Dana Kapitasi 20 Puskesmas di Kabupaten Nganjuk ”Rawan Dikorupsi”

Anggaran pelayanan kesehatan untuk rakyat rawan dikorupsi karena lemahnya perangkat pengawasan.(ristika/bhirawa)

Nganjuk, Bhirawa
Dana kapitasi di 20 Puskesmas di Kabupaten Nganjuk rawan dikorupsi karena tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 dinilai dapat dimanfaatkan oknum pejabat untuk memanipulasi dana kapitasi.
Hal tersebut disampaikan disampaikan, A Wijaya, koordinator advokasi LSM Djawa Dwipa dalam dialog evaluasi kinerja Pemkab Nganjuk jelang akhir tahun. Menurut dia, dana pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) yakni puskesmas rawan diutak-atik oleh pejaabat Pemkab. Karena pengelolaan hingga pengawasan anggaran yang hanya dilakukan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) dalam hal ini adalah Dinas Kesehatan. Sangat dimungkinkan terjadinya kongkalikong antara kepala OPD dan kepala daerah.
“Melalui rekening dana kapitasi jaminan kesehatan nasional (JKN) yang masuk pada setiap puskesmas rawan diselewengkan,” terang Wijaya kepada Bhirawa.
Sebagaimana Perpres nomor 32 Tahun 2014, alokasi untuk pembayaran jasa kesehatan hanya ditentukan 60% sebagai alokasi syarat minimal. Sementara itu, 40%-nya digunakan untuk biaya operasional FKTP dengan rerata pengelolaan dana kapitasi Rp 400 juta per tahun. Belum lagi pemerinta daerah juga diwajibkan mengalokasikan anggaran untuk kesehatan minimal 10% dari APBD sesuai UU 36 tahun 2009. Dua sumber dana pada FKTP itu pun berpotensi menciptakan tumpang tindih penggunaan anggaran dana kesehatan, baik yang bersumber dari APBD maupun dana kapitasi yang diberikan oleh BPJS Kesehatan.
“Perpres 32 Tahun 2014, pasal 4, 5, 6, 7, dan 8 itu jelas bahwa yang namanya anggaran kapitasi itu yang ditujukan untuk puskesmas dan dikelola oleh OPD. Dana yang diserahkan kepada puskesmas bisa jadi bancakan. Di Kabupaten Nganjuk tidak menutup kemungkinan korupsi dana kapitasi terjadi,” kata Wijaya.
Wijaya mencontohkan, bahwa beberapa waktu lalu sejumlah tenaga paramedik Puskesmas Kecamatan Ngronggot, mengeluhkan pemotongan uang dana kapitasi jasa pelayanan para medik. Pemotongan berkisar antara 10% hingga 20 % dari dana yang seharusnya diterima. Kasusnya sendiri sempat ditangani pihak Kejaksaan Negerio Nganjuk namun hingga saat ini kasusnya menguap.
Contoh lain korupsi dana kapitasi adalah kasus yang melibatkan Bupati Jombang periode 2013-2018, Nyono Suharli Wihandoko dan Pelaksana tugas Kadis Kesehatan Pemkab Jombang, Inna Sulistyowati.
Keduanya pejabat daerah tersebut dinyatakan bersalah karena karena melakukan tindak pidana korupsi berupa suap terkait dana kapitasi sektor kesehatan di setiap Puskesmas se Kabupaten Jombang.. Bupati menerima jatah 5 % dari setiap anggaran dana kapitasi Rp 400 juta di setiap Puskesmas. (ris)

Tags: