Daya Saing Pasar Modal di Panggung MEA 2015

wahyu kuncoro snOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Pasar modal Indonesia akan mengalami  tantangan berat pada saat era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan 2015 tahun depan. Salah satunya adalah jumlah investor domestik  yang masih minim. Jumlah investor domestik yang terbatas itu menyebabkan pasar modal sangat rawan dikendalikan oleh investor asing. Dan bila asing bisa mengendalikan dan memainkan pasar modal sesukanya maka berpotensi besar mendatangkan malapetaka.
Karena itu, salah satu upaya membangun ketahanan pasar modal tiada lain adalah memperbesar dan memperkuat peran investor domestik. Sekadar catatan, saat ini pasar modal masih didominasi para investor asing yang angkanya berada pada kisaran 63 persen. Dalam kondisi seperti ini maka masyarakat adalah kunci penambahan investasi di pasar modal nasional pada masa mendatang. Dukungan pendanaan dari masyarakat, bisa diperoleh jika mereka memiliki wawasan yang mencukupi tentang pasar modal dan risiko apa yang akan dihadapinya. Apalagi, pada masa kini tidak mungkin pembiayaan yang dibutuhkan hanya mengandalkan kalangan perbankan.
Untuk mendongkrak jumlah investor lokal, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang dituntut  mengembangkan berbagai instrumen yang bisa merangsang masyarakat untuk menginvestasikan dananya di pasar modal, namun hasilnya belum kelihatan sehingga investor asing masih tetap mendominasi.
Secara keseluruhan, akses masyarakat Indonesia terhadap produk jasa keuangan memang masih sangat rendah, bahkan menjadi yang paling rendah di kawasan Asia Tenggara. Lebih menyedihkan lagi karena posisi Indonesia di bawah Filipina yang kapasitas ekonominya berada di bawah Indonesia.
Perkembangan pasar modal Indonesia sebenarnya  menunjukkan peningkatan yang menggembirakan, setidaknya bila merujuk pada aliran dana asing (net buy) yang mengalir di lantai bursa. Manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat perputaran dana asing sudah menembus Rp30 triliun secara year to date terhitung sejak awal tahun ini. Sayangnya, perkembangan tersebut tidak diiringi dengan peningkatan jumlah investor domestik yang signifikan.
Oleh sebab itu, kita menghargai upaya OJK untuk menggandeng berbagai pihak dalam meningkatkan literasi masyarakat terkait pasar modal. Upaya melibatkan perguruan tinggi, sekolah, ibu rumah tangga, pekerja di sektor formal dan in formal, pengusaha UKM, dan pensiunan dalam hal ini adalah wajar. Mewajibkan perusahaan jasa keuangan untuk melakukan edukasi juga dapat dipahami. Tujuannya, menjadikan investasi di pasar modal sebagai gaya hidup masyarakat di Indonesia yang tak hanya dijamah oleh masyarakat elit.  Mengingat saat ini, pemahaman publik cenderung menunjukkan bahwa investasi di pasar modal sifatnya elitis atau ekslusif.
Proses yang lebih sistematis dan terukur perlu dijalankan dengan serius. Target yang jelas mengenai upaya meningkatkan literasi juga perlu ditetapkan. Dengan demikian, dalam 2 tahun atau 3 tahun ke depan kita berharap literasi keuangan masyarakat Indonesia, apalagi dalam kaitannya dengan pasar modal, tidak lagi paling rendah di kawasan .
Tantangan di Era MEA 2015
Pasar modal Indonesia akan mengalami berbagai tantangan pada saat era masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan. Salah satunya adalah akan banyak investor asing yang melirik untuk menanamkan modal di perusahaan-perusahaan terbuka di Indonesia mengingat transaksi dapat dilakukan tanpa batas. Dengan demikian, dominasi asing akan semakin nyata pada 2015. Selain harus bersaing dengan perusahaan-perusahaan lokal, perusahaan dalam negeri pun harus bersaing dengan perusahaan negara tetangga yang secara aset dan permodalan lebih baik.
Jika perusahaan tersebut dapat memanfaatkan momentum dengan memasarkan produk dan jasa hingga ke ASEAN, diharapkan keuntungan perusahaan dapat meningkat, khususnya didukung oleh pemerintahan baru yang menjadi tumpuan harapan masyarakat. Selain akan menghadapi tantangan, para investor lokal akan mendapatkan peluang baru bertransaksi tanpa batas pada 2015 yaitu menginvestasikan modalnya di perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek ASEAN.
Pada sisi lain, persaingan di pasar bebas juga akan meningkatkan kompetensi dan produk Indonesia yang dapat ditawarkan hingga ke level regional. Upaya otoritas untuk membatasi gempuran asing menjadi hal yang paling berpengaruh bagi perkembangan pasar modal. Selama para investor berfokus pada fundamental dan investasi jangka panjang, sentimen pasar akibat kebijakan di luar negeri, tidak terlalu berpengaruh terhadap pasar domestik.
Para pelaku di pasar modal berharap regulator lebih berfokus pada pembenahan birokrasi dan kebijakan pemerintahan seperti kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kabinet yang profesional dan menjalankan tata kelola negara yang bersih dari korupsi.
Singkatnya, tantangan terbesar yang kini di depan mata adalah sejauh mana kesiapan Bursa Efek Indonesia (BEI) berkompetisi dengan bursa-bursa sesama negara ASEAN, terkait dengan diberlakukannya MEA pada akhir tahun depan. Dengan sisa waktu yang sangat tipis ini, pihak OJK dan para stakeholder pasar modal harus memburu sejumlah ketertinggalan dengan kecepatan maksimal, mulai dari memperbanyak jumlah emiten yang masih sedikit, meningkatkan dan memperbanyak instrumen atau produk pasar modal sehingga investor memiliki berbagai alternatif dalam menanamkan dana di pasar modal, menerbitkan regulasi yang menjadi aturan jelas bagi emiten maupun investor sehingga semua merasa terlindungi.
Mendorong UKM Masuk Pasar Modal
Ada hal menarik yang patut disimak dari upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam upaya menggairahkan pasar modal. Salah satunya adalah mengupayakan 5% dari usaha kecil dan menengah yang tercatat di Kamar Dagang dan Industri Indonesia untuk masuk ke pasar modal. Jika itu tercapai, berarti akan ada sekitar 500 emiten baru yang berasal dari segmen usaha kecil dan menengah tersebut. Ini angka yang cukup besar mengingat saat ini jumlah emiten bahkan masih di bawah angka tersebut.
Ada beberapa isu yang perlu ditangani dalam upaya mendorong UKM masuk ke pasar modal, di antaranya mencakup infrastruktur dan regulasi yang mengakomodasi kalangan UKM, besaran nilai efek yang dapat ditawarkan, fee dan urusan administrasi yang perlu disederhanakan, serta upaya melibatkan lebih banyak masyarakat untuk aware dengan investasi melalui pasar modal.
OJK menyatakan regulator telah memberi keleluasaan bagi UKM untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber perolehan dana sejak lama. Sebagai contoh, sudah ada Peraturan Bapepam-LK No.IX.C.7 tentang Pedoman Mengenai Bentuk dan Isi Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Pengawasan Umum oleh Perusahaan Menengah atau Kecil.
Dalam aturan itu, yang dimaksud UKM adalah perusahaan yang memiliki jumlah kekayaan atau total aset tidak lebih dari Rp100 miliar. Ada pun nilai keseluruhan efek yang ditawarkan ditentukan tidak lebih dari Rp40 miliar. Bagi perusahaan UKM, masuk ke pasar modal berarti mendapatkan lebih banyak sumber pendanaan sekaligus mendorong transparansi dan good governance secara internal.
Kita berharap upaya untuk memacu UKM masuk ke pasar modal tidak berhenti pada regulasi di atas. Jika regulasi sudah lama mengakomodasi, mengapa UKM belum memanfaatkan pasar modal? Tentu diperlukan penelusuran lebih jauh. Bisa jadi kalangan UKM belum banyak yang tahu mengenai hal ini. Solusinya tentu saja sosialisasi yang lebih masif.
Boleh jadi diperlukan banyak insentif lain untuk mendorong UKM. Dengan nilai efek yang kecil, bila biaya administrasi dan beragam fee yang harus dikeluarkan hampir sama dengan mereka yang menerbitkan efek bernilai besar, maka justru akan menjadi beban tersendiri. Solusinya adalah dengan penyederhanaan. Hal-hal di atas merupakan tantangan tersendiri bagi otoritas bursa.
Di luar itu semua, ketika membahas soal keberadaan investor lokal yang masih terbatas di pasar modal, sesungguhnya ada sesuatu yang ajaib bila mengaitkan menjamurnya investasi bodong yang telah menelan korban yang tidak sedikit dengan nilai triliunan rupiah.  Artinya, dana yang ada di masyarakat membuktikan cukup tersedia tetapi mengapa selalu terjerat pada investasi yang sesat. Hal itu menunjukkan bahwa ada yang salah dalam proses sosialisasi dan pengembangan pasar modal di negeri ini.
Wallahu’alam Bhis-shawwab

                                                                                               —————– *** —————–

Tags: