Dekopin Hormati Putusan MK

indexJakarta, Bhirawa
Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
“Terkait dengan keputusan MK kita tetap harus menghormati dan taat kepada putusan MK yang membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian,” kata Ketua Majelis Pakar Dekopin Teguh Boediyana di Jakarta, Kamis (29/5) kemarin.
Meskipun pada akhirnya gerakan koperasi di Indonesia harus kembali kepada UU Nomor 25 Tahun 1992 sebagai pedoman sebelum ditetapkannya UU baru, Teguh menyatakan tidak perlu khawatir. Sebab toh, kata dia, UU tersebut telah disusun dengan serius dan matang agar koperasi mampu menghadapi tantangan.
“Karena sebenarnya kemajuan koperasi bukan sepenuhnya ditentukan oleh UU,” katanya.
Menurut dia, sukses tidaknya koperasi lebih terletak pada kepatuhan anggota pada organisasi dan menjalankan prinsip-prinsip koperasi dengan hati. Namun ia menekankan perlunya diwaspadai praktek-praktek penyimpangan oknum yang mengatasnamakan koperasi untuk menghimpun dana dari masyarakat.
“UU yang baru saja dibatalkan itu mengatur dengan tegas soal itu, termasuk praktek rentenir berbaju koperasi sementara UU Nomor 25 Tahun 1992 tidak secara detail mengatur hal ini,” katanya. Oleh karena itu, Teguh menekankan pentingnya keberadaaan aturan pendukung yang detail.
“Tapi pada dasarnya UU Nomor 25 Tahun 1992 ini masih cukup valid dan memadai untuk menjadi landasan koperasi ke depan sebelum ada UU baru yang akan mengatur gerak koperasi,” katanya.
Sebelumnya MK menyatakan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Ketua Majelis Hakim Hamdan Zoelva saat membacakan amar putusan menyatakan UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya UU yang baru.
Dalam pertimbangannya, filosofi UU Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945.
Pengertian koperasi ternyata telah dielaborasi dalam pasal-pasal lain di dalam UU 17/2012, sehingga di suatu sisi dianggap telah mereduksi atau bahkan menegasikan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan pengawas terlalu luas.
UU 17/2012 itu juga dianggap lebih mengutamakan skema permodalan materiil dan finansial yang mengesampingkan modal sosial yang justru menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD 1945. Pada sisi lain, koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan perseroan terbatas, sehingga kehilangan roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong. [ant.ira]

Rate this article!
Tags: