De-radikalisasi Sistemik

Pancasila telah “final” menjadi ideologi nasional. Berbagai suku bangsa telah sepakat mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ber-bhineka tunggal ika. Ke-majemuk-an bahasa, adat budaya, dan ragam keyakinan agama, menjadi keniscayaan. Konstitusi NKRI tidak berdasar agama, namun melindungi dan menjamin pelaksanaan peribadatan setiap agama. Negara juga menghukum terhadap penyelewengan (penistaan ajaran) agama.

Negara secara nyata telah menumpas paham komunisme sebagai ekstremitas (dan radikalisme) kiri. Tercantum dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Ketetapan MPRS hampir setara dengan UUD. Berdasar timbangan ahli hukum, saat ini MPR tidak memiliki wewenang untuk mencabut Tap MPR yang dibuat pada tahun 2003 dan sebelumnya. Disebabkan MPR saat ini bukan sebagai Lembaga Tertinggi Negara.

Realitanya, aksi ekstremitas (kiri, dan kanan) masih sering dilakukan. Terutama melalui media sosial (medsos). Ekstrem “kiri” telah mereda, walau kadang muncul memancing kemarahan. Sering menista ajaran agama-agama. Meng-anggap agama tidak sesuai dengan kepercayaan masyarakat. Karena seluruh agama yang berlaku di Indonesia berasal dari “impor.”

Sedangkan ekstrem “kanan” masih marak, menyelenggarakan kegiatan resmi dan legal. Termasuk mengelola lembaga pendidikan formal. Juga menguasai kegiatan masjid di perkantoran pemerintah, BUMN, dan masjid di perguruan tinggi negeri (PTN). Dakwah ekstrem “kanan” juga sering berlindung di balik asas demokrasi, dan HAM (Hak Asasi Manusia), yang dijamin konstitusi. Sekaligus “meng-akali” UUD. Sesungguhnya tidak suka demokrasi tetapi berindung di balik demokrasi.

Pemerintah perlu mencegah radikalisme lebih sistemik. Karena tokoh radikalisme “kanan” piawai berlindung di balik konstitusi. Terutama UUD pasal 28E ayat (3) tentang kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Serta pasal 28F, tentang kebebasan informasi. Konon berdasar paradigma radikalisme, ekstremitas tidak akan pernah surut. Lebih lagi yang ber-altar agama (radikalisme kanan). Diajak “perang suci” (jihad) dengan iming-iming pahala syahid. Walau konyol (dengan membunuh sesama umat), namun banyak pula yang terbujuk.

Walau realitanya berdampak bunuh diri (sekaligus membunuh sesama umat). Padahal tujuannya hanya sekadar kekuasaan politik mendirikan negara ber-ideologi berkedok agama. Tetapi, andai rakyat (umat) telah berkecukupan ekonomi dan pendidikan, niscaya tidak akan kepincut ajakan gerakan radikal. Pada lingkup keluarga juga perlu memperdalam pendidikan ke-agama-an pada guru agama yang telah dikenal masyarakat luas. Tidak belajar agama secara eksklusif, dan “tersembunyi.”

Banyak pendidikan agama dengan ajaran “berbeda” dengan mayoritas umat Islam, nyata-nyata terdeteksi mengajarkan radikalisme. Memiliki ciri khas eksklusif, sembunyi-sembunyi, dan diajarkan olok-olok sosial. Termasuk meng-kafir-kan ajaran yang tidak sepaham. Tak terkecuali meng-anggap kafir orangtua, dan sanak keluarga yang tidak se-akidah. Juga dilarang bergaul dengan masyarakat luas. Seluruh teroris pelaku bom bunuh diri, memiliki ciri perilaku eksklusif, dan suka meng-kafir-kan orang lain.

Pencegahan radikalisme (kanan dan kiri) kini diupayakan dengan melibatkan masyarakat, terutama kalangan pesantren. BNPT (Badan Nasional Pemberantasan Terorisme) memperkuat “benteng pertahanan” sosial terhadap pergerakan ormas yang menyimpang. Terutama yang nyata-nyata ingin mengubah tatanan ideologi negara. Tak terkecuali ormas keagamaan, dan ormas seni-budaya yang menyeru gerakan melawan konstitusi. Aparat negara telah memiliki bekal jaminan konstitusi melaksanakan de-radikalisasi. Juga amanat UU Nomor 16 tahun 2017 (revisi UU ke-ormas-an).

Pemerintah dapat meng-gebuk ormas radikal. Bisa menindak tanpa harus menunggu sampai negara dalam keadaan darurat. Melainkan, cukup dengan indikasi yang telah nyata terjadi. Misalnya, dakwah yang memicu tawur sosial. Serta pernyataan propaganda ekstrem kiri (komunisme) terhadap paham yang telah dilarang di Indonesia.

——— 000 ———

Rate this article!
De-radikalisasi Sistemik,5 / 5 ( 1votes )
Tags: