Darurat Edukasi Internet Sehat bagi Anak

Aksi peristiwa pembunuhan sadis di Makassar, Sulawesi Selatan yang terinspirasi dari situs yang terkait dengan jual beli organ tubuh manusia kini tengah mengundang perhatian dan sorotan public. Menyimak kasus penculikan dan pembunuhan anak Fadli Sadewa alias Dewa ( 11 ) di Makasar, Sulawesi Selatan itu haruslah menjadi perhatian negara secara serius. Sekaligus, sebagai sentilan semua orang tua dalam berinternet,

Terkait penggunaan internet pada anak menurut data Komisi Anak Indinesia ( KPAI ), anak-anak kelompok usia 10-24 tahun, menempati posisi kedua data penetrasi pengguna internet Indonesia berdasarkan usia dengan catatan 75,5%. Adapun, sebanyak 98,70% anak usia 5 Tahun keatas mengakses internet menggunakan ponsel pintar. Sisanya menggunakan laptop 11,87% computer desktop 2,29% dan lainnya 0,18% ( kompas, 14/1/2023 ).

Secara logika rasionalitas angka tersebut akan semakin tinggi jika pendataan dari usia tiga tahun yang merupakan digital native, itu artinya penggunaan internet dikalangan anak – anak tetap perlu dalam pengawasan orang tua. Sebab, penggunaan internet dapat menimbulkan dampak negative kepada anak. Darurat internet sehat perlu menjadi atensi semua pihak, terutama orang tua. Pasalnya, jika membiarkan anak terus terpapar internet negative, generasi akan terus berpotensi memberi kejutan tidak baik.

Selain itu, campur tangan pemerintah sangat mutlak terhadirkan. Pasalnya belajar dari terjadinya tayangan atau website yang bisa masuk ke Indonesia tanpa sensor yang hingga akhirnya membuka ruang inspirasi tayangan yang mengandung unsur – unsur kekerasan seperti kasus dua remaja bunuh bocah untuk jual organ ginjal di Makassar. Sungguh sebuah fakta yang menyisakan keprihatinan dalam penggunaan internet di negeri ini. Oleh sebab itu, sudah saatnya kini pemaku – pemaku kepentingan bukan hanya pemerintah tetapi peran serta masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, guru, dunia pendidikan, dan lain – lain bisa lebih protektif dalam penggunaan internet terhadap anak. Pengawasan digitalisasi berbasis pada pemangku kepentingan meski perlu ditingkatkan. Salah satu ruang lingkupnya adalah edukasi agar anak dapat membedakan konten baik dan buruk.

Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

Tags: