Datang Ujian Terlambat Jadi Lumrah

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menyapa siswa peserta UNBK di SMKN 2 Surabaya sebelum ujian sesi pertama mapel Bahasa Indonesia berlangsung. [adit hananta utama]

Gubernur Apresiasi Inovasi Pengawasan UNBK Jatim
Dindik Jatim, Bhirawa
Kesakralan Ujian Nasional (UN) tampaknya mulai benar-benar hilang dari ingatan peserta didik. Selain tidak lagi menjadi pertimbangan kelulusan, para peserta ujian pun mengikutinya dengan sangat santai. Bahkan kejadian siswa yang datang terlambat pun seolah sudah lumrah.
Di SMK 45 Surabaya salah satunya, beberapa siswa yang ditemui usai mengikuti UNBK sesi kedua hari pertama tampak ceria. Agus salah satunya, dia mengaku dengan mudah mengerjakan soal Bahasa Indonesia yang seharusnya dikerjakan dalam waktu dua jam dan dia hanya butuh waktu sekitar 30 menit. “Yang bisa ya dijawab, kalau susah ya terpaksa diawur. Nggak perlu repot,” tuturnya saat ditemui bhirawa, Senin (2/4).
Agus juga mengaku, teman-temannya cukup santai dalam menghadapi UNBK kali ini. Bahkan tak jarang dari temannya yang datang ke sekolah terlambat. “Banyak yang telat. Biasa itu, nggak lama sih. Paling lama cuma 10 menit,” tutur dia.
Hal senada juga diakui Ketua Panitia UNBK di SMKN 2 Surabaya Deki Harbiyanto. Saat sesi kedua dimulai pukul 10.30, beberapa siswa masih belum sampai di kelas. Paling lama, keterlambatan siswa datang mengikuti ujian sampai 10 menit. “Kalau datang terlambat waktu mengerjakan ujiannya akan dipotong. Tapi kalau ada kendala teknis karena sistem, waktu mengerjakan tidak akan berkurang sesuai jatahnya,” tutur Deki di sela kunjungan Gubernur Jatim ke SMKN 2 Surabaya.
Deki mengaku, dari segi sistem dan aplikasi, UNBK tahun ini lebih mudah. Apalagi saat pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), pihak sekolah sudah menggunakan komputer. “Aplikasinya mirip dengan yang kita pakai saat USBN. Jadi bisa sekalian uji coba,” tutur Deki.
Kepala SMKN 2 Surabaya Djoko Priatmodjo menuturkan, di sekolahnya terdapat 914 peserta ujian dari 10 jurusan. Sekolah menyiapkan 16 ruang ujian yang masing-masing berisi 20 unit komputer. Total server yang digunakan sebanyak 16 unit ditambah cadangan dua unit.
“Total klien ada 320 unit komputer dan laptop. Laptop itu inventaris sekolah, jadi kita sama sekali tidak meminjam ke siswa,” tutur Djoko.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, keterlambatan siswa datang mengikuti ujian hanyalah peristiwa yang situasional. Pihaknya menilai, hal tersebut bukan karena UN yang tidak lagi digunakans sebagai penentu kelulusan. “Siswa tetap membutuhkan nilai tersebut untuk mencari kerja dan mendaftar ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya ke sekolah kedinasan seperti akmil dan akpol masih menggunakan nilai UN,” tutur Saiful.
Saiful meyakinkan, selama proses UNBK berlangsung akan berjalan dengan baik. Sebab, pihaknya telah membangun kerjasama dengan PLN agar ujian berjalan lancar. “Daya listrik di Jatim ini masih berlebih. Dan kita sudah bekerjasama dengan PLN supaya UNBK mendapat suplai listrik yang cukup,” tutur dia.
Sementara itu, dalam kunjungannya di SMKN 2 Surabaya, Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memberikan apresiasinya atas inovasi yang dilakukan Dindik Jatim. Khususnya dalam hal pengawasan UNBK menggunakan CCTV.
Menurut Pakde Karwo, sapaan akrab Gubernur Jatim, pelaksanaan UNBK sudah berjalan dengan sentuhan teknologi yang bagus. Progressnya terlihat dari keberadaan pengawas yang tidak lagi harus di dalam kelas. Sehingga peserta ujian merasa diparcaya untuk berlaku jujur meski di dalam sebenarnya terpasang CCTV. “Mungkin kelak bahkan tidak perlu CCTV maupun pengawas. Tapi kita tidak tahu kapan itu dapat terlaksana,” tutur Pakde Karwo.
Terkait pengawasan, kata Pakde Karwo, tidak harus saklek dengan standar prosedur. Karena pendidikan merupakan dunianya kreatifitas untuk siapapun dapat berinovasi. “Kalau dunianya kepastian itu hukum,” kata dia.
Dari segi sarana prasarana, pelaksanaan UNBK tidak harus seragam menggunakan unit komputer. Sekolah juga dapat menggunakan laptop yang fungsi dan manfaatnya sama. Sebab, siswa tetap bisa mengerjakan ujian dengan lancar dan nyaman. “Jadi lebih karena fungsionalnya. Bukan penyeragaman sarana prasarananya,” tutur Pakde Karwo.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, UN meski bukan lagi menjadi penentu kelulusan, tetap diperlukan untuk banyak hal. Khususnya pada pemetaan kualitas pendidikan di satu wilayah. Dari hasil ujian tersebut, akan terlihat sampai dimana kualitas pendidikan. Jika dibuat peringkat, apakah Jatim itu masih di bawah standar rata-rata atau sudah jauh di atas rata. “Apakah tiap daerah di Jatim itu sudah merata pendidikannya. Dari situ, evaluasi kualitas guru perlu dikaji. Mungkin juga tidak hanya kualitas, tapi juga metodik didaktiknya dalam mentransfernya juga menjadi evaluasi,” tandasnya. [tam,iib]

Rate this article!
Tags: