Dari Rakor dan Sinkronisasi Dinas PPPA, PPKB dan Kependudukan Jatim

Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekdaprov Jatim, Benny Sampirwanto bersama Kepala DP3AK Jatim Restu Novi Widiani foto bersama disela acara Rakor dan Sinkronisasi Dinas PPPA, PPKB dan Kependudukan Provinsi Jatim Tahun Anggaran 2022.

Baru Enam Daerah Bentuk UPTD PPA, Kepemilikan Kartu Identitas Anak 43,18 Persen
Kota Surabaya, Bhirawa
Salah satu program prioritas Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, adalah melakukan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan (DP3AK) Jatim selaku OPD yang membidangi masalah tersebut, lantas membuat sejumlah strategi.
Agar perlindungan perempuan dan anak di Jatim berjalan maksimal, Pemprov Jatim pun mendorong kabupaten/kota, untuk segera membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA). Sebab saat ini baru enam kabupaten yang sudah membentuk UPTD PPA, dan satu kabupaten sedang proses pembentukan.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekdaprov Jatim, Benny Sampirwanto menuturkan, pembentukan UPTD PPA ini merupakan amanah Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD PPA. Aturan ini kemudian ditindaklanjuti Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dengan Surat Edaran (SE) kepada bupati/wali kota tentang pembentukan UPT PPA.
“Sampai saat ini baru beberapa daerah yang sudah membentuk UPTD PPA. Kami mengimbau kepada kabupaten/kota lain yang belum memiliki UPTD PPA untuk segera membentuk agar penanganan korban kekerasan bisa segera ditangani,” ujar Benny, saat membuka Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Dinas PPPA, PPKB dan Kependudukan Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2022, di Hotel Novotel Samator, Surabaya, Rabu (23/2).
Menurut dia, isu kekerasan terhadap anak dan perempuan masih menjadi permasalahan yang terus menjadi perhatian. Data 2017-2021 jumlah kasus kekerasan anak di Jatim mengalami fluktuatif walaupun pada 2021 mengalami penurunan dari 1.199 kasus pada 2019 menjadi 1.085 kasus pada 2021. Demikian juga kasus terhadap perempuan pada 2019 mencapai 1.817 kasus turun pada 2021 menjadi 1.547 kasus. Dari jumlah kekerasan itu, yang paling banyak bentuk kekerasannya seksual.
Selama ini, kata Benny, DP3AK Jatim bersama kabupaten/kota di Jatim telah melakukan berbagai langkah. Seperti melakukan upaya preventif dengan sosialisasi kuratif dalam bentuk layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan, serta upaya pemberdayaan perempuan serta pemenuhan hak anak.
“Contohnya seperti hak sipil anak, yaitu dokumen kependudukannya akte kelahiran maupun kartu identitas anak ataupun hak pendidikannya. Sehingga penyelesaian permasalahan agar tuntas harus dilakukan bersama-sama antar stakeholder dan masyarakat,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala DP3AK Jatim Restu Novi Widiani menjelaskan, hingga sampai saat ini baru ada enam kabupaten yang membentuk UPTD PPA. Yakni; Situbondo, Malang, Sidoarjo, Sumenep, Pamekasan dan Ngawi. Serta satu kabupaten yang saat ini sedang proses pembentukan yakni Kabupaten Jombang.
“Pemprov Jatim pada 2022 ini juga telah membentuk UPTD PPA. Pembentukan UPTD ini adalah wujud perhatian Ibu Gubernur Jatim (Khofifah Indar Parawansa, red) terhadap perlindungan kepada perempuan dan anak. Salah satu fokus perhatian Bu Gubernur dalam membangun Jatim ini adalah soal pemberdayaan perempuan dan anak ini,” ungkapnya.
Pada 2022 ini, jelas Novi, DP3AK Jatim telah membuat beberapa strategi. Seperti stop stunting, stop tanpa dokumen kependudukan, stop bullying, kekerasan pada perempuan dan anak, stop pekerja anak dan stop perkawinan anak.
“DP3AK Jatim telah membuat program inovasi seperti TOP DP3AK (Tayangan Online Program DP3AK), SAPA DP3AK (Semangat Pagi Tangkas Tuntas Atasi Masalah Perempuan Anak, Keluarga dan Kependudukan), GASPOL DP3AK (Gerakan Sayang Perempuan Ojek Online), Satgas PM-PA (Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak), Tenda Ramah PA (Tempat Dimana Aja Atasi Masalah Perempuan Anak) dan LAPOR PAK (Layanan Perempuan Anak dalam Kasus),” papar Novi.
Dalam pembangunan yang tepat sasaran, lanjut Novi, pemanfaatan data kependudukan yang akurat sangat diperlukan dalam penentuan sasaran pembangunan. Data kependudukan sebagai salah satu baseline data untuk perencanaan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini bisa dilihat dari masih sedikitnya jumlah perangkat daerah yang bekerjasama dengan dinas yang menangani kependudukan dan catatan sipil.
“Saat ini bila melihat data administrasi kependudukan, untuk kepemilikan akte kelahiran dan akta kematian capaiannya sudah 100 persen. Tetapi yang perlu mendapat perhatian adalah masih rendahnya kepemilikan Kartu Identitas Anak (KIA) sebesar 43,18 persen. Sehingga perlu peningkatan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan kepemilikan KIA sebagai pemenuhan hak anak,” tandasnya. [Zainal Ibad]

Tags: