Dato’ Sri Tahir Kantongi Dr (HC) ke Empat dari Unair

Rektor Unair Prof M Nasih (kiri) menunjukkan materi orasi yang akan disampaikannya dalam pengukuhan Dr (HC) Dato’ Sri Tahir, Kamis (8/3) hari ini.

Universitas Pemberi Kehormatan Pun Merasa Terhormat
Surabaya, Bhirawa

Menjadi bos dari Bank Mayapada dengan predikat orang terkaya nomor lima di Indonesia sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan kesuksesan Prof Dato’ Sri Tahir. Namun, tidak hanya sukses dengan beragam bisnis yang dia miliki. Guru besar di Singapore Management University dan Sun Yat Sen University tersebut juga memiliki serentetan gelar akademik dari sejumlah kampus ternama.
Prof Tahir telah memiliki tiga gelar doktor kehormatan dari National Taiwan University, Universitas Gadjah Mada, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya. Hari ini, Kamis (8/3), Prof Tahir kembali akan mengantongi gelar doktor keempatnya dari Universitas Airlangga (Unair).
“Setelah melalui proses panjang, kita akan menganugrahi Dato’ Sri Tahir gelar doktor honoris causa. Semua persyaratan sudah lengkap, SK juga sudah ada tinggal pengukuhannya besok (hari ini),” tutur Rektor Unair Prof M Nasih kemarin.
Menurut Nasih, sebuah kehormatan bagi Unair Dato’ Sri Tahir mau menerima gelar kehormatan tersebut. Karena secara akademik, Prof Tahir dinilai telah mampu mengimplementasikan basic knowledge menjadi explicit knowledge dan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Di sisi lain, Tahir juga merupakan pria asli Surabaya yang layak mendapat kehormatan dari kampus Surabaya.
“Sebenarnya kehormatan ini bukan untuk Prof Tahir. Justru kami yang merasa terhormat dengan diterimanya gelar kehormatan ini,” tutur Nasih.
Selain kiprah, gagasan Tahir di bidang ekonomi diakui Nasih sangat sesuai dengan semangat yang dimiliki Unair. Yakni bidang ekonomi berkeadilan. Sebuah gagasan tentang Indonesia yang adil dan beradab tanpa kesenjangan. “Mulai dari Indonesia barat hingga Indonesia timur kita harapkan akan memiliki kesejahteraan di masa mendatang,” kata pria asal Gresik ini. Nasih berharap, dengan diberikannya Tahir gelar kehormatan Unair, Tahir dapat ikut membantu penguatan tri dharma perguruan tinggi. Yakni penelitian, pendidikan dan pengabdian masyarakat.
Sementara itu, Prof Tahir mengaku dirinya tengah mendapat tantangan dan tugas baru setelah mendapati gelar doktor Unair. Menurut dia, setiap gelar yang diberikan kepadanya ada pengharapan terhadap dirinya untuk menunaikan tanggung jawab. “Setiap gelar atau penghargaan yang kita dapat itu bukan akhir dari keberhasilan. Justru itu awal dari sebuah tanggung jawab,” kata dia.
Tahir mengaku, selain empat doktor yang telah dia kantongi saat ini. Dia juga telah memiliki gelar setara doktor yang diberikan University of California Berkeley. “Hidup ini sangat ajaib. Anak seorang penyewa becak yang pernah sakit dan hampir tidak bisa keluar rumah sakit menjadi seperti sekarang,” tutur dia.
Menyinggung konsep ekonomi yang adil, Tahir menceritakan tentang prinsipnya dalam membelanjakan uang. Menurut dia, banyaknya uang tidak diukur dari berapa banyak yang didapat atau dimiliki seseorang. Tetapi kekayaan seseorang itu diukur dari uang yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain. “Karena itulah, konsep filantropi yang saya pegang bukanlah sedekah, CSR atau apapun. Tapi filantropi itu komitmen. Tidak harus menunggu untung, hari baik, atau mood untuk membantu,” tutur dia.
Dari gelar kehormatan tersebut, Tahir berharap bisa membantu Unair dalam membangun kerjasama dengan perguruan-perguruan tinggi di luar negeri.
Menurutnya, persaingan antarperguruan tinggi di Indonesia sudah cukup dan sudah waktunya untuk bersaing dengan kampus asing. Selain itu, Tahir menginkan adanya solusi atas problem yang dihadapi profesor di perguruan tinggi saat ini. Menurutnya, masalah yang dihadapi dokter dan profesor di Indonesia nyaris sama. Jika dokter terlalu banyak menangani pasien, dia tidak akan sempat mengupdate ilmunya, tidak membaca buku, tidak menulis jurnal atau paper. Begitu juga dengan profesor yang sedang beruntung dan memiliki jabatan khusus di luar. Sehingga fokusnya terhadap pendidikan menurun.
“Universitas di Indonesia jarang membangun kerjasama. Jika diizinkan rektor, saya ingin membangun kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi di luar negeri seperti yang sudah kami lakukan di UGM,” pungkas Tahir. [tam]

Tags: