Deklarasi Lawan Radikalisme

Bersama melawan terorisme, semakin marak ditunjukkan melalui deklarasi anti radikalisme. Tak terkecuali PTN (Perguruan Tinggi Negeri) dan PTS (swasta), dilakukan di Surabaya. Kalangan kampus patut lebih waspada, karena menjadi target rekrutmen calon anggota sindikat ekstremisme (kiri maupun kanan). Deklarasi (perlawanan) kalangan kampus, akan semakin mempersempit pergerakan dan memutus rantai peng-kader-an terorisme.
Pimpinan perguruan tinggi, seyogianya bekerjasama dengan tokoh agama (ulama) berdedikatif untuk membentengi diri. Di Surabaya, sudah terdapat rektor PTN yang menyerukan shalat subuh ber-jamaah (sivitas akademika). Namun seruan ini tidak cukup. Karena biasanya, ekstrem kanan sudah biasa shalat berjamaah. Yang lebih strategis, adalah fasilitasi kegiatan ekstra kurikuler ke-rohani-an, dengan tutor (ustadz) yang direkomendasikan oleh ormas ke-agama-an.
Kegiatan ke-mahasiswa-an ekstra kurikuler, sering menjadi target kelompok radikal. Umumnya, mahasiswa ber-perhatian terhadap masalah keadilan sosial dan HAM (Hak Asasi Manusia). Walau sebenarnya, sindikat radikalisme belum berhasil benar membujuk mahasiswa. Belum terdapat mahasiswa (aktif) yang terlanjur menjadi teroris. Tetapi harus diakui, sudah banyak mahasiswa “ber-empati” terhadap kelompok radikal, aliran kiri (komunisme) maupun kanan (berlatar agama).
Aksi nyata anti radikalisme, seyogianya diikuti seluruh lapisan masyarakat, termasuk organisasi kemasyarakatan dan ke-profesi-an. Terutama organisasi yang “dimuliakan” masyarakat. Antarlaian IDI (dokter), PGRI (guru), dan KNPI (pemuda).  Aparat keamanan dan ketertiban (Polisi) bersama tokoh-tokoh agama, dapat mem-fasilitasi kebangkitan perlawanan terhadap radikalisme.
Di seantero pulau Jawa, diperkirakan terdapat 40 lembaga pendidikan agama (berkedok pesantren) di-indikasi radikal. Sebanyak sepuluh diantaranya (paling banyak), berada di Jawa Timur. Disusul Jawa Tengah dan Jawa Barat. Di tiga kota pusat pendidikan utama di Jawa Timur (Surabaya, Malang dan Jember) telah memiliki lembaga pendidikan (non-formal) keagamaan berisifat radikal. Namun di pelosok daerah (pedesaan Gresik dan Banyuwangi) juga telah terdapat pesantren “nyeleneh.”
Tetapi tidak sulit mendeteksi ajaran pesantren radikal. Tanda-tandanya, hasl pengajaran di pesantren radikal sering bermusuhan dengan masyarakat setempat. Bahkan seluruh ajaran yang tidak sesuai dengan pesantren radikal, dianggap bid’ah, sampai dituding kafir. Sudah sering menimbulkan kegaduhan sosial, berpotensi tawur sosial. Seperti terjadi di kabupaten Sampang tahun 2013 lalu. Sedangkan provokasi radikalisme kiri, telah pernah terjadi di Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Maka perlawanan terhadap radikalisme (kiri dan kanan) wajib dilakukan oleh setiap orang dan setiap keluarga, serta di tiap lingkungan masyarakat. Tidak cukup dalam bentuk deklarasi, melainkan harus dilanjutkan dengan aksi nyata. Masyarakat dengan perangkat sosial-nya senantiasa siaga. Seperti ditunjukkan oleh ormas pemuda (Banser Ansor) yang dijadikan musuh ISIS. Ini warning kepada setiap teroris, agar segera pergi dari perkampungan.
Deklarasi kalangan perguruan tinggi di Jawa Timur, patut diapresiasi. Seperti awal tahun (2016) lalu. Sehari setelah aksi “konser” terorisme di Jakarta, masyarakat bangkit melawan. Melaui berbagai poster, di-deklarasi-kan kebulatan tekad, tidak takut melawan terorisme. Ke-kaget-an di pusat kota Jakarta, hanya berlangsung sesaat. Bahkan berselang sehari, lokasi peledakan di jalan MH Thamrin, dijadikan arena foto selfie.
Perangkat sosial, akan menjadi pertahanan semesta. “Pedang sosial” akan menjadi metode sistemik (dan masif) oleh masyarakat untuk mempertahankan ketenangan lingkungan. Pada sisi lain, diperlukan komitmen pemerintah untuk tidak abai terhadap propaganda ekstrem kiri. Ini juga bisa memicu dendam (reaksi) ekstrem kanan yang geregetan.
Namun masyarakat membutuhkan insentif. Terutama kemudahan memperoleh nafkah secara berkeadilan. Nafkah yang lancar akan menenteramkan masyarakat. Ini bekal utama ketangguhan sosial. Rakyat tidak akan kepincut ajaran radikalisme (kanan maupun kiri), manakala berkecukupan sandang dan pangan.

                                                                                                                      ———   000   ———

Rate this article!
Tags: