Demam Berdarah Momok Surabaya

Surabaya, Bhirawa
Demam Berdarah Momok Surabaya
Penyakit demam berdarah masih menjadi momok utama di kota Surabaya. Angka penderita Demam Berdarah atau Demam Dengue (DB) naik  100 persen pada tahun 2013 dibandingkan angka 2012.
Kepala Dinas Kesehatan Jatim, dr Harsono menyatakan, berdasarkan data pantauan Dinas kesehatan, Kota Surabaya masih menjadi wilayah rawan DB terburuk di Jatim. Kenaikan angka penderita DB naik 100 persen , pada tahun 2013 mencapai 2.213 orang sementara tahun 2012 sebanyak  1.091 orang.
Data tersebut, lanjut Harsono, juga menunjuk jumlah penderita meninggal akibat gigitan nyamuk Aedes Aegypti di Surabaya setiap tahunnya mengalami penambahan yaitu tahun 2012 sebesar 6 orang meningkat di tahun 2013 sebesar 15 orang.
”Kenaikan penderita dan kematian di atas 100 persen hal ini harus segera diselesaikan oleh Surabaya,” ujarnya.
Harsono juga menyayangkan kondisi yang dialami Surabaya ini. Menurutnya  sebagai kota terbesar di Jatim Surabaya harus memberikan contoh bagi kota/kabupaten lain dalam menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan, tapi pada kenyataannya justru dinyatakan sebagai daerah yang tertinggi dalam kasus DB.
Pria berkacamata ini mengungkapkan, setelah Surabaya, daerah yang menduduki peringkat kedua yaitu Kabupaten Malang dengan jumlah penderita DB mencapai 1.165 orang dengan pasien meninggal 17 orang. Sedangkan peringkat ketiga diduduki Jember dengan jumlah pasien sebesar 1.018 orang dan meninggal sebanyak 8 orang.

“Jadi daerah Surabaya, Kabupaten Malang dan Jember sangat rawan dalam penularan penyakit DB di Jatim,” tututnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, penyakit DB merupakan panyakit yang mematikan kerena keberadaanya harus diantisipasi dan dihilangkan. Menurutnya, penyakit DB tidak hanya menyerang anak-anak atau remaja melainkan orang tua juga berpotensi besar untuk diserang.
”Gigitan nyamuk Aedes Aegypti ini tidak pilih-pilih orang, sehingga siapapun akan terkena gigitan nyamuk mematikan ini,” jelasnya.
Kasi Pemberantasan Penyakit Dinkes Jatim, Setyo Budiono menyatakan, saat ini penularan penyakit DB di beberapa daerah mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah pertumbuhan populasi nyamuk yang sangat tinggi dan musim.
”Penambahan populasi nyamuk ini tidak lain karena didukung oleh faktor hujan, sehingga musim penghujan perkebangbiakan nyamuk sangat tinggi,” ucapnya.
Selain menurutnya, faktor yang tidak kalah pentingnya dalam penularan penyakit DB dikarenakan faktor perilaku manusia. Banyak perilaku yang kurang benar yang diterapkan seseorang ketika musim hujan seperti tidak membuang dan mengubur sampah kaleng dan sejenisnya, menutup tempat air atau tendon air. ”Jadi perilaku 3 M (menguras, mengubur dan menutup)  ini harus dibiasakan seseorang jika tidak ingin tertular penyakit DB” tambahnya.
Sementara itu menanggapi pernyataan di atas salah satu warga Surabaya, Siti mengaku dirinya kecewa dengan kinerja Dinkes Kesehatan yang kurang memantau petugas Juru Pemantau Jentik (Jumantik) . Menurutnya, petugas jumantik ini tidak rutin mengontrol penyebaran nyamuk di daerahnya.
”Dulu pertama-tama di daerah Gundih setiap bulan sering dikontrol oleh petugas jumatik tapi akhir-akhir ini sangat jarang,” tegasnya. [dna]

Rate this article!
Tags: