Dana Abadi Daerah

Sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) dalam APBD masih sangat besar. Setiap tahun berpotensi menjadi “anggaran tidur” yang ter-parkir di perbankan. Hampir sia-sia, jika hanya memperoleh bunga deposito. Maka Presiden meng-instruksi seluruh Pemerintah daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) me-minimalisir Silpa. Bila perlu dibuat “Dana Abadi Daerah” yang dimanfaatkan untuk berbagai investasi infrastruktur. Serta menyokong program karitatif kerakyatan.

Instruksi presiden dinyatakan dalam forum Rakornas Kepala Daerah bersama Forkopimda (Selasa, 17 Januari 2023). Terutama merespons kemungkinan potensi resesi global. Karena sebanyak 47 negara sudah menjadi “pasien” IMF (Internasional Monetary Fund). Indonesia juga memiliki trauma sebagai “pasien” IMF pada krisis tahun 1997-1998 lalu. Berakhir dengan kejagtuhan rezim Orde Baru. Tahun 2023 diprediksi masih penuh tantangan. Serta sepertiga negara terancam resesi. Dipicu dari inflasi yang membubung.

Maka salahsatu cara mencegah resesi, tak lain, melalui peningkatan pergerakan ekonomi (nasional dan daerah). Diantaranya melalui belanja pemerintah dengan anggaran yang bersumber dari APBN, dan APBD. Belanja pemerintah menjadi salahsatu penyokong (stimulus) pergerakan ekonomi, tingkat pusat dan daerah. Namun ironisnya, serapan anggaran belanja daerah masih sangat rendah, sampai akhir November 2022 hanya 62%. Walau biasanya akan dikebut pada akhir tahun. Tetapi pasti tidak maksimal.

Serapan anggaran yang rendah akan menjadi Silpa sangat besar. Hanya mengendap di bank, tidak produktif untuk meng-gerakkan perekonomian daerah. Jumlahnya (selingkup nasional) mencapai Rp 278,83 trilyun, menjadi tren “anggaran tidur” makin meningkat tiap tahun. APBD (dan APBN) sebenarnya merupakan investasi rutin yang utama untuk menstimulasi perekonomian. Andai belanja pemerintah daerah sesuai jadwal, niscaya saldo APBD tidak semakiin membengkak.

Saldo “jumbo” membebani perbankan milik daerah (BUMD) yang semakin terhimpit pembayaran bunga. Ironisnya, berbagai kredit kerakyatan (KUT, KUR, dan kredit UMKM) juga tidak optimal. Keraguan pemerintah daerah membelanjakan APBD, terjadi makin meluas. Banyak birokrat menengah daerah, menolak menjadi pimpinan proyek. Sedangkan eselon tiga, juga kebat-kebit menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK). Takut salah, dan pertanggung-jawaban keuangan yang rumit, menjadi penyebab serapan anggaran rendah.

Presiden memerintahkan segera meng-gelotor belanja daerah. Karena bagian pendapatan (terbesar) yang tercantum dalam APBD propinsi serta kabupaten dan kota, merupakan transfer dari pusat (bersumber dari APBN). Walau biasanya dikebut pada bulan akhir tahun, niscaya masih akan berujung Silpa cukup besar. Realitanya pada tataran pemerintah kabupaten (Pemkab) dan pemerintah kota (Pemkot), banyak pejabat daerah tidak cakap mengelola keuangan. Berujung realisasi belanja tergolong rendah.

Pengelolaan Silpa tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Secara khusus dalam pasal 149 ayat (2) dinyatakan, “Dalam hal SiLPA Daerah tinggi dan kinerja layanan tinggi, SiLPA dapat diinvestasikan dan/atau digunakan untuk pembentukan Dana Abadi Daerah dengan memperhatikan kebutuhan yang menjadi prioritas Daerah yang harus dipenuhi.” Terdapat frasa “Dana Abadi Daerah.”

Presiden meng-ingat-kan Dana Abadi Daerah bisa dimasukkan dalam INA Indonesia Investment Authority adalah sovereign wealth fund (dana kekayaan negara) Indonesia. Sebagai Lembaga pengelola investasi, telah bekerasama dengan investor global, dan dalam negeri. INA memperoleh suntikan modal negara sebesar Rp 75 trilyun. Serta telah memperoleh komitmen investasi sebesar US$ 10 milyar dari Uni Emirat Arab (UEA). INA juga bisa diakses Pemerintah Daerah.

Kepala Daerah seyogianya mendorong serapan anggaran maksimal (dan defisit besar APBD). Juga memberi insentif khusus kepada birokrasi yang “berani” menjadi pimpro.

——— 000 ———

Rate this article!
Dana Abadi Daerah,5 / 5 ( 1votes )
Tags: