Dasar Hukum Kuat, Cari Peluang Kelola SMA/SMK

Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Ikhsan

Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Ikhsan

Dindik Surabaya, Bhirawa
Perselisihan antara dua Undang-Undang (UU) yang mengatur wewenang pengelolaan pendidikan menengah (Dikmen) akan dimanfaatkan Surabaya untuk tetap mempertahankan SMA/SMK. Sebab, payung hukum pengelolaan SMA/SMK oleh pemerintah kabupaten/kota dinilai akan cukup kuat.
Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya Ikhsan menegaskan pihaknya akan melakukan beberapa langkah untuk memastikan adanya peluang mengelola SMA/SMK. Di antaranya melakukan kajian dengan pakar hukum dan konsultasi dengan berbagai pihak di pemerintahan. “Kami sudah mendapat informasi terkait perselisihan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) Tahun 2003. Ini akan kita kaji dulu,” tutur Ikhsan, Selasa (15/12).
Seperti diketahui, dalam UU 23 Tahun 2014 dijelaskan wewenang pengelolaan SMA/SMK akan beralih ke provinsi. Padahal, dalam UU Sisdiknas yang sampai saat ini menjadi payung hukum tunggal pelaksanaan pendidikan di Indonesia masih menerangkan pengelolaan SMA/SMK di kabupaten/kota. Hal itu tertera jelas di UU Sisdiknas Pasal 50 ayat 4-5. Di situ jelas, peran provinsi dan kabupaten/kota dalam hal mengelola pendidikan. “Kalau kita ingin mengelola SMA/SMK jelas tidak menabrak aturan. Payung hukumnya jelas,” tutur Ikhsan.
Kendati demikian, Ikhsan mengaku tetap akan patuh terhadap UU 23 Tahun 2014 sampai ada keputusan final. Sehingga, seluruh tahapan untuk serah terima aset, personel dan pendanaan akan tetap berjalan sebagaimana jadwal yang sudah ditetapkan. Secara resmi, seluruh pendataan sudah harus disampaikan pada Maret 2016. Kemudian penandatangan berita acara serah terima personel dan aset dilakukan Oktober 2016. “Kami juga tetap akan berkonsultasi dengan provinsi dan pusat untuk aturan ini,” kata dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, anggota Komisi E DPRD Jatim M Eksan menegaskan keinginan Surabaya untuk kembali mengelola SMA/SMK menyalahi UU 23 Tahun 2014. Menurutnya, hal itu hanya bisa dilakukan dengan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait aturan yang dikeluarkan pemerintah pusat. Jika Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya terpilih periode 2015-2020 hanya sekadar mengirim surat ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri), itu sangat tidak tepat dan terkesan ingin mendapat perlakuan khusus. Selain itu, dampaknya akan merusak tatanan hukum di negeri ini.
“Jika Tri Rismaharini yang kembali terpilih memimpin Surabaya menginginkan itu, maka dia harus melakukan upaya yang sesuai dengan prosedur yang ada. Tidak asal minta dengan sekadar mengirim surat permintaan, jadinya terkesan konyol dan menyalahi aturan,” ujarnya.
Sementara menurut pandangan pakar hukum tata negara Universitas Muhammadiyah Surabaya Ahmad Labib, mengatakan dalam asas hukum ditetapkan tiga prinsip untuk memecahkan perselisihan tersebut. Di antaranya ialah aturan yang dibuat penguasa lebih tinggi memiliki kedudukan lebih tinggi. Kedua UU yang bersifat khusus mengesampingkan UU yang bersifat umum. Terakhir UU yang baru mengalahkan UU yang lebih lama. “Kalau melihat masalah peralihan kewenangan SMA/SMK ini, berarti ada dua sudut pandang yang bisa dipakai. Jika menggunakan lex spesialis (aturan khusus mengalahkan umum) maka UU Sisdiknas yang seharusnya digunakan,” kata Labib. Jika pemerintah kabupaten/kota menolak untuk menyerahkan pengelolaan SMA/SMK ke provinsi, lanjut Labib, itu tidak melanggar aturan. “Mereka berhak melimpahkan (SMA/SMK) karena payung hukumnya jelas. Mereka juga berhak mengikuti aturan yang baru,” pungkas dia. [tam]

Tags: