RT bisa dibersihkan maksimal.
Namun demikian, terbatasnya lahan di wilayah ini menjadi salah satu hambatan untuk mewujudkan lingkungan yang hijau. Ketua RW 1 M Sholeh mengaku, dengab 660 kepala keluarga dilingkungannya warga memiliki lahan terbatas untuk penghijauan. Mereka hanya menanam tanaman hias dengan lahan terbatas. Tentunya jika hidroponik akan membutuhkan lahan yang lebih rapi. “Ini lahannya terbatas memang kalau untuk kegiatan bersama. Jadi kami berusaha mengembangkan yang ada saja saat ini seperti pot hidroponik yang bisa dikelola warga seadanya,” ujarnya. [tam]

Tags: