Daya Beli Masyarakat Melambat

Salah satu pedagang merancang dipasar kota Bojonegoro. [achmad basir]

Malang, Bhirawa
Survei dilakukan Bank Indonesia (BI) Malang menyimpulkan, daya beli masyarakat Indonesia sampai pertengahan 2017 ini sama sekali tidak menurun. Tetap  mengalami peningkatan, meskipun sedikit melambat.
Menurut Kepala Tim Ekonomi Keuangan BI, Jaka Setiawan, konsumsi dan ekspor di Indonesia kini tumbuh positif. Hanya saja memang lebih rendah dibanding dengan yang diproyeksikan.
Dari segi pengeluaran, konsumsi rumah tangga pada triwulan pertama 2017 sebesar 4,93%, mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun 2016 yang sebesar 4,97%.
Indeks Keyakinan Konsumen, di Kota Malang, lanjut Jaka, poinnya berada pada angka di atas 110. Artinya, konsumsi masyarakat di Kota Malang sangat bagus. Karena ketika ada angka optimis di atas 100, maka semakin banyak yang merencanakan konsumsi dan indeksnya tinggi.
Sementara  terkait semakin melejitnya usaha e-commerce di tengah-tengah isu melemahnya daya beli masyarakat, menurutnya itu adalah hal yang berbeda. Karena pada dasarnya, masyarakat memiliki kecenderungan untuk melakukan aktivitas yang tergolong baru.
“Karena dari yang sebelumnya tidak ada menjadi ada, maka membuat banyak orang melakukan aktivitas itu,” jelasnya.
Sehingga, tambah Jaka, pertumbuhan e-commerce terlihat begitu besar, berbeda dengan aktivitas riil di pasar yang sudah mengalami perkembangan, akan tampak tumbuh sedikit. Namun dalam jangka waktu lima tahun ke depan, pertumbuhan akan terus berjalan dan tidak sebesar ketika pada awal mula sebuah pasar dibangun.
“Kalau tak ada menjadi ada pasti grafiknya akan melonjak tinggi. Tapi kalau sudah berkembang, akan tampak tumbuh sedikit. Itulah yang terjadi diekonomi,” urainya.
Sementara itu, Pakar Ekonomi FEB Universitas Brawijaya (UB) Malang, Wildan Syafitri, SE ME PhD menegaskan, kebijakan yang dikelurakn Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup memberi pengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dia menilai, kebijakan yang telah dikeluarkan berhasil mengendalikan perkembangan ekonomi. Terlihat dari kemampuan menekan inflasi yang saat ini terus menunjukkan tren positif.
“Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) saya rasa menjadi salah satu komponen bagus yang perannya cukup terlihat,” kata dia.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, inspeksi mendadak dan pemantaun terhadap pasar pun semakin getol dilakukan setelah adanya TPID. Sementara sebelumnya, pemantauan di pasar lebih sering dilakukan ketika menjelang Hari Raya Idul Fitri saja.
Sehingga, tidak heran jika pasokan kebutuhan pokok saat ini lebih stabil dan tidak mengakibatkan masyarakat panik dengan membelanjakan uangnya dalam sesaat. Hal itu tampak pada Hari Raya Idul Fitri tahun 2017, lalu masyarakat membelanjakan uangnya sesuai dengan kebutuhan dan tidak dengan jumlah yang lebih besar.
“Artinya, tidak ada ketakutan dari masyarakat untuk kehabisan kebutuhan pokok, dan cenderung bertransaksi seperlunya saja. Dampaknya, harga kebutuhan pun stabil dan tak ada lonjakan seperti tahun-tahun sebelumnya. Pihak kepolisian pun sangat tegas dalam memberi tindakan. Sehingga pedagang atau distributor nakal yang sengaja menghimpun kebutuhan pokok pun terus berkurang,” papar Dosen Ilmu Ekonomi FEB UB itu.
Kebijakan itu pun dinilai mampu mengontrol daya beli masyarakat. Meskipun saat ini kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak senada dengan yang ditargetkan, namun pola kebijakan yang dikeluarkan berhasil memberi pengaruh positif pada pola konsumsi masyarakat.
Menurutnya, kini memang ada beberapa faktor yang mempengaruhi pola konsumsi masyarakat. Diantaranya adalah pengalihan pola konsumsi ketika tahun ajaran baru. Karena meskipun sekolah digratiskan, namun ada beberapa kebutuhan pendukung yang harus dimiliki.
Sehingga, lanjut Wildan, masyarakat cenderung beralih dengan membelanjakan uangnya pada kebutuhan yang dirasa lebih mendesak. Selain itu, ada juga kemungkinan banyaknya transaksi yang tidak tercatat dan luput oleh pemerintah. [mut]

Rate this article!
Tags: