De-radikalisasi Korps Kampus

ilustrasi

Mahasiswa menjadi sasaran ekstremisme, “menumpangi” emosional pemuda yang masih asli, Juga pemahaman ke-agama-an yang kering. Beragam kegiatan unit ke-rohani-an dijadikan ladang penyusupan ekstremisme. Walau, mayoritas mahasiswa tersadar sebelum menjadi bagian sindikat radikalisme. Potensi ancaman (radikalisme) ini patut diwaspadai pimpinan perguruan tinggi. Maka diperlukan aksi sistemik Kemendikti Ristek, untuk menghalau radikalisme dari kampus.
Aksi de-radikalisasi jajaran Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) perlu di-ikuti “bedah” radikalisme. Tidak perlu berdebat perihal definisi tentang ekstremisme. Begitu pula, masalah sumber radikalisme, telah banyak dipapar berbagai ahli. Sumber radikalisme, adalah ketimpangan terhadap keadilan. Terutama pelaksanaan penegakan hukum, akses ekonomi, dan upaya kemakmuran kawasan (indeks ginie).
Tetapi menunggu penegakan hukum yang lurus bagai kehidupan malaikat, niscaya  nyaris mustahil. Hal yang sama mustahil membuat sama-rata akses ekonomi. Namun perlu diperjuangkan “keadilan proporsional” bidang hukum dan akses ekonomi. Kalangan grass-root, wajib dilindungi, agar tidak kehilangan hak asasinya. Terutama hak nafkah (memperoleh upah layak), hak pendidikan serta hak hidup sehat, yang wajib di-fasilitasi negara.
Kehadiran negara harus lebih kerap melindungi hak asasi rakyat kalangan bawah (yang mayoritas). Termasuk tidak membohongi rakyat, dengan berbagai pencitraan, dan program abal-abal. Misalnya, tentang subsidi pupuk. Realita selama ini petani membeli pupuk dengan harga mahal. Sering langka pula saat dibutuhkan. Padahal pupuk yang telah di-biasa-kan selama ini, bisa merusak unsur tanah. Hasil panen semakin rendah, sedangkan biaya ke-pertani-an makin mahal.
Siapa yang di-subsidi? Pabrik pupuk, pedagang pupuk, atau petani? Problem serupa juga terjadi pada berbagai program pemerintah, banyak dikeluhkan masyarakat. Antaralain KIP (Kartu Indonesia Pintar), dan KIS (Kartu Indonesia Sehat). Banyak masyarakat miskin malah tidak memperolah hak-nya (tidak memiliki KIP dan KIS). Penyelewengan pembagian KIP, KIS dan BPJS bersubsidi, telah terjadi sejak di kampung (tingkat RW serta Desa dan kelurahan). Kerabat pengurus kampung diutamakan.
Berbagai ketimpangan telah ditunjukkan melalui siaran media masa (koran, radio, dan televisi), sampai media sosial. Seyogianya pemerintah (dan pemerintah daerah) merespons lebih cepat berbagai bukti ketimpangan. Pejabat tertinggi negara, presiden beserta pucuk-pucuk institusi negara, wajib kukuh menjadi penjamin keadilan, Mengganti staf yang tidak becus, harus dijadikan rutinitas pengawasan.
Tetapi menunggu keadilan sosial (hukum, ekonomi dan hak asasi lain) butuh waktu cukup lama. Sedangkan Indonesia saat ini tergolong rawan radikalisme. Sehingga diperlukan cara cepat (dan sistemik) menanggulangi radikalisme. Sebelum benar-benar berubah menjadi ancaman terorisme, seperti pada negara-negara timur tengah. Terorisme yang “di-labeli” isu agama (Islam). Masih terbuka lebar, jalan mencegah radikalisme lebih akut.
Perangkat sosial muslim Indonesia (mayoritas kuat) masih menentang radikalisme. Tetapi ekstremisme juga terasa tumbuh lebih cepat. Ini yang akan coba dicegah oleh kalangan akademisi, di Bali (hari ini) melalui deklarasi (dan seminar radikalisasi). Seluruh pimpinan perguauan tinggi (rektor) dan guru besar (profesor) akan berjanji mencegah radikalisasi.
Di seantero pulau Jawa saja, terdapat 40 lembaga pendidikan (berkedok pesantren) di-indikasi radikal. Paling banyak, berada di Jawa Timur. Di tiga kota pusat pendidikan utama di Jawa Timur (Surabaya, Malang dan Jember) telah memiliki lembaga pendidikan (non-formal) keagamaan berisifat radikal. Namun di pelosok daerah (Gresik dan Banyuwangi) juga telah terdapat pesantren “nyeleneh.” Potensi konflik sosial.
Seluruh rakyat pasti akan mendukung setiap pejabat pemerintah (dan daerah) manakala memiliki program aksi yang riil, dan jujur. Itu pra-syarat utama menghalau radikalisme. Selebihnya, diperlukan kerjasama (proporsional) aparat pemerintah dengan tokoh-tokoh masyarakat, mencegah ekstremisme.
———   000   ———

Rate this article!
Tags: