Deradikalisasi Terorisme NIIS

Mahathir M. IqbalOleh:
Mahathir M. Iqbal
Dosen pada Departemen Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Raden Rahmat Malang dan Peneliti Pada Lakpesdam PCNU Kota Malang

Indonesia sedang mengalami gawat terorisme kembali. Serangkaian ledakan diikuti baku tembak terjadi di kawasan pusat perbelanjaan Sarinah, Jakarta, Kamis (14/1) sekitar pukul 11.00. Hingga artikel opini ini ditulis, peristiwa ini masih ditangani oleh aparat kepolisian.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Charliyan mencurigai peristiwa tersebut terkait dengan peringatan yang pernah diberikan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Pihaknya mengakui, peringatan itu pernah diterima dari kelompok NIIS pada Desember 2015 lalu.
“Dari peringatan yang disampaikan, Indonesia akan terjadi ‘konser’ yang akan jadi berita internasional. Warning dari grup ISIS. Dan kami juga sudah memberikan warning jauh-jauh hari sebelumnya, bukan untuk menakut-nakuti,” kata Anton.
Namun, peringatan itu benar-benar terjadi. Padahal, pihaknya sudah berusaha menyikapinya dengan melakukan berbagai penangkapan kelompok teroris. “Makanya, kami sudah melakukan penangkapan-penangkapan. Warning dari ISIS sudah ada sejak Desember 2015. Warning itu mengatakan akan ada konser di Indonesia yang akan jadi berita internasional,” katanya lebih lanjut. (kompas.com).
Membaca rilis tersebut, jelas sekali bahwa ancaman NIIS bukan isapan jempol. Mereka melakukannya dengan matang sehingga mampu mengecoh pihak intelijen Indonesia yang tidak mampu mendeteksi dini. Serangan dilakukan di beberapa tempat pada hari dan waktu bersamaan.
Aksi NIIS yang makin masif dalam beberapa bulan terakhir tidak bisa dipisahkan dari fakta bahwa NIIS semakin terjepit di Irak dan Suriah. Setelah Rusia turun tangan melakukan serangan udara ke kantong-kantong NIIS di Suriah-yang didukung penuh beberapa negara Barat, termasuk Iran-NIIS mulai kehilangan kekuatan.
Hemat saya, NIIS cepat atau lambat akan kehilangan kekuasaan di Irak dan Suriah. Maka, mereka mencari strategi lain untuk melawan gempuran aliansi negara-negara yang bersatu melawan NIIS.
Serangan NIIS di basis Syiah Yaman dan Lebanon ingin mengirimkan pesan agar Iran sebagai sekutu Syiah di Yaman dan Lebanon tidak menyerang basis NIIS di Irak dan Suriah. NIIS telah mempersatukan Amerika Serikat dan Iran untuk bersama-sama melumpuhkan NIIS.
Jatuhnya pesawat Rusia di Mesir yang diklaim sebagai aksi NIIS juga merupakan sinyalemen penting agar Rusia menghentikan serangan ke basis NIIS. Setiap serangan yang dilakukan musuh-musuh NIIS akan mendapatkan balasan dengan cara-cara yang brutal.
Pertanyaannya, mungkinkah NIIS dihancurkan dengan menggunakan pendekatan militeristik semata? Sejarah membuktikan, langkah yang diambil Amerika Serikat, Rusia, negara-negara Eropa, dan Iran tidak akan menghancurkan NIIS.
Pertama, NIIS tidak hanya menjadi gerakan yang berbasis di Irak dan Suriah saja. Mereka memiliki jaringan cukup luas, tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga di Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Asia. Kesamaan ideologi, militansi perjuangan, dan sokongan dana yang lumayan besar akan memudahkan mereka untuk melancarkan aksi kekerasan.
Kedua, aksi-aksi NIIS belakangan mampu mengonsolidasikan simpul-simpul kelompok ekstremis yang mempunyai visi sama perihal “melawan Barat”. Faktanya, NIIS dianggap berhasil melakukan aksi-aksi yang selama ini dilakukan Al Qaeda. Sebab itu, dukungan kelompok-kelompok ekstremis terhadap NIIS mengalir cukup deras.
Ketiga, NIIS memiliki ideologi dan sokongan dana yang kuat. Mereka bisa menggunakan media sosial untuk merekrut dan mengonsolidasikan gerakannya di mana pun. Mereka tidak pernah merasakan kekurangan pasukan dan pendukung yang setiap saat merapat ke NIIS. Beberapa hari terakhir kita dikejutkan oleh keluarga pegawai negeri sipil di Batam yang bergabung dengan NIIS lewat jalur Turki dengan medium umrah.
Menurut Jessica Stern dan J M Berger dalam ISIS: The State of Terror, NIIS adalah penjelmaan dari ideologi “jihadism” yang belakangan telah menjadi gerakan yang sangat masif. Mereka mempunyai ideologi siap membunuh siapa punyang dianggap lawan. Mereka memilih kematian daripada mencintai kehidupan.
Di sinilah, respons Pemerintah Perancis untuk melakukan aksi perang melawan NIIS harus dipikirkan matang-matang. Sebab, respons yang sporadis bisa berdampak yang tidak kalah buruk, yaitu membangunkan mereka yang selama ini sudah mengalami deradikalisasi.
Sikap Perancis yang disokong sepenuhnya oleh negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat dan Rusia, hampir bisa dipastikan akan membuat kelompok ekstremis semakin solid. Kekerasan hanya akan direspons dengan kekerasan karena memang demikianlah sosiologi kekerasan.
Meskipun harus dimaklumi bahwa Pemerintah Perancis berhak melakukan pembalasan, Perancis perlu belajar dari apa yang dilakukan George W Bush-yang salah mengambil kebijakan luar negeri pasca tragedi 11 September-karena akan menjadikan dunia semakin bermasalah.
Epicentrum perdamaian
Yang perlu dilakukan oleh “Dunia Barat” sebenarnya adalah merangkul poros “Dunia Islam” yang mampu menggelorakan pesan damai dan anti kekerasan. Deradikalisasi terhadap para pengikut NIIS atau mereka yang mempunyai hasrat bergabung dengan NIIS sangat diperlukan. Jika para pengikut NIIS mau “bertobat” dan keluar dari kelompoknya, dampaknya akan signifikan.
Indonesia dapat berperan besar mengomandani poros “Dunia Islam” dengan pengalaman panjangnya dalam menyebarluaskan pesan damai. Di sini, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bisa berperan aktif di pentas global. Sudah saatnya Islam Indonesia yang ramah dan toleran mengambil inisiatif menetralkan pengaruh NIIS yang makin mondial.
Jika selama ini kita hanya mengimpor paham-paham keislaman yang datang dari luar, khususnya Timur Tengah, mestinya kita sekarang bisa mengekspor pikiran-pikiran keislaman yang progresif dan humanis agar dunia tahu bahwa ada wajah Islam yang ramah dari Indonesia.
Di samping itu, “Dunia Barat” harus mulai memperbaiki kebijakannya terhadap “Dunia Islam”. Kemerdekaan Palestina dan menghentikan kolonialisme Israel harus menjadi agenda utama. Terlalu mahal ongkos yang mesti dibayar akibat kebijakan politik luar negeri negara-negara Barat yang selama ini lebih menguntungkan Israel daripada Palestina. Setelah itu, perlu upaya mendorong demokrasi, pengentasan orang dari kemiskinan, dan pengembangan pendidikan.
Jika itu semua dilakukan, ancaman global NIIS lambat laun akan semakin berkurang. Kelompok ekstremis akan mengalami deradikalisasi dengan sendirinya.

                                                                                                                       ——— *** ———-

Rate this article!
Tags: