DBHC Tak Optimal Digunakan Pemprov Jatim

8270109DPRD Jatim, Bhirawa
Besarnya Dana Bagi Hasil Cukai  (DBHC) Rokok/Tembakau  yang diterima Pemprov Jatim tidak optimal dipergunakan sebagaimana mestinya.  Salah satunya masih minimnya smoking area ( daerah kushus merokok,red) yang dibuat Pemprov Jatim sebagai salah satu poin penting penggunaan DBHC.
Anggota Komisi E DPRD Jatim Heri Prasetyo mengaku prihatin atas fakta tersebut. Padahal mestinya Pemprov Jatim bisa menyisihkan sebagian pendapatan untuk fasilitas tersebut. “Sangat wajar bilamana 50 persen pendapatan dipakai untuk fasilitas kesehatan dan penegakan hukum. Salah satunya ya tempat khusus merokok,”tegasnya politisi asal Partai Demokrat, Kamis (22/5).
Sebab, sebagaimana peruntukannya, pajak rokok harus dimanfaatkan dan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia. Penggunaaan penerimaan pajak rokok dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan masyarakat sebagai pengimbang tingkat
konsumsi rokok.
“Untuk itu, penerimaan pajak rokok akan dikembalikan dan dialokasikan kembali untuk kesehatan masyarakat”jelasnya.
Dalam petunjuk teknisnya, lanjut Heri, alokasi dari penerimaan pajak rokok juga harus digunakan dalam pengembangan smoking area secara ideal. “Smoking area itu akan ditempatkan di tempat strategis dengan tambahan fasilitas penghijauan sebagai filter polusi akibat asap rokok.  Kegunaan lain adalah untuk kegiatan sosialisasi serta membuat iklan layanan masyarakat mengenai bahaya rokok,”tandasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jatim, Harsono belum bisa dikonfirmasi atas fakta tersebut. Namun, sumber di internal Pemprov Jatim berdalih bahwa, sebagian dana bagi hasil pajak rokok telah dimanfaatkan sebagaimana mestinya, kendati tidak dalam bentuk tempat khusus merokok
Seperti diketahui, smoking area menjadi barang langka di lingkungan Pemprov Jatim. Dimana tidak semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemprov Jatim yang menyediakan fasilitas tersebut. Dimana sejak Pemkot Surabaya memberlakukan Peraturan Daerah (Perda) kawasan
tanpa rokok (KTR), semua tempat umum, termasuk instansi pemerintahan wajib menyiapkannya.
Kewajiban itu berlaku bilamana instansi tersebut berada dalam wilayah Kota Surabaya. Kantor-kantor SKPD milik Pemprov Jatim adalah salah satunya. Nyatanya, semua itu tidak berjalan semestinya. Mereka seolah mengabaikan dengan fasilitas itu.
Di kantor sekretariat Gubernur Jatim Jalan Pahlawan misalnya, tak satupun ruang khusus merokok tersedia. Begitu juga dengan sejumlah SKPD yang tersebar di kawasan Jalan Ahmad Yani.
Satu-satunya SKPD yang punya ruang tersebut hanyalah Badan Perencanaan dan Pembangunan Provinsi (Bappeprov) Jatim. Itupun kondisinya memprihatinkan. Karena hanya dibuat dari kerangka almunium dengan model terbuka. Melihat bentuknya, mirip pos satpam atau pos kampling
Lebih mempihatinkan lagi, tidak ada fasilitas apapun di dalamnya. Terutama filter udara, sebagaimana umumnya tempat khusus merokok. Bahkan, pada jam-jam tertentu, tempat berukuran 2×3 meter ini digunakan untuk tempat parkir sepeda motor.
Fakta ini tentu kontraproduktif dengan dana bagi cukai serta pajak rokok yang begitu besar setiap tahunnya. Pada tahun 2013 lalu misalnya, Jatim mendapatkan Rp1,5 triliun. Uang sebesar itu merupakan
bagian dari pendapatan pajak rokok nasional yang diterima negara sebesar Rp.110 Triliun hingga akhir tahun kemarin.
Sementara Prmprov Jatim sendiri mendapat jatah Rp435 miliar setelah  dibagi rata dengan Kabupaten/Kota di seluruh Jatim. [cty]

Tags: